13 - Curiga Lagi

57 7 146
                                    

Haseena menarik Sandhya masuk ke sebuah restoran cepat saji. Setelah kejadian itu, mereka memang bersama-sama terus. Mau bagaimana lagi, mereka sama-sama patah hati saat ini.

"Hasu, kau mau membawaku ke mana? Aku ini sedang patah hati, aku tidak selera makan," rengek Sandhya.

"Justru itu, patah hati juga butuh tenaga. Kita harus isi tenaga yang banyak lewat makanan agar bisa menghadapi kenyataan," kata Haseena.

Mereka tiba di salah satu meja. Haseena memaksa Sandhya duduk duluan, baru kemudian dirinya. Tak lama, mereka didatangi oleh seorang waitres.

"Mau pesan apa, Nona-nona?" tanya pemuda berambut pirang dan bermata biru itu sembari menyerahkan buku menu.

Haseena membolak-balik benda itu sambil membacanya. "Triple cheeseburger, dua; Bacon double cheeseburger, dua juga; The sweet chili chicken one - crispy, dua: lalu Crispy chicken salad, dua juga; Cheesy garlic bites, dua. Dan minumannya, strawberry milkshake, dua; strawberries and cream frappe, dua juga. Lalu apple pie, triple chocolate cookie, dan double chocolate pie, masing-masing dua porsi juga. Oh, satu lagi, cheese pizza, dua juga."

Sandhya ternganga, sementara Waitress itu celingukan seperti mencari sosok lain yang dipesankan Haseena. Tapi nihil, tidak ada orang lain lagi yang bersama kedua gadis itu.

"Permisi, cepat buatkan, ya? Saya sudah sangat lapar," ucap Haseena dengan suara tenangnya.

Pemuda itu tersadar dan cengar-cengir sedikit, lalu mengangguk dan pergi.

"Hasu, kau mau mukbang? Atau mau tambah lemak? Berapa tahun kau tidak makan, Nak?" tanya Sandhya heran bukan main, shock juga sebenarnya.

"Tenang saja, aku makan setiap hari. Aku hanya mau makan yang banyak, biar nanti tanganku jadi besar dan bisa memukul Aryan dengan keras," kata Haseena enteng.

Sandhya masih geleng-geleng tak percaya. Apalagi ketika Haseena tiba-tiba mengatakan, "Oh, iya. Ada yang ketinggalan. Aku belum pesan latte, itu kan favoritku." 

Mulut Sandhya yang sudah menganga, sekarang tambah lebar. Ngeri juga sebenarnya. Apa jangan-jangan Haseena sebenarnya bukan manusia? Sanggupkah dia makan semua itu?

"Hasu, kau itu rakus atau apa? Kuharap setelah ini kau tidak masuk rumah sakit, ya," lirihnya.

***

Zavier tidak berhenti mengembangkan senyuman lebar. Sepertinya setelah ini dia harus berterima kasih pada ketiga temannya, karena kalau mereka tak menyuruhnya belanja, dia tidak akan bertemu Saira dan tidak akan ditraktir Saira.

"Sekarang kita ke mana lagi, Saira?" tanyanya.

"Beli peralatan mandi. Bayi kalian belum punya itu, kan?"

Zavier mengangguk-angguk ke samping dengan semangat.

"Oke, kita cari itu sekarang."

Zavier mengikuti dari belakang sambil mendorong troli. Saat ini, dia seolah-olah memainkan peran sebagai suami yang baik, yang menemani istrinya belanja tanpa banyak protes. Lihat saja troli yang dia dorong, penuh dengan bermacam barang-barang bayi. Mulai dari susu, popok, mainan, kasur untuk bayi, selimut bayi, boneka, biskuit untuk bayi, parfum, bedak, dan minyak bayi.

"Zavier, lihat baju-baju bayi itu!" seru Saira sembari menunjuk ke sebuah arah. "Lucu-lucu sekali, kan?"

Zavier mengangguk. "Benar. Imut dan lucu sekali."

"Kita harus beli juga," kata Saira semangat.

Zavier hanya terkekeh pelan saat melihat Saira mengambil beberapa dress dan celana panjang untuk bayi. Seolah belum puas dengan itu, Saira juga mengambil rok-rok pendek, baju lengan panjang, celana pendek, yang semua ukurannya kecil dan imut-imut. Semua itu Saira masukkan ke dalam troli yang didorong Zavier sambil terus tersenyum lebar.

Welcome, Baby! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang