Pikiran-pikiran buruk langsung memenuhi kepala Shana.
Mengapa bisa ada sandal perempuan di mobil Seno? Pria itu bahkan terlihat terkejut waktu ia menunjukkan sandal itu.
"Mas?" Panggil Shana lagi karena tidak ada respon lebih lanjut dari Seno.
"Ehm sebentar Shan saya mikir dulu itu sandal siapa."
Shana akan turun disini kalau sampai Seno berkata sandal itu milik perempuannya yang lain. Dasar lelaki kemarin saja berucap yang manis-manis, seolah Shana adalah dunianya. Belum ada 24 jam dan kini fakta lain akan segera terbuka. Shana sudah memikirkan masak-masak tindakan apa yang akan dia lakukan pada Seno setelah ini.
"Mas selingkuh ya?" Tembak Shana, walau pikiran menyakitkan lain hadir, mungkin saja Shana yang justru adalah selingkuhan Seno?
"Eh bukaaannn," sergah Seno panik. "Kayanya punya Bu Melani. Sebulan lalu saya pernah ke kebun dengan beliau." Hanya itu yang Seno ingat.
Selain Shana, satu-satunya perempuan lain yang pernah menaiki mobilnya hanya Melani, rekan kerjanya.
"Ngapain kamu sama Bu Melani berduaan ke kebun?"
Seno menggaruk tengkuknya kebingungan menjelaskan, ternyata semenyeramkan ini diinterogasi oleh pacar sendiri.
"Ya ya ke kebun biasa, Bu Melani ikut minta bareng gitu."
"Terus kamu izinin? Berdua aja?"
Seno mengangguk ragu-ragu, "iya, udah jangan marah-marah sayang."
Shana berdecih, sudah kepalang ketahuan baru memanggilnya dengan sayang. "Dia duduk di depan? Kaya aku?"
Ragu-ragu Seno mengangguk.
"Masa di belakang Shan? Nanti saya jadi kaya supir gocar." Seno pelan-pelan mengulurkan tangannya, meraih tangan Shana yang bersedekap di depan dada sejak tadi. "Sudah itu dikembalikan ke tempat semula, besok biar saya balikin ke orangnya. Kamu pakai sandal saya saja, atau mau beli dulu hmm?"
"Shanaya Mahika? Anak cantik anak baik kesayangan saya?" Bujuk Seno pada kekasihnya yang sedang ngambek. Lucu sekali sebenarnya melihat Shana yang senyam-senyum tapi berusaha mengalihkan pandangan agae tidak dilihat oleh Seno, padahal dari tempatnya duduk Seno bisa melihat hal itu. Tapi ia memilih pura-pura tidak tahu saja.
"Buang aja sandalnya!" Shana melempar sandal itu ke kursi belakang.
"Jangan dong, itu kan punya orang. Kalau orangnya nyariin bagaimana?"
"Ya gatau, aku kesel."
"Kesel kenapa sih anak cantik," Seno melepas safety belt yang sudah ia pasang sebelumnya. Menggeser tubuhnya untuk bisa menggapai Shana ke dalam pelukannya. "Cup cup cup, udah saya nggak selingkuh kok. Itu benar ketinggalan, saya saja nggak sadar ada benda itu disana. Sudah ya? Jangan cemberut gitu ah, cantiknya nanti hilang." Rayu Seno seraya mengelus-elus punggung Shana.
"Awas aja kalau Mas berani selingkuh."
Ancam Shana dengan matanya yang melotot."Mustahil terjadi, sudah ya? Sini sepatunya dibuka dulu, ganti sandal ya?" Seno mengambilkan sandal miliknya di kursi belakang, menjatuhkan sandal berukuran besar itu ke kaki Shana yang sibuk membuka sepatunya. "Kegedean ya?" Kekeh Seno melihat bagaimana kaki Shana terlihat sangat mungil di sandalnya.
"Nggak apa, nggak apa kegedean."
Lagi-lagi Seno tersenyum, lalu mulai menjalankan mobilnya setelah menyempatkan diri mengecup dahi Shana yang terlihat sangat menggemaskan hari ini.
Mengenakan sweater berwarna lilac favoritnya, menggambarkan jiwa muda kekasihnya yang masih membara. Lucu sekali, tapi sangat cocok di tubuh gadis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADVOKASI
ChickLitShana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Himpunan. Walau hanya seorang staff, kinerja Shana tidak perlu diragukan lagi. Sampai keluar julukan...