17 - Teori Harleen

65 7 111
                                    

Zavier pergi dengan mobil yang masih terparkir di depan gerbang. Ia mengebut ke arah yang tak jelas ke mana. Perasaannya benar-benar kacau dan kesal. Aryan dan Sahej selalu saja mendukung Aditya, bukan dirinya. Padahal apa yang salah dengan ucapannya? Mereka sama sekali tak tahu tata cara menjadi orang tua yang baik, tapi mereka malah sok-sokan mau merawat bayi sekecil itu sendiri.

Ditambah lagi kondisi ekonomi mereka yang tidak stabil, sementara semua kebutuhan serba mahal. Baru beberapa hari Baby Alia ada bersama mereka, tapi uang yang terkuras untuk kebutuhannya sudah lumayan banyak---padahal sebagian dari semua kebutuhan itu sudah disumbang oleh Saira.

Tak terasa, sudah puluhan menit Zavier berkendara tak jelas ke mana. Rasa kesal membuatnya tak terlalu memerhatikan mobil yang ditumpanginya mengarah ke mana. Ia hanya memperhatikan jalan; yang penting tidak menabrak orang.

"Trafalgar square?" gumamnya menyadari dirinya berada di alun-alun kota itu.

Pria itu menghembuskan napas panjang, kemudian menepi dan mulai turun. Mungkin dengan bertemu gadis-gadis random di sana akan membuat mood-nya sedikit membaik.

"Hey!"

Zavier spontan menghentikan langkahnya, menoleh ke sumber suara yang memanggilnya dari bangku di tepian jalan. "Harleen?" gumamnya. Pria itu berlari kecil menghampiri gadis cantik yang saat ini sibuk memakan es krim sendirian itu.

"Kenapa kau kelihatan seperti orang baru putus cinta?" tanya Harleen tanpa terlebih dahulu menawarkan es krimnya pada Zavier.

Alih-alih menjawab, Zavier malah terduduk lesu di bangku sebelah Harleen. Hal itu tentu saja membuat Harleen heran.

"Kenapa kau?"

"Kau ingat bayi yang bersamaku dan teman-temanku saat itu? Sebenarnya, bayi itu bukan milik temanku seperti yang kukatakan," cerita Zavier tanpa diminta.

Ekspresi Harleen seketika berubah datar. "Sudah kuduga. Lalu bayi siapa yang kau culik?"

Zavier menghela napas panjang dan berat. "Ada yang mengirim bayi itu pada kami beberapa hari yang lalu. Ada juga surat yang menyebut kalau bayi itu milik salah satu dari kami. Jadi ... kami menebak salah satu mantan kami yang mengirimkan itu," jelasnya.

"Lalu masalahnya?"

"Ada sepasang suami-istri kaya raya yang mau mengadopsi bayi itu, dengan imbalan mereka akan memberi kami uang. Mereka sudah lama ingin punya bayi, dan langsung tertarik saat melihat Baby Alia." Zavier menjeda kalimatnya dan mengambil napas panjang. "Tapi Adi tak mau memberikan Baby Alia pada mereka. Memang dasar dia payah!"

Hening sesaat. Harleen memutar bola mata jengah dan kini menghadap ke arah lain selama beberapa detik. Zavier sendiri terlihat kesal.

"Jadi yang membuatmu kesal adalah Aditya tak mau menukar bayi itu dengan uang?" terka Harleen.

"Haan! Benar sekali," jawab Zavier cepat. "Payah, kan? Padahal lumayan, uangnya nanti bisa untuk modal nikah."

Harleen mengangguk. "Iya, kau memang sangat payah."

Zavier tersentak. "Kenapa aku?" protesnya.

"Surat itu sudah jelas mengatakan bahwa itu bayi salah satu dari kalian, bukan? Lalu mengapa kau malah ingin menjual bayi itu? Bagaimana kalau ternyata itu adalah bayimu? Kau mau menjual darah dagingmu sendiri? Kau gila?" omel Harleen.

Zavier langsung shock hingga memegangi dadanya dengan kedua tangan. "Jadi kau juga menentangku?"

"Tentu saja!" seru Harleen geregetan. "Lagipula ayah mana yang tega menjual bayinya sendiri? Jika orang itu masih waras, pasti tidak akan pernah mau," lanjutnya sinis.

Welcome, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang