19 - Cerita: Rahasia?

72 7 116
                                    

Aryan, Aditya, dan Sahej tiba di rumah tepat pada pukul 11 malam dengan diantar oleh Racquel. Gadis itu sendiri langsung pulang setelah menurunkan ketiganya di depan gerbang rumah mereka.

Sekarang, ketiganya duduk melingkar setelah Aryan dan Aditya ganti baju. Baby Alia juga sudah ditidurkan di tempat tidur yang dibelikan Saira dan sengaja selalu diletakkan di dekat mereka. Sedangkan Zavier, entah ke mana pria itu. Aditya dan Aryan tak peduli, karena semua kekacauan ini disebabkan pria kurang ajar itu.

"Buktikan, apa yang harus kubuktikan? Apa kurang rasa cintaku padanya?" Aryan bermonolog dengan dramatis.

Sahej geleng-geleng. "Buktikan kalau kau tak bersalah, bukan rasa cinta," tuturnya.

"Lalu aku? Kenapa Sandy harus memandikanku dengan jus strawberry? Apa lagi salahku? Padahal aku kan sudah mandi," tambah Aditya tak kalah dramatisnya.

Sahej semakin geleng-geleng. "Makanya, kau jujurlah, apa hubunganmu dengan Saira?"

Aditya sekarang memasang wajah terkejut. "Jadi kau juga menuduhku?"

"Tidak usah sok akting lagi. Tadi itu kau kenapa ke toilet lama sekali? Diare kau?" kata Sahej sinis.

"Bukan diare, Sahej, tapi mereka romantis-romantisan di kamar mandi," nyinyir Aryan.

Aditya menunduk, menghembuskan napas panjang, terlihat sangat pasrah.

"Adi, orang bilang, kalau kita punya teman yang sangat tertutup, tugas kita adalah membuatnya mau bercerita saat dia ada masalah. Ada apa? Masalah apa yang ada antara kau dan Saira?" tanya Sahej lembut dan perhatian.

"Ceritakan saja, bukankah kami ini temanmu? Siapa tahu, kami nanti bisa membantumu, kan?" tambah Aryan.

Aditya masih diam. Sahej terus menandangnya bergantian dengan tatto di pergelangan tangan temannya itu. "Apa ... itu inisial Dokter Saira?" tanyanya sedikit ragu.

Aditya masih tak merespons. Satu menit kemudian, dia mengangguk dengan sangat pelan. "Iya. Tatto S ini artinya Saira."

"Nah, kan, benar!" seru Sahej dan Aryan heboh sendiri. Dugaan mereka selama ini ternyata sangat benar.

"Lalu, apa hubungan kalian dulu?" tanya Aryan halus.

Aditya menarik napas dalam-dalam, "Kami sepasang kekasih saat sekolah dulu."

Aryan dan Sahej saling tatap. Dugaan mereka untuk sekali lagi benar. Sepertinya mereka sudah cocok untuk membuka praktek ramalan.

"Lalu?" tanya keduanya tak sabar.

"Orang tua Saira sangat membenciku. Mereka tidak mau Saira menjalin hubungan dengan pria yang status sosialnya jauh di bawah mereka. Berkali-kali Ayah Saira mengancamku untuk menjauhi Saira. Saat itu kami hanya remaja labil. Kami dianggap masih sangat muda, belum tahu apa itu cinta, dan yang terjadi di antara kami hanyalah cinta monyet biasa yang seiring waktu hilang jika kami bertemu orang baru, karena saat itu Saira baru berusia 16 tahun, sedang aku 17 tahun."

Aditya menjeda ceritanya dan tersenyum tipis. "Aku memang payah, aku menuruti apa kata Ayah Saira, tapi Saira terlalu keras kepala. Dia tahu aku menjauh bukan karena tak lagi mencintainya, tapi terpaksa. Jadi, dia sering sekali menemuiku. Mau dilarang seperti apa pun oleh Ayahnya, dia tetap tak mau jauh dariku. Aku pun sebenarnya begitu. Kami benar-benar dimabuk cinta saat itu," kenangnya.

"Lalu saat hari kelulusan, yang bertepatan dengan ulang tahun Saira yang ke-18, orang tua Saira mengadakan pesta besar-besaran dan mengundang seluruh sekolah, kecuali aku. Jadi, aku tidak datang."

Aditya menjeda kembali ceritanya dan tertawa kecil. "Dan kalian tahu? Malam itu aku menangis sendirian di rumah, aku merasa sangat-sangat patah hati karena tak bisa bertemu Saira dan merayakan ulang tahunnya."

Welcome, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang