09 - "Kau lagi!"

75 9 199
                                    

"Iya, Sahej. Saira dan Navin adalah temanku saat kuliah dulu."

Penjelasan Racquel membuat Sahej bingung antara harus terkejut atau tidak. Tapi sepertinya tidak usah. Kalau Saira ternyata adalah teman Racquel, itu artinya dia bisa dengan mudah menuntaskan rasa penasarannya pada gadis itu dengan mencaritahu semua hal mengenainya dari Racquel. Benar, bukan?

"Apa kalian dekat?" pancing Sahej.

"Lumayan," jawab Racquel.

"Dan ... Dokter Navin?"

"Dokter Navin adalah sahabat Saira. Dia itu hero-nya Saira. Dia pria yang ramah, baik, tidak sombong, sopan, humoris, pokoknya idaman sekali," papar Racquel.

Sahej menyeringai. Hero-nya Saira? Berarti mereka berdua sangat dekat, dan apa berarti Saira ini bukan yang membuat Aditya kejatuhan pampers tempo hari?

"Hmm ... apa mereka hanya bersahabat? Maksudku, tidak lebih?" tanya Sahej lagi.

"Ya, tidak lebih. Meski orang tua mereka yang berteman sekaligus partner bisnis pernah ingin menjodohkan mereka, tapi Saira tidak mau. Saira bilang mau mencari pria Inggris sebagai suaminya, dia bilang dia tidak suka pria India. Memang dasar Saira itu aneh. Kalau aku jadi dia, aku takkan menolak pria seperti Navin," celoteh Racquel.

"Ish, padahal pria India juga tak kalah keren dari pria Inggris. Apa matanya Saira bermasalah?" respons Sahej.

Racquel menggeleng. "Tidak, matanya Saira normal," balasnya lagi dengan polosnya.

Sahej tertawa kecil karena gemas melihat tingkah polos gadis itu. "Lalu, apa mereka masih berteman?"

"Ya. Dokter Navin juga sangat protektif pada Saira. Eh, tapi kenapa kau bertanya-tanya tentang mereka? Apa kau berniat mendekati Saira juga? Kusarankan sebaiknya jangan, kau takkan kuat. Hanya Navin yang bisa mengatasinya," celoteh Racquel lagi sambil seperti menakuti.

Sahej menggeleng. "Tidak. Untuk apa aku mencari penyihir jahat, sementara di depanku sudah ada bidadari."

Pipi Racquel langsung bersemu merah mendengar itu. Bibirnya menyunggingkan senyum, sedang kepalanya sedikit menunduk seolah tak mau wajahnya itu dilihat oleh Sahej.

Di waktu yang sama dan tempat berbeda, Saanvi sudah tiba di rumah Rasika. Dia benar-benar menjalankan niatnya untuk menjadi partner gosip Rasika saja daripada harus stress karena Sadhvi.

Saanvi turun dari mobilnya dan baru akan mengetuk pintu ketika pintu rumah Rasika mendadak langsung terbuka dan orangnya muncul sambil membawa sebuah pot.

"Eh, Bu Saanvi. Ayo masuk, Bu," sambutnya ramah setelah meletakkan pot kosong yang tadi dibawanya itu.

Saanvi tersenyum ketika menapaki lima buah anak tangga di depan rumah Rasika sebelum sampai ke teras.

"Biar kutebak, kau pasti kesepian di rumah karena Pak Vijay ke luar kota, kan?" kata Rasika.

Saanvi mengangguk saja karena itu memang benar. "Vijay bilang lebih baik aku bertemu denganmu saja daripada stress di rumah."

"Stress? Ada masalah apa di rumahmu?" Jiwa penasaran Rasika langsung meninggi mendengar semua itu.

"Sebelum itu, apa kau tak membiarkanku masuk dulu?" tanya Saanvi sedikit bercanda.

Rasika memukul pelan kepalanya dan tertawa. "Aku memang bodoh. Ayo masuk dulu, Bu."

Mereka kini sudah berada di ruang tamu rumah Rasika yang didominasi warna putih. Rasika memang sangat-sangat menyukai warna itu. Nick kadang sampai mengejeknya psikopat karena katanya para psikopat suka warna putih, tapi Rasika membantah dengan alasan: putih itu suci.

Welcome, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang