Mentari pagi kembali bersinar dari rembulan malam yang menggores luka di hati, jiwa ini terasa enggan menyambut pagi yang cerah. Namun sayang ketenangan yang di harapkan itu terganggu oleh suara ketukan pintu.
"Dawa bangun, hari sudah mau siang," teriak nenek sambil mengetuk pintu.
Dan mau tak mau aku harus bangun dari tidur yang nyaman, aku pun bersiap mandi untuk menyegarkan badan yang lesu, selesai mandi aku langsung pergi ke meja makan untuk sarapan.
"Nenek tidak ke kebun?" Tanyaku dengan bahasa isyarat.
"Tidak nak."
"Aku sangat malas hari untuk berkerja nek, aku mau libur dulu ya nek," ucapku dengan bahasa isyarat.
"Terserah kamu, nenek tidak pernah menyuruh mu untuk berkerja kamu saja yang keras kepala!"
"Iya nek maaf, hari ini aku mau ke rumah pohon saja nek." Ucapku dengan bahasa isyarat.
Setelah selesai sarapan aku pergi ke rumah pohon mengunakan motor vespa. Ya di saat rasa letih penat atau hal-hal yang mengganggu pikiran, aku selalu pergi ke rumah pohon. Nenek juga pernah bercerita kalau ayah dan ibu ku sering pergi ke sana tak heran jika di sana banyak album foto almarhum ayah dan ibu, bahkan ada juga foto ku yang masih kecil yang di gendong ibu. Meskipun mereka sudah lama tiada namun saat aku melihat banyak album foto mereka, aku merasa nyaman seolah-olah meraka ada di sisi, sebab itu lah mengapa aku selalu mengatakan kalau rumah pohon adalah tempat ternyaman.
Di perjalanan keheningan yang di selimuti kesunyian yang mendalam menemani perjalanan. Memang ini bukan untuk pertama kalinya kesunyian menyelimuti kehidupan ini, namun mungkin hati sedikit merindukan sosok seseorang yang pernah menepis semua kesunyian ini.
Sesampai di rumah pohon, aku langsung naik ke atas dan melihat pemandangan kebun teh yang indah dan ku hirup udah segar yang sejuk, damai terasa sekarang.
Dan aku masuk kedalam sembari memandangi keindahan senyuman ayah dan ibuku yang fotonya terpanjang di dinding rumah pohon, seakan akan senyum mereka itu menyambut kedatangan ku.
Dan aku langsung mengambil album foto yang berada di lemari, dan aku juga membuka jendela agar ada cahaya yang masuk untuk menerangi saat melihat album foto, aku duduk di meja kerja yang bersebelahan dengan jendela, meja tempat biasa ayah ku mengerjakan tugas dari kerjaan nya.
Lembar demi lembar ku buka halaman dari album foto dan di lembar yang ke empat aku terhenti tepat nya pas di foto ibuku. Dan aku bercerita dengan foto ibu. Memang tampak konyol berbicara dengan selembar foto, namun begitulah cara ku menuangkan isi hati kepada almarhum ibu dan ayah dan aku berharap mereka mendengar keluh kesah ku di surga.
"Ibu ayah, kemarin aku bertemu dengan sosok gadis yang cantik nan jelita, sepertinya dia juga baik hati, ibu dan ayah jangan salah paham dulu ya, karena tak ada niat di hati untuk mencintainya. Aku hanya ingin berteman baik dengannya, ingin selalu melihat ia bahagia, namun akhir-akhri ini sepertinya dia melupakan ku bu, tapi itu semua tak masalah asal ia selalu sehat dan bahagia." Curhat ku dalam hati.
Meski hati ini selalu merindukan hadir mereka, kehadiran yang terlupakan dan bahkan aku tak ingat sama sekali dengan kasih sayang yang pernah mereka berikan. Mungkin karena meraka meninggalkan ku saat umur ku masih tiga tahun, makanya aku tak ingat kasih sayang yang pernah mereka berikan, tapi meski begitu aku tetap menyayangi mereka bahkan tak pernah air mata ini keluar saat melihat foto mereka, aku tak ingin menangisi mereka karena aku tak mau membuat mereka khawatir di alam sana.
Di saat aku yang tengah asik melihat-lihat foto di meja, terdengar suara ketukan pintu dan terdengar juga suara yang tak asing lagi di telinga memanggil dan menyebut nama ku.
"Dawa apa kamu ada di dalam?" Panggil seseorang dari luar sambil mengetuk pintu.
Saat aku membuka pintu ternyata memang benar itu dia, bunga yang memanggil, namun belum sempat ia menyapa, aku langsung menutup pintu kembali.
Aku menutup pintu bukan karena marah apalagi kerena benci dengannya, tapi akal sehat seolah-olah berkata, tak ingin ada seorang pun yang mengubah hidup ku, akal sehat ku berpikir biarlah seperti ini, seperti sebagai mana mestinya, aku tak ingin hati ini selalu mengharapkan hadirnya untuk menghibur ke hampaan hidup, biarlah seperti ini karena hati sudah lama bersahabat dengan kehampaan.
