MASIH setengah mengantuk, Fika tetap mempertahankan diri untuk tidak tumbang hingga kegiatan belajar-mengajar di kelasnya selesai. Meski sedikit hilang fokus, Fika tetap memaksakan diri untuk menyerap semua materi yang diberikan.
Sampai ketika suara bel istirahat berbunyi, Fika menghela napas lega.
Usai guru yang mengajar pamit meninggalkan kelas, kegaduhan mulai tercipta, beberapa murid laki-laki mulai menarik diri berkumpul di sudut kelas untuk bermain game online di ponsel.
Fika merenggangkan tubuhnya, rasa nyaman langsung menyambut.
"Ke kantin gak?" tanya Kania. Kania sudah siap hendak pergi bersama yang lainnya.
Fika tengah menimang sampai akhirnya ia memutuskan untuk tidak ikut. "Nggak, deh. Kayanya gue mau tidur aja di sini."
Kania mendesis heran. "Perasaan lo tidur mulu tiap hari. Nggak laper perut lo? Atau gini, mau nitip aja?"
Fika menggeleng seraya menguap. "Nggak, nanti juga ada Arthur ke sini nganterin makan buat gue. Cepet pergi, entar keburu bel masuk, loh."
"Iya, iya, enak banget yang punya temen spek doi, mah."
Fika mengudarakan tawa mendapat cibiran kecil dari Kania. "Makanya cepet-cepet taklukin crush-crush lo biar ada yang nganterin makan ke kelas."
"Berisik!" balas Kania sinis sebelum hilang di telan dinding bangunan.
Fika mengeluarkan buku-bukunya dari keranjang meja. Seperti biasa ia akan menghabiskan separuh waktu istirahatnya untuk belajar mandiri. Sudah menjadi rutinitas sehari-hari Fika melakukan ini. Bahkan, seluruh teman sekelasnya pun sudah tahu kebiasaan Fika. Soal akan tidur, Fika hanya mengalibi.
Di tengah-tengah aktivitas belajarnya, lewat sudut matanya, Fika mendapati seseorang baru saja tiba dan berdiri tepat di sampingnya. Fika mendongak, menolehkan kepala pada sang empu.
"Udah diisi belom formulirnya?"
Fika menarik netranya dan menjatuhkannya pada buku di depannya.
"Udah," balasnya asal tanpa menatap Zara.
Arah pandang Zara beredar memperhatikan sekitar, seperti tengah mencari peluang untuk melakukan sesuatu. Tangannya bergerak cepat meraih buku Fika, saat Zara hendak melemparkan buku tersebut, dengan cepat Fika menahan tangan Zara.
Tatapan tajam mereka bertemu.
"Mau ngapain? Nggak diajarin sopan santun sama orang tua lo sampe narik gitu aja buku punya orang lain?"
Zara berusaha menarik tangannya dari genggaman Fika.
Fika menghempas tangan Zara, merebut paksa bukunya dari Zara. Fika memiringkan senyumnya, tangannya bergerak seakan sedang membersihkan bukunya yang kotor.
Fika membenarkan posisi kacamatanya, lantas kembali fokus menulis. Namun, mendapati Zara masih belum enyah dari pandangan, Fika kembali mendongak.
"Nggak belajar? Bukannya lo lagi ambis buat ngalahin gue di seleksi olimpiade nanti, kan?"
Zara berbalik seraya menghentakkan kakinya ke lantai. Halisnya terangkat sebelah melihat sikap Zara yang mulai memunculkan gelagat tak biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGKA DAN EKSPEKTASI [BELUM END-TAHAP REVISI]
Novela JuvenilAwalnya, Fika kira hidupnya hanya akan dihabiskan untuk memenuhi seluruh ekspektasi ayahnya yang menginginkan Fika untuk meraih angka-angka favoritnya. Namun, pasca masuknya nomor asing yang tidak Fika ketahui, hidupnya perlahan-lahan mulai berubah...