TATAPNYA tak kunjung lepas dari mading. Fika benar-benar terkejut dengan hasil skor ranking paralelnya yang turun ke peringkat dua. Sementara di posisi pertama sudah tercantum nama Zara Raihana yakni teman kelasnya sendiri.
Fika berbalik, tatap matanya nampak kosong. Bagaimana ini bisa terjadi sementara ia selalu bekerja keras untuk mempertahankan nilainya. Lantas, bagaimana reaksi David jika tahu posisinya telah lengser terganti dengan yang lain.
"Udah diliat hasilnya? Bener posisi lo turun?" tanya Arthur hati-hati, khawatir menyinggung perasaan Fika.
Fika menghela panjang, mengangguk tanpa minat. "Kenapa bisa turun, ya? Padahal gue udah belajar keras buat semuanya," katanya masih enggan menerima fakta.
Arthur bungkam, lidahnya mendadak kelu. Arthur bingung harus memberi respon apa.
"Mungkin gue kurang maksimal belajar. Salah gue juga kemarin sempet males-malesan, makanya mungkin Tuhan negur gue kali ini biar nggak diulangin lagi."
Fika menoleh, senyumnya nampak nyeri. "Gue gak ke kantin dulu, gue pengen ke Perpus. Lo kalo mau ke kantin sok aja."
Setelah berbicara demikian, Fika lantas menggiring langkah meninggalkan Arthur yang masih menatapnya dengan simpati. Arthur sendiri ikut bingung, kenapa nilai Fika bisa turun.
Arthur berdecak, lalu berjalan mendekati mading untuk melihat selembar kertas yang telah berhasil membuat Fika sedih.
Sebelum pergi ke Perpustakaan, niat awal ingin mengambil buku di kelas justru malah berakhir dengan kesal dan sedih yang menyatu.
Fika dibuat terkejut dengan suasana kelas.
Saat Fika masuk ke kelas, hampir seluruh teman kelasnya merayakan kemenangan Zara karena telah menempati posisi pertama sebagai pemilik nilai paling tinggi. Suasana yang sebelumnya penuh sorak sorai bahagia mendadak senyap karena kehadirannya yang tiba-tiba.
Fika berusaha bersikap biasa saja, bahkan netranya sama sekali tidak membalas seluruh atensi yang kini tertuju kepadanya.
Namun, suasana semakin terasa canggung ketika Reno—murid yang terkenal paling ceplas-ceplos di segala situasi memecah keheningan dengan mengatakan, "Kenapa pada diem? Bukannya barusan kita happy-happy ngerayain Zara? Tapi pas dateng Fika malah jadi pada diem gini."
Dinar si ketua kelas melotot pada Reno. Semuanya mendadak mati kutu, beberapa di antaranya saling menyikut lengan satu sama lain. Bahkan, Zara sendiri pun ikut merasa tidak enak meski sebenarnya ia sedang dilanda perasaan bahagia.
"Samperin sana." Dafa memerintah menggunakan isyarat mulut pada Kania. Setelahnya, banyak dari mereka yang ikut menyerukan agar Kania menghampiri Fika yang masih sibuk menyiapkan buku-bukunya.
Kania nampak protes. "Kenapa gue?" balasnya berbisik.
"Lo kan yang paling deket sama dia," Dafa menyahuti.
Akhirnya, setelah mendapat banyak desakan dari teman-temannya, Kania dengan berat hati merajut langkah mendekati Fika. Entah mengapa ia yang biasanya tak pernah merasa canggung pada Fika berubah menjadi secangung ini.
"Abis dari mana, nih?" tanya Kania basa-basi.
Fika menutup resleting tasnya, netranya naik menatap Kania balik. "Abis dari mading. Nilai gue turun, makanya sekarang gue mau belajar buat ngerebut posisi gue lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKA DAN EKSPEKTASI [BELUM END-TAHAP REVISI]
Teen FictionAwalnya, Fika kira hidupnya hanya akan dihabiskan untuk memenuhi seluruh ekspektasi ayahnya yang menginginkan Fika untuk meraih angka-angka favoritnya. Namun, pasca masuknya nomor asing yang tidak Fika ketahui, hidupnya perlahan-lahan mulai berubah...