Bhakti Aryaseno benar-benar datang menjemput pagi ini. Padahal Shana sudah mati-matian melarang, tapi dosennya itu tetap datang. Jam setengah 7 pagi, Seno sudah menunjukkan wujudnya di depan rumah Shana.
Bukannya menghubungi untuk memberi kabar kalau ia sudah sampai, Seno malah langsung turun dari mobil untuk mengetuk pintu rumah Shana. Septian yang membukakan pintu itu, matanya nyaris keluar melihat siapa yang bertamu sepagi ini.
"Ada apa ya?" Tanyanya berpura-pura tidak mengenal orang itu.
"Saya mau jemput Shana."
"Oh, baru siap mandi anaknya." Septian tidak berniat mengajak Seno mengobrol lebih jauh. Jujur ia sudah kehilangan respect pada dosen kakak nya itu.
Septian meninggalkan begitu saja Seno di depan pintu, tanpa menawarinya duduk atau apa. Ia pergi ke kamar kakaknya untuk memberi tahu.
"Dosen kesayangan kamu di depan tuh Mbak."
Jantung Shana ingin copot mendengar berita itu. Dia baru saja selesai mandi, Seno juga sama sekali tidak memberi tahunya kalau ia sudah otw. Tahu-tahu saja sudah sampai di rumahnya.
"Ajak ngobrol-ngobrol dulu gih dek." Pintanya pada Septian.
"OGAH." Tolak Septian langsung, lebih baik ia membantu Ibunya membersihkan buntut tauge ketimbang mengajak ngobrol pria songong dan sombong itu.
"Sep! Ih Sep!" Adiknya itu sudah menghilang entah kemana.
Shana terburu-buru berpakaian. Bahkan untuk sekedar menaburkan bedak di wajahnya saja ia sudah tidak sempat lagi. Membayangkan akan seperti apa amukan Seno setelah ini sudah membuatnya takut bukan main. Setelah mengambil tas Shana langsung berlari ke depan rumahnya. Sudah ada Seno yang berdiri mondar-mandir. Ingatkan Shana untuk melaporkan ketidaksopanan Septian pada Ibunya.
"Pak maaf saya nggak tahu Bapak sudah di jalan." Tangannya menarik asal sepatu dari rak, memakai sepatu itu dengan cepat sebelum Seno bertambah emosi.
"Pelan-pelan saja." Ujar Seno memperhatikan Shana yang sangat tergesa-gesa.
Tidak tahu saja pria itu, jantung Shana sudah dag dig dug tidak karuan. Ia bru saja membuat dosen paling galak di fakultasnya menunggu! Ia hanya bisa berharap agar pagi ini kepala Seno agak dingin.
"Sudah Pak." Lapor Shana berdiri merapikan kembali penampilannya.
Seno tidak menjawab apa-apa, langsung melangkah kembali menuju mobilnya diikuti Shana di belakang.
"Mbak Shan! Kuenya!" Panggil Septian berlari menghampiri Kakaknya yang sudah akan masuk ke dalam mobil.
"Makasih, makan siangnya jangan lupa."
"Hmm." Septian masih sempat menatap Seno dengan penuh dendam.
Seno juga bisa menilai arti tatapan adik mahasiswanya itu. Tapi dia tidak terlalu memperdulikan hal itu. Setelah Shana duduk di tempatnya, Seno mulai melajukan mobil.
Ini kali pertama bagi Shana masuk ke dalam mobil milik dosennya itu. Selama ini ia hanya bisa mengagumi kegagahan mobil berwarna hitam tersebut. Adrian yang menyukai otomotif pernah memberi tahunya bahwa mobil mili Seno adalah yang termahal dari dosen-dosen lainnya. Mereka sempat meperdebatkan apa pekerjaan lain Bhakti Aryaseno yang membuatnya bisa memiliki mobil berharga milyaran. Kalau hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai dosen tentu tidak akan mungkin.
"Pak saya nggak enak kalau sampai Bapak jemput saya begini, rumah kita kan juga beda arah." Shana tidak sadar kalau ia baru saja keceplosan. Seno pasti mengira ia penguntit hingga tahu dimana keberadaan rumahnya.
"Memang kamu tahu dimana rumah saya?"
"Di Palagan kan?" Shana langsung menutup mulutnya. Baru sadar ia keceplosan sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADVOKASI
ChickLitShana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Himpunan. Walau hanya seorang staff, kinerja Shana tidak perlu diragukan lagi. Sampai keluar julukan...