Shana ingin memamerkan pada Adrian bahwa ia sudah mendapat jalur khusus untuk bimbingan pada Seno! Apa itu datang pagi, mengantre, dan berebut kuota? Shana bisa melenggang santai ke kampus di siang hari sambil membawa draft miliknya. Tidak perlu lagi takut ditolak, karena ia adalah SI PEMILIK JALUR KHUSUS BIMBINGAN DENGAN BHAKTI ARYASENO. Camkan itu.
Shana mengetuk pelan pintu ruangan Seno yang tertutup, "siang Pak Seno, makan siangnya."
"Ya masuk."
Setelah diizinkan masuk, baru Shana berani memasuki ruangan milik dosennya itu.
"Ini Pak." Shana meletakkan kotak makanan milik Seno lalu tanpa perlu menunggu izin dosennya itu, Shana sudah lebih dahulu duduk di kursi. "Bimbingan Pak hehehe."
"Periksa dulu tugas ini, baru bimbingan." Seno menunjuk tumpukan kertas di dekatnya. Untung tidak sebanyak yang kemarin.
"Siap bos! Eh itu ada sosis solo, saya beli di jalan. Katanya Bapak suka sekali sosis solo."
Shana masih suka merinding kalau mengingat tragedi sosis solo kemarin. Sepertinya Shana tidak akan memakan sosis solo lagi di sisa hidupnya.
"Nyogok saya kamu?"
"Eh nggak Pak! Suer! Tadi pagi saya nemenin Ibu ke pasar, terus lihat ada sosis solo terus saya ingat Pak Seno suka sosis solo terus saya beliin deh." Jelas Shana panjang lebar.
"Makasih ya."
Shana bisa bernafas lega karena Seno tidak melanjutkan tuduhannya. Karena ia memang tidak bermaksud lain saat membelikan sosis solo untuk Seno. Dia hanya ingat Seno saat melihat sosis solo.
"Nggak mau?" Tawar Seno.
Pandangan Shana langsung terpaku pada sosis solo yang ada di tangan Seno, bekas gigitan pria itu. Mau tidak mau pikirannya traveling kemana-mana.
"Apa? Kamu mau yang bekas saya?" Seno seperti menyadari arah pandangan Shana. "Boleh nih kalau mau."
"Eh nggak-nggak, buat Bapak saja. Saya nggak suka sosis solo."
Bohong sekali, padahal kemarin jelas-jelas Shana memakan sosis solo. Sekarang beralasan tidak suka.
"Ya udah, buat saya semua kalau begitu. Udah lanjutin pekerjaan kamu. Saya mau makan."
Shana menyadari betul, dosennya itu kini lebih ekspresif dan banyak bicara. Bukan berarti sebelumnya tidak, dulu Seno akan bicara panjang untuk meghardiknya. Kini perkataannya jauh lebih manusiawi.
"Adik kamu Septian sebelumnya ingin kuliah dimana?" Tanya Seno tiba-tiba.
"Nggak tahu, kayanya teknik. Kenapa tiba-tiba ngomongin Septian?"
Jangan-jangan alasan selama ini Seno belum menikah adalah kenyataan kalau Seno tidak menyukai perempuan jeng jeng dan adiknya Septian kini jadi incaran pria itu.
"Ya nanya saja."
Mata Shana memicing curiga, "bapak suka Septian ya?" Jika dulu mana berani Shana berucap seperti itu pada Seno. Tapi sekarang ia berani-berani saja tuh.
"Astaghfirullah saya masih normal ya!"
Shana bernafas lega, ia ngeri membayangkan Septian yang menjadi target lelaki sesama jenis.
"Hehehehe maaf Pak, abisan Bapak ngapain coba tiba-tiba nanyain adik saya? Kan saya serem."
"Saya 'kan hanya nanya, bukan berarti suka. Aneh kamu."
Lihat kan? Bahkan Seno tidak marah sama sekali setelah ia tuduh seperti itu? Semoga penunggu sebelah rumahnya lebih lama menempel pada Seno, minimal sampai ia lulus kuliah.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADVOKASI
Romanzi rosa / ChickLitShana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Himpunan. Walau hanya seorang staff, kinerja Shana tidak perlu diragukan lagi. Sampai keluar julukan...