FIKA membuang wadah susu kotaknya ke tempat sampah seraya fokus memandangi satu objek di depannya sampai objek tersebut hilang ditelan tikungan jalan.
Di penghujung sore hari ini, Fika memutuskan untuk pulang lebih cepat karena ia memiliki jadwal les bersama guru private-nya. Seperti dugaannya, Hyla—mahasiswa semester 6 yang kini berstatus sebagai guru private-nya sudah menunggu di ruang tamu. Hyla sedang mengobrol ditemani oleh Atik, asisten rumah tangga.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," serentak keduanya menjawab salam Fika.
"Berhubung Non Fika-nya udah dateng, saya permisi ke belakang ya, Teh."
Hyla mengangguk, memberi senyum ramah. "Oh, iya, Bi."
Tanpa mengganti terlebih dahulu seragamnya, Fika langsung mengambil posisi duduk berselonjor di bawah. Seluruh buku dari dalam tasnya ia keluarkan. "Hari ini gak usah belajar Fisika, belajar Matematika aja, Teh."
Kening Hyla mengerut. "Kok, Matematika? Teteh, kan ngajar Fisika, Fika."
Fika berdecak sebal. "Fika di suruh ikut Olimpiade Matematika sama guru Fika. Terus papa minta Fika juga buat ikut Olimpiade Fisika. Mumpung seleksi masih ada semingguan lagi, kita belajar Matematika dulu. Nanti, kalo Fika beneran lolos kita belajar lagi Fisika."
"Jadi kamu ikut 2 olimpiade sekaligus?" tanya Hyla.
"Iya," Fika menyahut ketus. "Sebelumnya Fika udah protes ke papa buat ikut salah satu aja, tapi papa keukeuh nyuruh Fika buat ikut dua-duanya."
"Emang gak akan keteteran? Matematika sama Fisika itu rumusnya berlawanan, loh. Kamu juga nggak takut jadwalnya bakal tubrukan?"
"Tanyain aja langsung sama papa, Fika udah ngomong berusaha ngejelasin ini-itu. Tapi kata papa tetep aja harus ikut dua-duanya. Mau gak mau Fika harus nurut, Teh Hyla kaya nggak tau aja tabiatnya papa gimana," Fika menyahut jengkel. Ada perasaan kesal begitu membahas kembali perihal olimpiade.
Hyla nampak berpikir seraya memperhatikan Fika yang terlihat kesal luar biasa.
"Fika?"
Fika bergumam sebagai respon, jemarinya sibuk mengutak-atik layar ponselnya.
"Gini, deh ... berhubung Pak David orangnya nggak bisa ditolak kalo udah minta apa-apa, kata kamu barusan di suruh ikut Olimpiade Matematika-nya karna diminta sama guru kamu, kan? Itu olimpiade-nya emang Matematika aja atau ada pilihan lain?"
Fika menggulir kepala, balas menatap Hyla yang tengah menatapnya menanti jawab. "Ada banyak, hampir keseluruhan mata pelajaran ada."
"Fisika masuk gak?"
Fika mengangguk. "Masuk."
"Kalo gitu, apa kamu nggak nyoba berubah haluan ikut seleksi Olimpiade Fisika aja di sekolah? Biar ringan sedikit, jadi belajarnya bisa fokus ke Fisika." Hyla mencoba memberi saran.
"Maksudnya, Fika nggak usah nurutin permintaan buat ikut Matematika dan milih Fisika aja, gitu?"
Hyla mengangguk antusias. "Iya, Fika. Nggak semua orang wajib kamu ikutin maunya. Dari pada kamu keteken terus berujung stres, Teteh ngasih saran buat kamu ikut Olimpiade Fisika juga di sekolah. Soal guru kamu, pasti beliau juga bakal ngerti dan nerima-nerima aja keputusan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKA DAN EKSPEKTASI [BELUM END-TAHAP REVISI]
Teen FictionAwalnya, Fika kira hidupnya hanya akan dihabiskan untuk memenuhi seluruh ekspektasi ayahnya yang menginginkan Fika untuk meraih angka-angka favoritnya. Namun, pasca masuknya nomor asing yang tidak Fika ketahui, hidupnya perlahan-lahan mulai berubah...