bagian 12

49 29 4
                                    

Layu bunga tak memekar, tandus gersang seperti tak ada tanda kehidupan yang bersemi, kebahagiaan seolah-olah di rampas oleh kenyataan yang kejam. Aku harus tabah menerima semua kenyataan ini, aku pasrahkan kepada takdir, biarlah takdir berjalan dengan semestinya.

Setelah selesai berbicara mama bunga izin untuk menyudahi kunjungan nya di rumah ini, nenek mengantar ia sampai di depan pagar rumah, agar memastikan kami menyambut tamu dengan baik.

Aku hanya duduk termenung di kursi, sembari menahan rasa kecewa di hati, mungkin tampak lesu di wajah hilang ceria dan seakan hilang semangat.

"Dawa, apa yang akan kamu lakukan setelah mendengar ucapan mamanya bunga?" tanya nenek sesudah mengantar mama bunga keluar.

"Aku akan menjauhi bunga, seperti apa yang di pinta oleh orang tuanya!" Ucap ku dengan bahasa isyarat.

"Nenek tak akan ikut campur, tapi nenek akan selalu mendukung apa jalan yang akan kamu pilih" ucap nenek yang menenangkan.

Tidak mau nenek melihat wajah murung ku, aku langsung berpamitan ke nenek, untuk melakukan kegiatan apa yang telah ku rencanakan hari ini.

*
*
*

Masih terasa dan rasanya telinga masih berdenging mengenang ucapan mama bunga, ucapan itu seolah-olah membayangi diri ku, sungguh tak nyaman perjalanan ku kali ini menuju rumah pohon.

Desus angin sepoi-sepoi seolah menyambut kedatangan ku di rumah pohon, suasana yang sepi membuat suara ranting pohon yang tertiup angin terdengar begitu jelas.

Sesampainya aku di rumah pohon, tepat di bawah aku memakir sepeda motor, ku lepas helm ku sembari duduk di atas motor vespa, sejenak ku diam memandangi daun-daun teh yang bergoyangan tertiup angin.

Kosong pikiran ku melamun, seperti pikiran ku melayang jauh tertiup angin, suatu hal yang membuat ku nyaman akan kesendirian diri untuk menikmati pemandangan ini, suasana yang membuat tentram pikiran.

Nyamannya tiupan angin, membuat tubuh ini ingin sejenak berbaring, rasa malas membuatku enggan untuk naik ke rumah pohon, seolah tubuh ini malas untuk bergerak meski jaraknya tak jauh, karena rasa malas untuk bergerak, membuatku berbaring di atas motor dengan posisi kaki yang berada di stang motor dan dengan tangan sebagai gantinya bantal.

Silau matahari terhalang oleh bayangan teduh rumah pohon, membuat mata leluasa memandangi pergerakan awan, berbaringku di atas motor sambil melihat pemandangan awan nan indah.

Mata menjadi sayu sayu seperti akan terpejam dengan perlahan, rasa kantuk pun hadir, cerah pemandangan langit perlahan memudar menjadi hitam pekat, dan tak lama mata tertutup, aku tertidur terbuai oleh rasa nyaman suasana sejuk yang di hembuskan angin.

*
*
*

Tidur nyaman ku terusik oleh gigitan nyamuk sialan yang membuat aku terjaga dari tidur. Sibuk ku menipis-nipis nyamuk, ingin menghalau nyamuk yang mengganggu.

Nyamuk tak mau pergi menjauh, jenuh ku menghalaunya, sampai membuat mata yang masih dengan keaadaan tertutup menjadi terbuka.

Aku terkejut saat membuka mata, melihat matahari sudah ingin sampai ke penghujung untuk terbenam menutup hari, entah berapa lama aku tertidur sampai senja datang menjemput.

Meski nyamuk sialan itu mengganggu tapi untuk kali ini harus ku ucapkan terima kasih, untuk membuat ku terbangun dari tidur, kalau tidak, mungkin entah jam berapa aku terbangun.

Ke rumah pohon sudah ku datangi tapi hati masih terasa gundah, hanya sesaat membuat ketenangan di hati. Dan kali ini aku memutuskan untuk pergi ke taman tempat ku berkerja, sudah lama aku tidak melihat tempat ku bekerja.

Catatan DawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang