Song for this chapter: Olivia Rodrigo - All I Want
🌸🌸🌸
Kapan tepatnya aku berhenti keluar masuk klub karena kebiasaanku yang mudah jatuh cinta, aku juga nggak pernah ingat. Yang aku tahu, sejak aku disibukkan dengan aktivitas jurnalistik yang selalu didampingi Krisna, aku merasa telah menemukan tempatku di situ. Berbeda dengan klub lain yang hanya memanfaatkan keberadaanku tanpa benar-benar menghargaiku, Krisna sungguh-sungguh menganggapku bagian penting dari dirinya dan juga klub jurnalistik. Satu-satunya hal yang membuatku nggak betah berada di klub itu hanyalah keberadaan Alya. Saat Krisna bersama yang lain dan Krisna yang bersama Alya, seperti dua sisi koin yang berbeda.
Saat bersamaku dan anggota lainnya, Krisna sangat antusias dan bersemangat. Akan banyak ide-ide segar keluar dari mulutnya saat membicarakan topik-topik liputan, terutama kuliner, hal yang paling ia sukai. Namun, sedikit saja saat Alya berada di ruangan yang sama dengan Krisna, pemuda itu seolah kehilangan dirinya dan apa yang dia sukai. Dunianya seolah digantikan dengan segala hal tentang Alya. Alya yang menyukai bunga segar, Alya yang menyukai sepatu Converse warna pink, Alya yang feminin dan suka menghabiskan waktu berlama-lama di toko perabot demi berpura-pura menjadi pemilik rumah yang ingin mendandani interiornya. Alya yang dengan kelembutannya berhasil mengendalikan satu pemuda dan membuatnya tak berkutik di kakinya.
Sejujurnya aku bukannya nggak pernah terbersit untuk keluar dari klub atau pindah ke klub lain. Berkali-kali melihat interaksi Krisna dan Alya membuatku sadar nggak ada celah untukku di antara mereka. Ditambah saat itu aku sudah insecure dengan diriku sendiri yang dipenuhi jerawat di muka. Aku nggak pernah bermimpi untuk mendapatkan hati Krisna. Hanya saja, setiap aku berpikir ingin keluar, aku membayangkan akan kehilangan sorot mata Krisna yang antusias membicarakan rencana proyek klub dan liputan kami. Buatku yang menemukan kenyamanan dan rasa aman di klub jurnalistik, aku takut jika keluar akan membuatku menyesal setengah mati. Dan yang paling aku takuti, aku takut nggak bisa melihat senyum Krisna lagi.
Hari-hariku berlangsung seperti musim semi dan musim dingin. Musim semi jika aku melakukan proyek hanya berdua dengan Krisna, musim dingin jika Alya berada di tengah-tengah kami karena tentu saja Krisna akan terlalu sibuk dengan perhatiannya hanya tersita untuk Alya. Dan yang tahu tentang itu adalah Livi, adik Krisna.
Sekarang, jika aku ditanya apakah aku bersedia mengulang kondisi yang sama dengan Alya berada di tengah-tengah kami? No, tentu saja aku nggak mau. Karena itu, nggak peduli berapa banyak orang yang memberitahuku bahwa Krisna adalah sosok ideal untukku, aku nggak akan terjebak dalam situasi yang sama lagi seperti dulu. Sudah cukup.
Itu yang aku yakini...
Hanya saja saat aku mengucapkan di depan Mila, kenapa sekarang aku memikirkan lagi seolah bukan itu jawaban yang aku inginkan?
"Lo di sini rupanya," ucap Troy, temanku yang adalah DJ di sebuah pesta di apartemen mewah milik kenalannya.
Setelah aku selesai makan berdua dengan Mila, aku bilang padanya akan langsung pulang. Sayangnya, isi kepalaku sungguh berisik untuk dihabiskan dengan merenung seorang diri di rumah dan aku butuh meredakannya dengan berada di tempat yang riuh sekaligus hingar karena suara musik. Jadilah aku mengiyakan ajakan Troy untuk datang ke sebuah pesta yang diadakan anak pejabat entah siapa di sebuah apartemen mewah.
"Lo udah lama nggak party-party, sekalinya datang masak lo cuma mojok sendiri di balkon? Ayo dong ramein. Gue kangen nih lihat lo nge-dance dan bikin hidup suasana," pinta Troy, menggandeng lenganku supaya menghampiri sumber keriuhan pesta di tengah-tengah kerumunan orang yang menari-nari mengikuti irama musik.
Secara pelan, aku menyingkirkan lengan Troy dan tanganku.
"Sori, Troy... Nggak dulu kayaknya. Gue lagi nggak mood buat jingkrak-jingkrak," ucapku, kini menenggak minumanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through My Lens
ChickLitPetra Larasati, si kutu loncat dalam pekerjaan dan dalam hal segala hal, termasuk percintaan. Doyan jatuh cinta, tapi tidak pernah menjalin hubungan serius. Di antara banyak job yang ia lakukan, Petra memutuskan untuk yang menjadi fotografer di seb...