bagian 3

80 43 6
                                    

Hari yang cerah cuaca pun bagus pada hari itu, tak panas dan tak pula mendung, seakan-akan semesta mendukung pertemuan kami berdua di hari itu.

Setelah menaiki motor bunga tak sungkan merangkul ku dari belakang saat sedang berboncengan di vespa butut milikku. Bergeming rasa di hati dan tak ada sepatah kata pun yang bisa di ucap, hangat rangkulannya membuat detak jantung berdebar dengan begitu hebat, dan rasa di hati menjadi bimbang, hati tak bisa menebak tentang rasa apa yang hadir, karena hati belum pernah merasakan hal yang hadir seperti saat ini.

Sebelum berangkat aku sudah bertanya kepada bunga, mau jalan ke mana dan dia menjawab, "terserah mau jalan ke mana, yang penting tempat itu menyenangkan."

Aku juga kebingungan mau ajak dia ke mana karena pada dasarnya aku tak pernah jalan keluar, apa lagi membawa wanita seperti ini. Di saat aku tengah kebingunan aku teringat sama tempat, tempat di mana ku merasa itu adalah tempat ternyaman yang ku miliki, yaitu rumah pohon di kebun teh ku.

Aku langsung memutar arah jalan, dan singgah sebentar untuk bertanya kepada bunga. Mau atau tidak dia pergi ke rumah pohon yang berada di kebun teh.

Dengan semangat bunga berkata, "ayok sepertinya seru!!"

Kami berdua langsung pergi kearah pedesaan, hingar bingar kota perlahan tak terdengar lagi karena arah jalan yang kami tempuh adalah jalan menuju pedesaan.

Takjub bunga melihat pemandangan kebun teh yang seluas mata memandang, sangat indah pemandangannya, sampai-sampai bunga merentangkan kedua tangan sambil menghirup udara segar.

"indahnya pemandangan kebun teh ini," takjub bunga.

"Ini semua kebun teh miliki mu ya?" tanya bunga.

Aku hanya menggelengkan kepala sebagai isyarat untuk menjawab pertanyaan bunga. Kalau kebun teh itu tentu bukan milikku, mana mungkin kebun yang seluas mata memandang itu milik ku semua, aku dan nenek hanya memilik kebun teh yang tidak terlalu luas.

Pemandangan yang indah melengkapi perjalanan kami berdua. Setelah cukup lama kami di perjalanan akhirnya kami sampai juga di tujuan. Terlihat dari kejauhan rumah pohon, rumah pohon miliku bisa terlihat dengan jelas karena tak ada pohon yang lebih tinggi dari rumah pohon milik ku, aku langsung menuju ke rumah pohon, sesampainya di sana ada nenek yang sedang memanen daun teh.

"Dawa ngapain ke sini? dan siapa wanita yang kamu bawa itu?" tanya nenek.

"Ini bunga nek," ucapku yang merperkenalkan bunga.

"Salam kenal nek," sapa bunga yang menjabat dan mecium tangan nenek.

"Nak bunga, ngapain kesini?" tanya nenek.

"Jalan-jalan nek, kayak liburan, bosan di rumah," jawab bunga.

"Oh kamu mau jalan-jalan kayak liburan itu ya nak bunga?" tanya nenek ke bunga.

"Iya nek, maaf telah mengganggu perkerjaan nenek," ucap bunga dengan canggung.

"Ahh enggak, enggak mengganggu sama sekali justru nenek seneng melihat dawa mempunyai temen secantik kamu!!" Seru nenek yang memuji bunga.

Aku yang tengah minum di antara mereka berdua tersedak saat mendengar ucapan nenek, dan bunga hanya tersimpuh malu mendengarnya.

Nenek pun mengajak bunga untuk memetik daun teh, tentu saja dengan semangat bunga mau membantu nenek memanen daun teh.

Dari rumah pohon aku memperhatikan mereka yang lagi memetik daun teh. Bunga yang selalu bersemangat, dan dengan rasa keingintahuan nya ia selalu bertanya kepada nenek.

Apakah daun yang ia petik itu benar? Apakah cara ia memanen itu sudah benar?

Dia selalu bersemangat dan selalu riang, kehadirannya sungguh menyingkirkan kekosongan dalam hidup, semua kehampaan tertepis olehnya, derita seakan akan menjadi bahagia jika bersamanya, mengenalnya adalah sebuah anugerah terindah dari tuhan.

Catatan DawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang