8. Khawatir

247 33 11
                                    

Mereka pun sudah tiba di lapangan tempat utama mereka melakukan kegiatan pesta mahasiswa, kini mereka sedang melihat kondisi sekitar dan memastikan jika lapangan ini aman untuk para mahasiswa.

"Cakep banget viewsnya." Ucap Jendral seraya menatap sekitar.

Dipta hanya mengangguk, ia pun menghampiri penjaga yang sedang membersihkan area lapangan. Dipta pun berkenalan dan menanyakan kondisi halaman sekitar.

"Galang, sama yang lain tolong pikirin layout acaranya ya. Gue sama Dipta mau ngobrol sama penjaganya dulu." Ucap Jendral seraya menyusul Dipta.

"SIAP!"

"Oke, guys kumpul sini ya." Ucap Galang.

Shadilla dan Vanya menghampiri Galang, begitupun yang lainnya. Mereka duduk di rerumputan dengan posisi melingkar. Galang pun menjelaskan tentang layout yang akan dirancang untuk acara.

"Nanti panggungnya ada di ujung sana ya, panggungnya gak usah gede-gede banget." Ucap Galang yang diangguki semuanya.

"Sewa sound system dan lain-lain aman?" Tanya Kenzi.

"Harusnya aman, kontaknya udah dishare ke Divisi logistik kan, Van?" Tanya Galang yang diangguki Vanya.

"Iya." Ucap Vanya.

Galang menatap Vanya yang hanya memakai kaos tipis berlengan pendek, padahal suhu disini di bawah 23°. Galang pun berinisiatif memberikan jaketnya pada Vanya.

"Pake, ini perintah ketua pelaksana. Lo semua jangan dicontoh pakaian Vanya." Ucap Galang tegas.

"Gak usah." Tolak Vanya.

"Pake, atau gue yang pakein?" Tanya Galang menggoda yang membuat Shadilla dan Nina heboh.

"Oke." Pasrah Vanya.

"Bagus, lanjut ke layout." Ucap Galang.

Mereka pun berdiskusi dengan serius, beberapa kali Shadilla dan Galang berdebat, dua orang itu memang tidak pernah akur. Rasa ingin pipis Vanya pun muncul, ia akan menjadi beser di cuaca yang dingin ini.

"Galang, izin ke toilet." Ucap Vanya yang diangguki yang lainnya.

Vanya pun bangkit dari duduknya, namun diam-diam Meylina mengikuti Vanya. Sejak kemarin Meylina sangat kesal dengan Vanya, namun ia tidak pernah menunjukkan hal itu.

Setelah selesai buang air kecil, Vanya pun keluar dari toilet, ia menatap Meylina yang ada di depan pintu toilet dengan heran. Gadis itu takjub karena Meylina sangat cantik ketika dilihat dari dekat, namun ia pun bingung karena Meylina pun menghampiri dirinya.

"Vanya, aku boleh minta tolong?" Tanya Meylina.

Tumben sekali gadis itu ingin meminta tolong pada dirinya. Gadis itu pun mengangguk. "Boleh, kenapa, Mey?" Tanyanya.

"Tolong beliin makanan dong buat kita, kamu kan humas, udah dibayar sama Shadilla. Jangan minta tolong sama yang lain ya doalnya mereka lagi sibuk. Tempat makannya gak jauh dari sini kok, jalan juga nyampe." Ucap Meylina dengan tersenyum.

"Oh, oke, nama tempat makannya apa?" Tanya Vanya tanpa menaruh curiga.

"Rumah Makan Lestari." Ucap Meylina.

"Oke." Ucap Vanya.

Gadis itu ingin mengumpat, padahal ini bukan jobdesknya, namun karena divisi konsumsi tidak ada yang ikut mau tidak mau dia yang harus menggantikan.

Untuk turun dari lapangan ini harus menuruni banyak anak tangga, ia pun mencari rumah makan yang di maksud oleh Meylina, katanya tidak jauh seharusnya sebentar lagi sampai. Namun sayangnya setelah lima belas menit ia berjalan kaki tidak ada tanda-tanda rumah makan, yang ada jalanan sepi dengan pohon-pohon besar disepanjang jalan.

Presma DiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang