25. Salah Bicara

22.5K 1.9K 136
                                    

Siapa yang tidak terkejut saat pagi-pagi menemukan seenggok manusia sudah menghampiri rumahnya. Dan jelas tidak ada orang segabut itu kecuali satu nama, Bhakti Aryaseno.

"Katanya pesawat sore?" Shana menghampiri seorang pria yang langsung menelungkupkan tubuhnya di depan televisi. "Kaget tadi kirain siapa."

Tangannya mengelus punggung pria berkemeja coklat muda itu. Menyalurkan kekuatan pada Seno yang beberapa hari ini terus berkeluh kesah bahwa ia lelah. Sudah tahu lelah malah nongkrong di rumahnya!

"Makan Shan." Seno akhirnya membuka suara, terdengar menyebalkan karena kalimat pertamanya bukan menanyakan kabar Shana atau mengucapkan bahwa ia merindukan Shana. Malah minta makan.

"Hadeh datang-datang minta makan. Emang rumah ini burjo?"

"Makan Shan." Ulang Seno lagi, kini disertai penekanan di setiap katanya.

Shana mengedikkan bahuny, baru ingin bersimpati pada pria yang terlihat kelelahan itu. "Nggak ada apa-apa, beli aja diluar. Ibu tadi pagi-pagi banget pergi ada takziah di Klaten."

"Inalillahi, siapa yang meninggal?"

Shana lagi-lagi mengedikkan bahunya, kalau ia kenal pasti ia sudah ikut pergi bersama Rini dan Haji Iswan. "Saudara Bapak, nggak tahu juga."

"Mau makan Shan."

Serius ingin rasanya Shana menggeplak kepala Seno andai saja ia tidak ingat sopan santun. Sudah dibilang tidak ada makanan apa-apa di rumah ini masih ngeyel minta makan juga.

"Nggak ada apa-apa lho Mas, kalau mau beli diluar sana."

"Telur ada telur?"

Shana mengangguk. Ibunya selalu menyetok telur di kulkas.

"Buatin telur dadar saja."

Tidak ingin memperpanjang perdebatan, juga karena kasihan melihat wajah pacarnya yang sudah memelas kelaperan, Shana bergegas menuju dapur. Mengambil dua butir telur dari kulkas lalu memasaknya sesuai permintaan Seno. Cuma perlu waktu sebentar saja hingga Shana membawa sepiring nasi hangat dan sebuah telur dadar ke hadapan Seno yang langsung merubah posisinya menjadi duduk.

Shana terkekeh menyadari bahwa kekasihnya memang sedang lapar sekali. Sebiji telur dadar saja sudah membuat mata Seno berbinar-binar.

"Kangen ya sama masakan ku?" Goda Shana seraya meletakkan piring tersebut di depan Seno yang duduk bersila.

Lucunya pria itu langsung mengangguk cepat mengiyakan, "lebih enak telur dadar buatan kamu ketimbang makanan hotel."

"Halah siapa coba yang ngajarin gombal gitu? Nggak cocok blas Mas kamu ngomong manis."

Seno mengangkat bahu pertanda enggan berdebat. Bukannya mengambil sepiring nasi yang telah Shana sajikan, pria itu malah mendorong kembali piring ke arah Shana.

"Biasa." Ucapnya yang langsung dimengerti oleh Shana.

"Kemarin disana kamu nggak minta suapin sama Mbak-mbak resepsionis kan Mas?" Canda Shana mulai menyuapi nasi beserta telur dadar pada Seno yang sudah membuka mulutnya.

"Minta suapin Prof Danes." Sahutnya yang membuat Shana tergelak. Jarang-jarang seorang Bhakti Aryaseno bercanda. Malah lucu lagi candaannya.

"Disuapinnya pakai tangan kiri ya?"

"Pakai kaki."

Lagi-lagi Shana tergelak. Kalau orang yang biasanya terlihat serius kemudian bercanda itu rasanya lebih lucu saja. Apalagi melihat bagaimana raut Seno saat mengucapkannya. Lebih lucu lagi!

ADVOKASI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang