14 - Perang Nama

75 7 198
                                    

Sahej cengar-cengir memandangi Aryan dan Aditya yang sibuk makan pizza di hadapannya. Salah satu tangannya ia gunakan menepuk-nepuk lembut punggung bayi yang ia gendong menggunakan kain panjang warna merah milik Rasika. Iya, dia melihat kain itu menggantung di jemuran Rasika, dan karena orangnya tidak ada, Sahej ambil saja. Lumayan untuk menggendong bayi.

Tolong jangan beri tahu Rasika, ya?

"Kau mau mengatakan apa?" tanya Aditya pada Sahej.

Selesai dengan pizza, mereka kini memakan camilan pemberian Saira semalam. Aryan dan Aditya mengambil banyak-banyak, sepertinya memang sengaja agar Zavier tidak kebagian camilan-camilan itu.

Sahej menyengir. "Soal Zavier dan orang yang membelikan semua ini."

"Siapa? Zavier bergabung dengan grup Desi Boyz? Atau dia jadi sugar baby?" tebak Aditya cuek sembari sibuk memakan potato chips.

Sahej menggeleng. Masih dengan senyuman lebarnya itu, dia menjawab, "Bukan, tapi dibelikan dokter Saira."

"APA?!" pekik Aryan.

"Uhuk! Uhuk!" Aditya langsung tersedak potato chips dan terbatuk-batuk.

"Astaga, makanya hati-hati," kata Aryan menepuk-nepuk tengkuk Aditya yang masih terbatuk-batuk itu.

Namun, apa yang dilakukan Aryan tak membuat perubahan. Aditya masih terbatuk-batuk dan kini malah melotot sambil memegangi leher. Sontak saja kedua temannya itu panik.

"Adi, kau baik-baik saja, kan?" tanya keduanya memastikan.

Aditya, yang masih terus terbatuk-batuk, menggeleng. Wajahnya sekarang mulai memerah, membuat kedua temannya semakin panik.

"Sahej, ambilkan air!" titah Aryan.

"Kau tidak lihat aku sedang menggendong bayi?" seru Sahej bermaksud menolak.

"Ck, bayinya sinikan. Kau tidak lihat Adi sekarat?" Aryan berusaha mengambil bayi yang Sahej gendong, tapi Sahej malah melengos melindungi bayi itu dengan tangannya.

"Sahej, kasihan Adi!"

"Kalau kasihan maka ambilkan!"

"Kau sajalah!"

Sahej menggeleng. "Tidak!"

Aditya berusaha meraih tangan kedua temannya yang kini malah sibuk berdebat itu, bukannya mengambilkan air untuknya yang rasanya hampir sekarat. Aditya mau mencoba mengambil sendiri, tapi itu sulit sekali karena bicara tak bisa, batuk pun tidak puas. Ia merasa akan mati seperti Putri Salju yang tersedak buah apel.

"Astaga, Adi!" seru Aryan panik. Kali ini otaknya kembali normal karena ia langsung berlari menuju lemari es dan mengambil sebotol besar air.

"Ini, ini, minum ini," Aryan buru-buru membuka tutup botol air berukuran 1,6 liter itu dan menyodorkannya pada Aditya.

Aditya langsung meminum air itu dari botolnya, mengakibatkan airnya tumpah-tumpah mengenai bajunya dan karpet di bawahnya.

Beberapa saat kemudian, Aditya mulai membaik. Keripik kentang itu sudah tidak terjebak di kerongkongannya. Aryan dan Sahej yang melihat itu akhirnya bisa bernapas lega.

Welcome, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang