17. Menepi

14 2 0
                                    

"Luc, kamu udah tidur?." Tanya irven yang masih di ambang pintu kamar lucano.

"Belum pa, masuk aja."

"Coba ceritain soal dua teman kamu tadi. Sebenarnya ada apa sampai mereka nginep disini."

"Mereka adik kakak pa. Yang cewek namanya ayyara dia temen sekelas lucano sama deon. Dan yang cowok adiknya, lucano gak tau namanya."

"Jadi mereka ini adik kakak?."

"Iya pa. Jadi ceritanya tadi pas selesai fotokopi, lucano lihat ayyara duduk di trotoar. Terus lucano samperin dan lucano tanya dia udah makan apa belum ternyata belum. Yaudah lucano ajak dia makan sekalian pa. Dia juga kehabisan uang saku buat pulang. Tapi sebenarnya dia juga males buat pulang ke rumah. Nah, sampe rumah nih orang tuanya marah - marahin dia karena pulang larut malam. Dan lucano dituduh ngajak jalan ayyara."

"Terus apa yang sebenarnya terjadi pada ayyara dan adiknya?."

"Ayyara selalu mendapat tekanan dari kedua orang tuanya, ayyara dituntut buat dapet nilai bagus. Asal papa tau, ayyara mengidap disleksia. Dan orang tuanya terus - menerus memaksa ayyara dengan tuntutan - tuntutan yang ortunya buat. Parahnya lagi, ayyara yang selalu ngerjain semua pekerjaan rumahnya."

"Astaga, kasihan dia perempuan dan masih muda. Harusnya orang tuanya bisa menerima dia dengan baik dan mendukungnya. Bukan malah nuntut anak buat dapat nilai bagus."

"Makanya pa, dan tadi juga ayyara sudah muak dan memilih untuk pergi. Karena cuma adiknya yang menyayangi ayyara di rumahnya. Akhirnya adiknya ikut pergi bersama ayyara. Awalnya mereka gak tau mau kemana, yaudah lucano ajak aja mereka kesini."

"Yaudah pilihan kamu sudah tepat luc, kamu membawa mereka kesini daripada mereka harus tidur diluar kan."

"Iya pa."

Keesokkan harinya ayyara bangun pagi - pagi sekali untuk membantu bi sumi memasak di dapur. Ayyara sudah terbiasa bangun sebelum subuh, sebab selama di rumahnya ia selalu mengerjakan pekerjaan rumahnya dahulu sebelum berangkat ke sekolah.

"Mbak ayyara, mending mbak mandi sana ini juga udah mau selesai. Nanti biar bi sumi aja yang nyuci itu semua."

"Gapapa bi, aku udah biasa ngerjain hal kek gini di rumah. Setiap hari malah."

"Apa mbak gak punya pembantu dirumah?."

"Boro - boro pembantu bi, ortu aku lebih milih aku jadi pembantu di rumahnya."

"Maksud mbak ayyara apa ngomong seperti itu."

"Gapapa bi. Ini udah selesai bi. Aku mandi dulu ya."

"Iya mbak."

"Ga, kamu udah mandi?." Tanya ayyara yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.

"Udah kak, ganti kak ayya gih."

"Iya ga."

Setelah beberapa menit, keluarga irven berkumpul untuk sarapan bersama di meja makan. Sudah menjadi hal yang biasa di rumah tersebut. Melihat hal seperti itu ayyara seperti memiliki keluarga baru. Meski inaranti terkesan tidak menyukai ayyara dan adiknya. Namun ayyara selalu bersikap sopan dan baik kepadanya.

"Ayyara ayo tambah lagi."

"Udah kenyang om." Jawab ayyara dengan tersenyum hangat kepada irven.

"Mas aku berangkat dulu ya."

"Iya na hati - hati kamu."

Inaranti lebih memilih untuk berangkat lebih awal karena ada rapat bersama para rektor. Sementara itu mereka yang ada di sana masih asik berbincang - bincang di meja makan.

Hujan Yang Memeluk LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang