EPISODE 10.4

37 4 0
                                    

⭐VOTE DAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA⭐

Di dalam kamar Bando Hotel, Yeo-hee terbaring lemas setelah bahunya tergigit orang terinfeksi Yacha. Lee Rang berlutut di pinggir ranjang dengan kedua tangan menggenggam erat tangan Yeo-hee.

"Berapa permohonan yang tersisa untukku?" tanya Yeo-hee begitu lemas.

"Permohonan?

"Masih ada beberapa lagi, 'kan? Ini permohonan terakhirku. Keluar dari kamar ini. Dan menjauhlah sebisa mungkin," kata Yeo-hee yang wajahnya pucat begitu pula bibirnya.

"Tidak," tolak Lee Rang.

"Kalau begitu, berjanjilah. Jika aku berubah... bunuh aku," kata Yeo-hee lemah.

Lee Rang merubah posisinya menjadi berdiri. "Tidak. Aku akan mati bersamamu. Rubah hanya mencintai satu wanita... sampai mati."

Yeo-hee mulai memikirkan masa-masa indahnya. "Kau tahu, aku sangat menyukai Gyeongseong. Lampu-lampu di kelab. Dan kostum panggung yang elok. Perhiasan di butik kami. Gyeongseong dipenuhi dengan kilauan. Tapi yang bersinar paling terang di Gyeongseong... adalah kau, Lee Rang."

Tangan kiri Lee Rang terulur membelai wajah Yeo-hee. Tangan kanan Yeo-hee memegang pergelangan tangan Lee Rang.

Tiba-tiba saja tangan Yeo-hee lemas dan kedua matanya tertutup.

"Yeo-hee~ya! Yeo-hee~ya! Yeo-hee!" Lee Rang menggoyangkan bahu Yeo-hee yang tiba-tiba tak sadarkan diri.

Lee Rang mendekatkan telinganya ke wajah Yeo-hee untuk mengecek napas.

"Dia masih bernapas, tapi... Tidak, jangan mati! Yeo-hee~ya, bangunlah! Bangun!" Lee Rang terus menggoyangkan bahu Yeo-hee agar bangun.

Di luar kamar, Lee Mi-yeon mengetuk pintu, Koo Shin-ju berbisik 'Lee Rang-nim' yang tak mendapat balasan dan Jae-yu berdiri di sekitar berjaga jikalau ada yang menyerang.

"Bos."

"Lee Rang-nim."

Lee Rang di dalam kamar menoleh ke arah pintu setelah mendengar suara dari luar.

»»——⍟——««

Taluipa sedang duduk di sofa sambil menikmati minuman.

Pak Tua yang memakai celemek membawa sesuatu di atas nampan berbalut tisu.

"Cagiyaaaaa, aku memasak jeon untukmu! Auh! Jangan minum saat perut kosong!" kata Pak Tua duduk di sofa sebelah.

"Kebaikanmu yang tulus itu kadang agak menakutkan," kata Taluipa memperhatikan Pak Tua.

"Aku menakutkan?"

"Aku heran orang sebaik kau bisa tahan hidup denganku," kata Taluipa.

Pak Tua mengusap kepalanya sendiri dan tersenyum lebar. "Aku juga bangga pada diriku," katanya.

Taluipa menarik sudut bibirnya tersenyum.

"Aku masih menganggapmu luar biasa. Kalau bukan kau, siapa lagi yang sanggup? Menjadi pemilik Sungai Kematian. Pekerjaan yang berat sekali," kata Pak Tua.

"Namanya saja pemilik. Aku lebih seperti sipir yang tak berdaya. Melibatkan diri di dunia manusia, segan, bersikap acuh tak acuh pun, tak mau. Aku tak bisa berjuang untuk siapa pun ataupun melindungi siapa pun," kata Taluipa panjang.

"Tapi kau membesarkan anak-anak itu." Pak Tua menatap ke langit-langit ruangan. "Meskipun Mu-yeong agak menyimpang pada akhirnya. Mereka Dewa Gunung yang baik."

Tale of The Nine Tailed 1938Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang