MEREKA berempat baru saja selesai mengisi perut. Saking laparnya, Azka bahkan sampai memesan dua kali sebagai porsi menu tambahan. Sedikit aneh memang jika seseorang yang memiliki hobi makan seperti Azka masih tetap memiliki porsi tubuh ideal. Bahkan, Azka mengungkapkan dirinya sangat sulit sekali untuk menambah berat badan.
"Lo gak ada kenyangnya, Ka? Kurang dari 20 menit yang lalu kita baru beres makan, loh. Sekarang lo beli lagi kebab. Gak begah itu perut?" Garda bertanya heran.
Masih dalam keadaan mengunyah, Azka menyeruput es jeruknya. "Gue gampang banget laper."
Setelah berputar-putar untuk mencari wahana yang ingin mereka coba, akhirnya wahana pertama yang akan dicoba jatuh pada wahana kora-kora. 1 tiket dihargai dengan 25 ribu. Setelah melakukan transaksi, akhirnya mereka bisa langsung menaiki wahana tersebut.
Fika, Garda, Arthur, dan Azka memiliki ekspresi tersendiri. Fika sendiri memang suka sekali wahana yang dapat memicu adrenalin, tapi Fika juga tidak dapat memungkiri kalau dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bisa berteriak. Garda justru terlihat menikmati permainan, sementara Azka ikut heboh sendiri dengan posisi duduk di belakang bersama dengan Arthur dan 2 orang yang tidak mereka kenal.
"Berisik!" protes Arthur meneriaki Azka.
Setelah sesi permainan berakhir, Fika dan Garda bersegera turun. Tak terkecuali Azka, ia masih sedikit terlihat syok ditempatnya.
"Minggir!" ucap Arthur seraya mendorong Azka agar sedikit menyingkir.
Setelah kembali mencari wahana yang ingin dinaiki, Fika akhirnya menunjuk sebuah wahana yang dikenal sebagai wahana ombak banyu. Dengan riangnya Fika menarik Garda untuk menaiki wahana tersebut. Saat Arthur hendak menyusul, Arthur mengurungkan niatnya ketika merasa Azka hanya diam di tempat dan menatap wahana tersebut horor.
"Lo gak naik?" tanya Arthur.
Azka menggeleng pelan, wajahnya terlihat pucat.
"Lo sakit?" tanya Arthur.
"Gue mual, pengen muntah."
Arthur bergidik, kemudian kembali melangkah untuk menyusul Fika dan Garda yang sedang mengantri di loket pembelian karcis.
Fika melihat ke sekelilingnya, matanya tidak mendapati keberadaan Azka.
"Azka mana?" tanya Fika.
Garda ikut melihat ke setiap pengunjung yang akan mengikuti permainan ombak banyu. "Loh, iya. Si Azka ke mana?"
"Tuh."
Fika dan Garda melihat Azka yang tengah duduk di salah satu bangku yang disediakan di dekat wahana ombak banyu. Azka terlihat duduk lemas dengan wajah yang memucat—tentunya seraya memasukkan satu persatu kue cubit yang masih panas ke mulutnya.
"Dia sakit?" tanya Fika.
Arthur menggeleng samar. "Gak tahu, tapi dia ngeluh mual."
Garda tertawa pelan. "Sakit, sakit, tapi tetep aja makan," katanya membuat Arthur dan Fika ikut tertawa.
Setelah selesai menaiki wahana ombak banyu, mereka langsung bergegas kembali mencari wahana yang lainnya. Hampir semua wahana mereka coba. Seperti bom-bom car, burung sangkar, kereta api anak-anak, permainan memancing ikan, permainan memanah dengan hadiah boneka, dan masih banyak lagi. Sesi wahana terakhir yang mereka coba ada di komedi kuda putar. Wahana ini adalah wahana yang paling difavoritkan oleh Fika. Arthur pula masih mengingat bagaimana bahagianya Fika saat Fika menaiki wahana tersebut saat itu.
"Ogah, ah. Itu buat bocil, gue kan udah gede." Azka menolak keras, merasa malu jika harus menaiki wahana tersebut.
"Ya bodo, lagian gue juga gak ngajak kalian. Gue pengen naik itu sendirian," balas Fika.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKA DAN EKSPEKTASI [BELUM END-TAHAP REVISI]
Teen FictionAwalnya, Fika kira hidupnya hanya akan dihabiskan untuk memenuhi seluruh ekspektasi ayahnya yang menginginkan Fika untuk meraih angka-angka favoritnya. Namun, pasca masuknya nomor asing yang tidak Fika ketahui, hidupnya perlahan-lahan mulai berubah...