05 - Susu Basi

84 10 216
                                    

Zavier, Aditya, dan Aryan tak bisa berhenti menertawakan kemalangan yang telah menimpa Sahej. Saking kesalnya dengan tragedi itu, Sahej sampai mencuci rambutnya hingga menghabiskan dua botol shampo. Dia merasa rambutnya masih saja kotor dan bau terkena pup bayi itu.

"Di film itu, Akshay Kumar yang terkena pampers terbang, dan di sini kau. Berarti memang benar, bayi itu adalah milikmu." Aditya sekali lagi mengeluarkan teori filmnya, membuat Sahej yang tengah mengeringkan rambut semakin kesal saja.

"Sudahlah, Adi. Jangan ganggu dia terus," lerai Zavier cekikikan. Sahej tak merespons sama sekali.

Sementara itu, Aryan terlihat sibuk memandangi kertas yang datang bersamaan dengan bayi itu. Tulisan di situ bukan hasil ketikan, tetapi tulisan tangan seseorang.

"Sepertinya ... Ibu bayi ini hobinya mengancam orang," celetuk Aryan sambil terus memandangi surat di tangannya.

"Nah, berarti bayi itu jelas bukan bayiku, karena mantan-mantanku semuanya baik dan ramah," balas Zavier enteng.

Aditya menatap curiga Zavier, "Lalu siapa si Harleen itu?"

Ekspresi santai di wajah Zavier sekarang berubah datar. "Dan siapa si Saira itu?"

Aditya mendengus dengan tatapan sinisnya pada Zavier. Sebaliknya juga begitu. Aryan geleng-geleng menyaksikan.

"Kalau mantanku juga tidak. Gadis yang kukencani semuanya ramah-ramah. Jangankan mengancam, marah saja mereka tidak bisa," ucap Aryan.

"Apalagi mantan-mantanku. Mana tega mereka marah padaku yang imut dan lucu ini?" timbrung Sahej. Sepertinya niatnya untuk diam saja sudah goyah. Tapi, memangnya kapan Sahej bisa diam lama-lama?

Sekarang ketiga pasang mata itu menatap Aditya. Pria pasrah itu menunduk dan membuang napas panjang. "Mantanku semuanya baik seperti Sandy," lirihnya masih tanpa mau menatap teman-temannya.

"Sandy kan bukan mantanmu," sindir Zavier.

"Yang bilang Sandy mantanku siapa?!" sungut Aditya.

"Sudah-sudah," lerai Aryan, "intinya kita dapat satu petunjuk: ibu bayi ini kejam dan suka mengancam."

Sahej dan Zavier mengangguk-angguk, sementara Aditya menghembuskan napas berat. "Kenapa kau yakin sekali dia kejam dan suka mengancam?" tanya Aditya, tetapi terkesan seperti protes.

"Ck, dari kata-katanya saja sudah terlihat. 'Rawat bayimu atau kulenyapkan kau', apa itu bukan mengancam namanya?" jelas Sahej geregetan.

Aditya langsung diam. Dan akhirnya, pembicaraan itu berakhir dengan sendirinya sampai malam tiba. Aditya dan Zavier harus pergi bekerja. Minggu ini Aditya mendapat shift malam, sementara Zavier bekerja di sebuah bar. Aditya sendiri berkerja di sebuah hotel, sama seperti Sahej. Bedanya hanyalah shift mereka yang bergantian.

Alhasil, Sahej dan Aryan yang kebagian menjaga bayi itu. Mereka sekarang tak perlu cemas karena tadi Aditya sudah memesan botol susu untuk bayi itu beserta beberapa pasang baju. Di antara mereka berempat, Aditya adalah yang paling hemat. Karena itu uangnya bisa dipakai untuk membeli kebutuhan rumah, bukan hanya untuk bersenang-senang dengan para gadis seperti yang dilakukan ketiga temannya.

***

Senyum Sahej mengembang secerah matahari yang baru akan menampakkan dirinya dari ufuk timur. Akhirnya pagi datang, dan akhirnya Aditya pulang. Berakhir sudah penderitaannya mengurus bayi itu.

Sahej sudah berdiri di depan pintu menyambut kedatangan Aditya dan Zavier. Sedang di dalam sana, Aryan masih tertidur pulas bersama bayi itu. Wajar kalau Aryan masih mengantuk. Semalam bayi itu menangis terus, sampai-sampai dia dan Aryan hanya bisa tidur tak lebih dari dua jam.

Welcome, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang