Rencana hari itu berakhir menjadi double date. Mbak Rike, seniornya selama berkecimpung di himpunan. Sudah lulus setahun lalu, jadi wajar tidak mengetahui soal gosip-gosip hangat di kampus soal kedekatan Shana dan Seno yang sebenarnya bukan menjadi rahasia umum lagi.
Tapi orang-orang hanya bisa menerka-nerka hubungan diantara mereka. Sebagian meyakini hubungan Shana dan Seno hanya sebatas kedekatan sebagai seorang asisten dosen dan dosennya. Sebagian menduga ada hubungan lebih yang terjalin. Baik Shana maupun Seno membiarkan saja argumen-argumen diluar sana hingga nanti tiba waktunya.
By the way, Shana mengerti betul keterkejutan Mbak Rike akan keberadaan seorang Bhakti Aryaseno yang tadi duduk di sebelahnya dengan tangan yang sengaja ditumpukan di paha Shana.
Mbak Rike tahu betul bagaimana bencinya Shana pada makhluk bernama Bhakti Aryaseno itu. Bisa dibilang Mbak Rike yang dulu sering menjadi korban sambat Shana setiap kali Shana selesai audiensi dengan Seno.
Jadi pasti cukup mengherankan melihat dosen yang biasa terlihat arogan itu tahu-tahu pergi ke warung ramen yang sedang ramai-ramainya bersama seorang mahasiswinya. Siapapun yang melihat pasti bisa mengetahui hubungan yang terjalin diantara mereka berdua.
Begitupun Rike yang langsung notice keberadaan tangan Seno di paha Shana. Tidak mungkin hanya sebatas dosen dan mahasiswinya kan?
"Shan saya nggak suka ininya," bisik Seno pelan sekali, tengsin kalau terdengar sepasang kekasih yang duduk di seberang mereka. "Ambil untuk kamu." Bisiknya lagi.
Dahi Shana mengernyit, tidak mengerti 'ini' yang Seno maksud itu yang mana.
"Hah apa?" Ceplos Shana yang akhirnya menarik perhatian Mbak Rike dan Mas Dani yang duduk di seberang mereka.
Seno berdecak malas, sudah sengaja bisik-bisik tapi Shana malah bersuara kencang. Dia kan jadi tengsin apalagi melihat dua orang di depannya terlihat penasaran dengan gerak-gerik mereka.
"Nggak jadi."
Ketimbang meladeni Seno dengan tingkah membingungkannya, Shana kembali melanjutkan menikmati ramennya yang sudah membuatnya meneteskan air liur sejak tadi.
"Mbak Rike baru sekali ini kesini?" Tanya Shana pada Rike yang juga sudah mulai menikmati makanannya.
"Udah berapa kali ya sayang? Tiga kali ya?" Rike menoleh pada kekasihnya untuk membenarkan. Baru setelah Dani mengangguk, Rike melanjutkan. "Yang kamu sama uhm Pak Seno pesan itu yang best seller nya. Telur setengah matengnya emang best banget." Rike mengacungkan ibu jarinya.
"Eh–" Shana seperti baru menyadari sesuatu, ia melirik pada mangkuk milik Seno yang sejak tadi hanya diaduk-aduk tidak berselera. "Oalaaah!" Lantas menepuk dahinya sendiri.
Shana lantas menggeser mangkuk miliknya ke arah mangkuk milik Seno. Lalu memindahkan telur setengah matang dari mangkuk Seno. Ia lupa bahwa kekasihnya itu anti sekali dengan yang namanya telur setengah matang. Pantas wajahnya cemberut–ya walau memang dari sananya seperti itu sih–.
"Oh Bapak nggak suka telur setengah matang ya?" Rike pun seperti terpana melihat bagaimana sigapnya Shana memindahkan telur dari mangkuk milik Seno.
"Ya." Sahut Seno singkat lalu mulai memakan miliknya.
Di bawah meja, Shana menyenggol pelan kaki Seno. Memberi kode agar Seno bisa lebih ramah pada dua orang di depan mereka. Kan Shana jadi tidak enak sendiri.
"Woah padahal telur setengah matangnya ramen ini yang paling top sejogja Pak." Gurau Dani.
"Amis." Sahut Seno lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADVOKASI
ChickLitShana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Himpunan. Walau hanya seorang staff, kinerja Shana tidak perlu diragukan lagi. Sampai keluar julukan...