7. Puncak dan Kebaikan Dipta

250 35 10
                                    

Kejadian dua hari lalu membuat Vanya sedikit trauma, karena bagaimana pun kejadian tersebut seperti penculikan, namun ia pun tidak mau bercerita pada Dara karena takut Gadis itu khawatir. Gadis itu saat ini sedang berada di kostan milik Dara, ia sedang mengerjakan tugas bersama.

"Jadi, lo pacaran sama Dipta?" Tanya Dara, tentu saja Vanya menggeleng.

"Enggaklah." Ucap Vanya dengan tegas.

Tidak ada yang mau jadi pacara Dipta, baginya Dipta dan dirinya bagaikan bumi dan langit. Dipta terlalu sempurna untuk dirinya. Bahkan untuk memilih rasa suka pada Dipta pun rasanya sangat segan, ia tak berani.

"Tapi kok bisa minjem laptop Dipta?" Tanya Dara bingung.

"Bisalah, laptop Dipta gue pinjem buat ngedit dan gue izin buat presentasi karena laptop gue windowsnya belum di upgrade." Ucap Vanya.

Dara mengangguk, sepertinya di percaya. Mereka saat ini sedang menunggu agenda rapat pesta mahasiswa baru yang akan akan dilakukan di Puncak Bogor, kebetulan di acara kali ini Vanya berada di divisi humas, sehingga siang ini ia harus pergi ke puncak bogor untuk survei lokasi bersama divisi humas yang lain dan juga Steering Committee.

"Oh iya, Van, berarti abis rapat lo ke puncak ya?" Tanya Dara, yang diangguki Vanya.

"Iya, males sih gue, kenapa harus siang coba? Pulangnya bisa malem banget." Ucap Vanya mengeluh.

"Katanya mereka mau sekalian nginep juga sih." Ucap Dara.

"Lo ikut, Ra?" Tanya Vanya.

"Enggaklah, besok libur, gue mau pulang ke Bekasi, kangen rumah." Ucap Dara yang membuat Vanya mendesis.

"Ah lo mah." Ucap Vanya.

*****
Rapat telah dilakukan kini beberapa panitia acara akan ikut untuk survei sekaligus membersihkan villa yang akan dipakai untuk acara pesta mahasiswa, villa tersebut ternyata milik saudara Dipta, jadi biaya sewa yang dikeluarkan tidak terlalu besar.

"Oke guys, kepala divisi humas siapa?" Tanya Dipta, lelaki itu sedang menentukan pasangan untuk pergi ke puncak.

"Saya, pres!" Ucap Vanya.

"Okay, Vanya sama gua." Ucap Dipta.

"Jendral sama Shadilla ya, Galang sama Meylina, dan Nina sama Kenzi." Ucap Dipta.

"Sebelum kita berangkat, mari berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa di mulai."  Ucap Dipta lagi.

Berdoa pun selesai mereka pun pergi kendaraan bermotor, begitupun dengan Dipta. Ia tak ingin memakai mobil karena ingin merasakan udara puncak secara langsung.

"Lo gak masalah kan kita naik motor?" Tanya Dipta saat memakai helm miliknya.

"Ya enggak apa-apa dong." Ucap Vanya.

Vanya tak masalah sama sekali, lagi pula ia sudah persiapan memakai pakaian tebal dan membawa helm. Gadis itu menatap kearah Meylina, gadis cantik itu, seperti salah kostum, karena tak cocok untuk dipakai ke puncak.

****

Selama diperjalanan mereka hanya diam, Vanya memakai earphone miliknya, ia sedang menikmati pemandangan jalan pegunungan yang asri. Vanya rasanya ingin tinggal di puncak. Perjalanan cukup jauh, untuk sampai ke villa tujuan. Mereka pun berhenti di sebuah kaffe yang pemandnagannya langsung mengarah ke pegunungan, kaffe itu berada di daerah Cisarua.

"Mau pesen apa?" Tanya Nina, gadis itulah yang akan memesan.

"Kopi." Ucap Vanya.

"Gak usah banyak gaya, terakhir lo mesen kopi gak di minum, coklat panas aja buat Vanya." Ucap Galang menyambar.

Presma DiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang