Shana tidak tahu yang dilakukannya hari ini sebuah bentuk kenekatan atau bagaimana, tapi sejak semalam otaknya terus memerintah agar ia melakukan ini. Dengan menyeret Adrian, Shana memberanikan diri mendatangi ruang dekan. Dia jelas tahu, tidak semudah itu bertemu dengan orang paling penting di fakultasnya itu. Kecuali untuk mereka yang memang menjadi bimbingan Prof Danes.
Di depan ruangan Prof Danes ada meja yang merupakan milik asisten pria itu. Tentu untuk bertemu Prof Danes harus seizin asistennya itu.
"Permisi Bu, saya mau ketemu Prof Danes ada?" Untungnya, dua tahun di advokasi membuatnya banyak mengenal orang-orang di fakultas. Salah satunya Bu Ira yang merupakan asisten Prof Danes.
"Ada perlu apa ya Shan? Mau tanda tangan skripsi?"
Shana meringis, mungkin Bu Ira mengira ia salah satu dari banyak mahasiswa yang menemuinya untuk meminta tanda tangan sang dekan.
"Ehh nggak Bu, saya ada perlu ngobrol sebentar." Shana berdoa semoga diberi izin untuk menemui Prof Danes.
"Duuh Prof Danes nya lagi di bawah Shan, mandiin anaknya habis kecebur kolam ikan depan itu."
Shana melongo tidak percaya mendengar berita yang baru disampaikan Bu Ira. Di sebelahnya, Adrian nyaris melepaskan tawanya. Untung Shana cepat mencubit paha lelaki itu.
"Kok bisa kecebur kolam bu..?" Kolam ikan yang dimaksud pasti adalah kolam yang ada di taman bagian barat fakultas. Umm kolam itu kan amat jorok karena sepertinya sudah lama tidak dirawat.
Bu Ira berdecak-decak, sepertinya juga sulit mempercayai bahwa anak atasannya baru saja kecebur kolam. "Itu anaknya tadi main sama mahasiswa gitu di taman, terus eh gatau kok kecebur kolam. Prof Danes tadi lagi ngajar terus langsung ngibrit waktu dikasih tahu anaknya kecebur."
"Tapi anaknya nggak apa Bu?"
"Nggak apa, cuma ya itu sebasan item semua."
Pecah sudah tawa Adrian. Tapi tawa itu tidak berlangsung lama saat orang yang dibicarakan sejak tadi berjalan memasuki ruangan dengan membopong sang anak dengan balutan handuk di bahunya.
"Kamu lho Gav adaaa aja, gimana kalau Mama tahu. Habis Papa dimarahi Mama." Celotehan itu terdengar saat Prof Danes mendekat ke arah ruangannya. Ucapannya berhenti mana kala menyadari ada orang lain di depan ruangannya. "Eh nyari saya?"
"Iya Pak." Sahut Shana. "Saya ada perlu ngobrol sedikit."
Danes mengenal mahasiswi ini karena beberapa kali terlibat audiensi dengannya. Tapi lupa siapa namanya.
"Oh sebentar ya saya beresin anak saya dulu. Habis kecebur kolam ini."
"Papa papa turunin akuu!!"
Sepasang ayah dan anak itu lalu hilang dibalik pintu ruangan Prof Danes. Dari dulu Prof Danes memang terkenal sering membawa anaknya ke kampus, entah apa tujuan sebenarnya. Beberapa kali Shana juga sering melihat pria itu yang menggandeng anak lelakinya ke mobil. Beberapa mahasiswa bahkan terlihat akrab dengan Prof Danes. Entah karena memang menyukai anak kecil atau sedang cari muka pada ayah si anak.
"Ayo masuk." Prof Danes menyembulkan kepalanya dari celah pintu.
Shana diikuti Adrian dengan langkah ragu memasuki ruangan Prof Danes yang wangi minyak telon. Iya minyak telon! Lebih cocok menjadi kamar bayi ketimbang ruangan milik orang nomor 1 di fakultas pertanian. Anak Prof Danes yang tadi katanya habis kecebur kolam tampak sudah rapi dan duduk tenang di salah satu sofa sambil menonton sesuatu di ipad nya.
"Bagaimana bagaimana?" Setelah mempersilahkan Shana dan Adrian duduk, Prof Danes tidak menunggu lama lagi untuk mempertanyakan maksud dan tujuan kehadiran mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADVOKASI
Romanzi rosa / ChickLitShana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Himpunan. Walau hanya seorang staff, kinerja Shana tidak perlu diragukan lagi. Sampai keluar julukan...