Aku juga mengingat pesan dari ke dua sahabatku untuk menjauhi bunga, karena mereka bilang itu yang terbaik untuk ku. Meski begitu aku tak bisa membohongi hati ini bahwasanya jauh dari lubuk hati yang paling dalam aku sangat menginginkan kehadiran bunga untuk menjadi teman baik yang menemani hari-hariku, namun tak apa lah ini juga untuk kebaikan diriku sendiri.
"Dawa buka pintunya!" Teriak bunga sambil menggedor gedor pintu dengan keras. Namun tak ku hiraukan, aku kembali ke meja untuk kembali melihat-lihat album foto, dan ia terus menggedor pintu dan terus memanggil, itu cukup mengganggu suasana yang tenang.
"Dawa aku kesini hanya meminta maaf, tentang semalam!" ucap bunga dengan nada yang lirih.
Tak mau membuat bunga menunggu dan merusak suasana tenang ini lebih jauh lagi. Aku pun menulis di secarik kertas untuk menjawab pertanyaan bunga.
"Tak apa kamu tidak salah, aku sudah terbiasa seperti itu, karena memang pada dasarnya kerjaan ku seperti itu kan. Seharusnya aku yang meminta maaf karena tak bisa menghibur kalian di malam itu, ya sudah sekarang kamu pulang lah, aku hanya ingin sendirian di sini!!" Tulisku. Dan aku menyelipkan tulisan di bawah celah pintu, agar di baca oleh bunga.
"Kalau begitu aku akan menunggu mu di sini, sampai kamu membukan pintu!" Jawab bunga dari balik pintu.
Aku menghiraukan nya dan kembali lagi duduk ke tempat ku. Lama sudah berlalu suara bunga pun sudah tidak dengar lagi.
"mungkin dia sudah pulang," pikirku dalam hati.
Waktu terus berjalan dan aku masih asik melihat pemandangan di balik jendela, sebentar lagi hari sudah mau malam dan aku ingin menikmati berlalunya senja di hari yang cerah ini.
Tak puas rasanya jika menikmati senja hanya melihat di balik jendela, akupun ingin keluar agar leluasa memandangi pemandangan berlalunya senja.
Saat aku membuka pintu tiba tiba, "gedebuk!!!" Suara bunga yang terjatuh. Ternyata bunga belum pulang, dia masih menunggu ku sampai-sampai ia ketiduran sambil bersandar di balik pintu.
"Aduh sakit," rengek bunga yang kesakitan. Namun saat ia membuka mata, kembali, senyum indah nya kembali ku lihat dengan pasat dalam keadaan bunga yang masih terbaring karena terjatuh dari sandaran pintu saat ia masih tertidur.
"Hai," sapa bunga dalam keadaan masih terlentang terbaring.
"Bantuin aku berdiri napa, jangan di lihat aja, sakit tau!" Ucap bunga sambil menjulur kan tangan. Mau tak mau aku harus menyambutnya agar ia bisa berdiri, akhirnya bunga berdiri, berdiri sejajar dengan ku dan kami saling berhadapan.
"Terimakasih," ucap bunga dengan senyum. Aku hanya membalas ucapannya dengan anggukan kepala.
"Lama sekali sih buka pintunya, sampe-sampe aku ketiduran," tanya bunga. Aku hanya diam tak menjawab dan aku berlalu begitu saja meninggalkan nya, sampainya aku di pinggir rumah pohon dan menemukan tempat yang pas untuk menikmati pemandangan senja.
Aku duduk di situ sambil menjuntai kan kaki, yang di ikuti juga oleh bunga dengan tiba-tiba bunga juga duduk di sebelah ku.
Tak ada sepatah kata pun terucap, bunga duduk di sebelah ku dengan pandangan yang lurus kedepan, sendu tatapan bunga, mungkin aku yang salah karena terlalu keras padanya, padahal kalau di pikir-pikir ia tak salah sama sekali terhadap diriku.
"Maaf ya dawa." Ucap bunga lirih, sembari menyandarkan kepalanya di bahu ku. Dengan seketika hancur hati ku berkeping keping saat melihat wajah sendunya, aku telah berdusta kepada bunga aku telah ingkar dengan diriku sendiri.
Aku yang menginginkan bunga selalu bahagia dalam hidupnya, tanpa aku sadari perbuatan ku ini telah membuat perasaannya tergores, melihat wajah sendu yang tak ada ekspresi nya itu membuat ku sadar, bukan bunga yang telah berubah justru sebaliknya aku lah yang sudah berubah...
.
.
.
.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Dawa
General FictionDawa adalah seorang pria yang mempunyai keterbatasan fisik, dia bisu tak bisa berbicara, dawa merasa tidak ada hal yang istimewah dalam hidupnya. Namun pada suatu hari dawa bertemu dengan sosok wanita yang membuat dawa merasa hidupnya menjadi berwar...