Chapter 5

1.9K 536 837
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Duduk di samping jendela sambil mengabsen tasbih pada pukul tiga pagi mulai menjadi kebiasaan Azalia.

Itu hari ke tiga dan suara merdu lantunan ayat suci itu setia menemani sepertiga malamnya.

Senyumnya merekah tanpa bisa ia tahan.

Mungkinkah itu yang Maliq maksud akan menebus kesalahan dengan caranya sendiri?

Azalia tidak menduga akan seluar biasa itu caranya menebus rasa bersalahnya. Bolehkan ia merasa tersanjung karena Sayyid Maliq secara khusus melantunkan ayat suci yang indah itu untuk dirinya?

Azalia mulai menghitung waktu dan hafal jam berapa Maliq akan berhenti.

Sepert biasa, rengutannya akan mengemuka saat suara Maliq tak lagi terdengar.

Jika sudah seperti itu, Azalia hanya bisa pasrah dan kembali menutup jendela.

Setelah selesai sahur, Azalia menyambung solat taubat hingga adzan subuh berkumandang.

Ia berjamaah dengan Abi dan Umi, lalu memulai percakapan setelah selesai berdoa.

"Tadi... Aza denger orang itu ngaji lagi,"

"Abi juga..."

"Masya Allah, adem banget ya..." Umi menimpali.

"Abi udah tau siapa orangnya?"

"Enggak. Biarin aja deh, jangan diusik. Takutnya memang hamba Allah yang enggak mau orang-orang tau. Nanti dia malah berhenti ngaji kalau diusik sama kekepoan kita."

"Bener juga apa kata Abi..." Umi kembali menimpati.

"Iya, jadi bersyukur banyak-banyak aja dia mau ngaji dan bikin lingkungan ini jadi bertambah berkah."

"Alhamdulillah..." gumam Azalia, disusul senyum kecilnya.

Umi salah fokus dengan senyum Aza, kemudian bersyukur karena kedatangan keluarga Fahd sama sekali tidak berpengaruh pada suasana hati. Sebaliknya, putrinya itu terlihat lebih ceria dari biasanya.

Mungkinkah keadaan putrinya sudah berangsur membaik?

~oOo~

Karena acara halal bihalal itu bertepatan dengan haul, pondok Habib yang kerap menjadi tempat berkumpul para Habaib itu semakin ramai oleh berbagai persiapan.

Bukan hanya di pondok, kediaman Maliq pun dihebohkan oleh Baba yang sibuk memberi instruksi pada pegawainya agar tidak melakukan kesalahan dalam menghitung jumlah box bahan makanan yang akan dibawa ke pondok.

Maliq hanya bisa menonton kesibukan Baba sambil mengunyah ciki komo.

"Caper banget Baba gue." Gumamnya dengan nada bosan.

"Kamu ngapain masih di situ? Buruan siap-siap! Keburu maghrib."

"Mau ke mana?"

"Kok nanya ke mana?! Ini anterin ke pondok! Sekalian bukannya Ayik mau ngajar?"

"Ayik udah bilang enggak bisa ngajar ke Habib Umar."

30:21Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang