Lens #12 - Frenemy

412 71 4
                                    

Song for this chapter:
Paramore - Told You So

🌸🌸🌸


Aksa Hendriatmadja. Si berengsek opurtunis yang ternyata sangat narsis dan ceroboh itu benar-benar nggak ada duanya. Pria mana di dunia ini yang sebentar lagi akan menikah tapi mengunggah video sedang bersenang-senang dengan perempuan lain? Bahkan menciumnya yang sialnya perempuan itu adalah aku. Seketika aku langsung diserang kekhawatiran yang menjadi-jadi. Pria itu punya rekaman video saat kami bertemu di kelab malam, apa aku juga harus khawatir kalau-kalau dia juga merekam sesuatu saat kami bermalam di hotel?

Aaaargh.... ini gila!

"Gue udah agak curiga pas lo kelihatan nggak hepi setelah tahu klien kehormatan Bu Sandra kali ini siapa," ucap Mila. Ia mencomot dengan rakus satu roll tuna sushi dan mencocolkannya dalam genangan kecap asin. Siang ini aku terpaksa menyeretnya keluar dari kantor Belle Ame dan tengah mengupayakan aksi sogokan supaya Mila—yang sekali pun nggak pernah menyukai sikapku—nggak memberi tahu siapa pun tentang video yang baru saja kami saksikan beberapa puluh menit yang lalu.

"Sumpah, Mil.... kali ini gue nggak pengen ngakuin apa yang lo omongin bener, tapi.... seriously. Kenapa sosok yang party semalam suntuk sama gue ternyata adalah Aksa Hendriatmadja yang pernikahannya bakal jadi salah satu proyek besar buat Belle Ame."

"Yakin kalian cuma party doang?" tembaknya.

Aku yang tengah menenggak teh jepang tak sengaja tersedak dan terbatuk-batuk.

"Wait, lo.... lo beneran ada apa-apa sama Aksa itu?"

Aku terdiam lama sebelum akhirnya mengangguk. "It's just one night stand. Gue bahkan nggak pernah tahu namanya siapa sampai gue lihat cowok itu di ruangan Bu Sandra kemarin."

Kali ini aku merasa sudah nggak bisa lagi mengelak. Rasanya aku pun bisa meledak jika menyimpan rahasia ini sendirian. Tetap saja, aku menyesalkan kenapa harus Mila di antara orang lain yang tahu tentang hubunganku dengan Aksa. Dan saat aku melihat ekspresi perempuan di hadapanku, dia benar-benar nggak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Gila lo, Tra.... lo tidur sama calon suami orang?" serunya.

"'Pernah' tidur sama orang yang gue nggak tahu saat itu dia udah punya tunangan yang bakal dia nikahin. Oh, c'mon, Mil.... mungkin dunia gue keliatan liar di mata lo, tapi apa yang gue lakukan ini nggak bisa lo sebut 'gue tidur sama calon suami orang' karena rules nggak tertulis, one night stand nggak mewajibkan gue kenal sama orang yang seranjang sama gue karena toh gue nggak akan ketemu orang itu lagi, demi tuhan."

Mila kelihatan nggak setuju dengan pernyataanku. Seperti biasanya.

"Buat gue, yang lo lakuin sendiri udah nggak masuk akal. Tidur sama laki-laki yang belom lo kenal. Gimana kalau mereka punya penyakit menular seksual?"

"That's why I'm using condom. Perlu gue jelasin juga nggak nih kondom itu apaan?" ujarku ketus. I know I'm being bitchy right now, tapi rasanya aku hampir-hampir gila membayangkan bahwa jika sampai cerita ini melebar sampai ke telinga keluarga klien, aku khawatir orang-orang yang lebih kolot dibandingkan Mila akan menghakimiku semena-mena. Harga diriku saja sudah sedemikian jatuh di depan rekan kerja yang nggak pernah satu suara denganku dan selalu mengkritikku. Selain bersikap bitchy dan cranky, aku nggak tahu lagi harus bereaksi bagaimana untuk menutupi rasa maluku.

"Sori kalau gue kasar, Mil. Gue udah nggak tahu lagi mesti gimana lagi. Gue mati-matian menutupi rahasia ini, berusaha supaya Livi dan keluarganya nggak tahu kelakuan calon lakinya. Tapi, kelihatannya cuma gue yang menganggap ini masalah besar sementara calon lakinya Livi, Aksa si berengsek itu justru nggak merasa perbuatannya itu bisa menimbulkan masalah. Malahan dia justru tenang-tenang saja mengunggah video gue di channel dia," geramku.

Di luar dugaan, Mila terlihat atentif mendengarkan keluhanku. Sedikit membuatku takjub bahwa semula aku mengira akan mendengar racauan dia yang berisi kritikannya akan kebiasaanku. Entah, aku pun tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Mila sekarang.

"Yang gue penasaran, kenapa lo mesti menutupi mati-matian hal itu? Oke, soal lo tidur bareng dan one night stand atau apalah yang lo bilang harusnya itu bukan kesalahan lo kalau lo emang nggak pernah kenal laki-laki itu sebelumnya, but di luar itu semua... Keterkaitan antara lo dan Aksa, gue rasa nggak perlu ditutup-tutupi. Just say it kalian kenal dan pernah ketemu di suatu party, beres kan?"

Aku tercengang. Merasa nggak percaya Mila lah yang baru saja melontarkan ucapan sesantai itu.

"Mil, lo yakin itu yang lo pikirin? Bentar, lo beneran Mila bukan sih? Mila yang selalu nggak suka sama gaya hidup gue," tanyaku keheranan.

"Nggak suka bukan berarti gue nggak mengakui itu ada. Menurut gue Aksa sepertinya jauh lebih liar dibandingkan elo. Melihat gimana dia santainya mengunggah video dia nyium lo di akun publik artinya dia sendiri nggak menganggap itu masalah besar. Yang artinya lagi, mungkin Livi udah terbiasa dengan calon lakinya yang kayak gitu. Ngeliat lo panik gini, kayak bukan lo aja yang sehari-hari udah... you know... liar."

Aku terhenyak. Aku mulai berpikir yang disampaikan Mila mungkin benar. Mungkinkah aku terlalu berlebihan dalam bereaksi? Atau ada hal lain yang kutakutkan selain bahwa Livi mengetahui hubunganku dengan Aksa? Di saat itu, bayangan Krisna seketika mengambang di dalam pikiranku.

Oh shit. Apakah aku sedang menutupi sesuatu dari Krisna?

"Benar kan? Lo punya alasan lain kenapa lo mesti mati-matian nutupin kenyataan kalau lo sudah pernah ketemu Aksa sebelumnya?" Mila terlihat sangat senang dengan fakta semua tebakannya hari ini benar dan aku benci bagaimana Mila mengetahui semua kelemahanku.

Aku menggeleng kuat-kuat. "Nope. Nggak ada alasan lain. Gue cuma nggak tega andai Livi tahu karena gue kenal dia sejak dia masih polos. Lagipula, gue juga udah kadung bilang ke mereka kalau yang pernah tidur sama gue itu teman Aksa. Nggak mungkin gue tiba-tiba ngeralat omongan gue sendiri. Makin ketahuan kalau gue bohong kan?"

"Are you sure?"

"Dan juga karena dia adik kelas gue dan abangnya mantan kakak kelas gue juga."

"Ahhhh.... abangnya. Jadi lo juga kenal baik dengan abangnya." Mila mengangguk-angguk penuh arti.

Apa aku baru saja mengelak sekaligus nggak sengaja memberitahunya apa yang ada di kepalaku? Gila lo, Petra.... sejak kapan lo jadi perempuan yang mudah dibaca kayak gini?

***

Through My LensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang