Chapter 2

1.9K 542 623
                                    

⚠️TYPOS⚠️



Backsound :

Azalia menganggap ia tidak berjodoh dengan Sayyid Richard karena ia tahu itu jalan terbaik yang Allah beri untuknya.

Azalia berlapang dada karena sejak awal urusan perjodohan itu diatur oleh orang tua.

Kodratnya sebagai wanita dan syarifah tidak bisa memilih siapa calon pendamping hidup, dan hal itu juga berkaitan dengan adat keluarga.

Azalia hanya bisa menerima apa yang ditetapkan oleh Abi dan Umi.

Tapi sepertinya Azalia kurang memperbanyak doa. Sepertinya ada dzikir yang terlewat sehingga Allah memberinya ujian dan teguran yang begitu keras.

Aza tidak menyalahkan Abi maupun Umi karena pilihan mereka, meskipun Umi berulang kali memecah tangis karena rasa sesal atas keputusan yang terburu-buru.

Tapi, bagaimana Aza menghadapi semesta saat ini?

Namanya dicatut dalam setiap perbincangan dengan nada iba. Seorang istri yang ditalak di malam pertama, menjadi janda di hari pernikahannya. Menjadi aib yang membuat seluruh keluarganya dilanda malu luar biasa.

Untuk itu, Aza tidak keluar dari kamarnya sejak hari itu.

"Assalamualaikum soleha..." terdengar suara Abi dari luar, sambil mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam..." Aza menutup kitab lalu mengulas senyum pada Abi yang baru saja masuk.

"Abi bawain bubur syurbah kesukaan Aza, Abi yang masak sendiri loh..."

Aza menatap bubur itu dengan seksama lalu memberi penghargaan kepada Abi berupa senyuman terbaiknya.

"Dimakan ya?"

"Nanti Aza makan."

"Enggak mau ah. Abi maunya Aza makan sekarang. Abi suapin ya?"

Abi merengut lucu dan itu membuat Aza luluh, karena hanya kepada Aza lah Abi bisa memperlihatkan sisi jenakanya.

Sosok berwibawa yang disegani banyak orang itu rela bersikap berlawanan hanya untuk memastikan perut putrinya kenyang.

"Abi suapin ni, bismillah..." Abi menyendok buburnya dan menunggu Aza membuka mulut.

Itu hari ke lima dan Aza tidak makan dengan benar.  Abi cemas putrinya sakit.

"Bismillah..." Aza membuka mulut dan memakan bubur buatan Abi.

"Enak?"

Aza mengangguk. Tapi rasa yang sampai tidak hanya di lidah tapi juga sampai di ulu hati.

Sambil mengunyah kecil, bibirnya bergetar, dia menunduk dalam saat keheningan merajarela.

Kemudian saat Abi meletakkan mangkuk di meja dan memberi satu pelukan, tangisnya pecah. Pilu.

"Maafin Abi. Abi gagal, Aza enggak salah. Enggak ada yang salah sama Aza."

30:21Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang