5. Partai

257 33 16
                                    

Dipta menghela nafasnya, baru saja ia ingin istirahat, namun teman-temannya itu meminta untuk mengadakan rapat dadakan. Kini mereka sudah bergabung di aplikasi Zoom. lelaki itu menyapa teman-temannya yang mendadak mengajaknya untuk berbincang. Raja, Senja, dan Haikal terus menerornya untuk berdiskusi sekarang juga.

Dipta membuka kamera zoom, begitu juga dengan teman-temannya. Ia membuka speaker zoom kemudian bertanya kepada teman-temannya. "Ada apaan sih, harus banget jam segini?" Ucap Dipta dengan suara ketus khas miliknya. 

Senja pun angkat bicara, sebenarnya temperamentalnya dan Dipta tidak beda jauh. Senja kali ini harus lebih bisa mengontrol emosi yang dimilikinya.

"Gini, Dip, lo dan Raja enggak bisa selamanya independen. Setidaknya, kalau elo gak mau masuk eksternal alias partai kampus, ya jadi partisipan kek." Ucap Senja dengan wajah seriusnya.

Dipta menghela nafasnya, selalu saja membahasa masalah ini. Dipta enggan untuk bergabung dengan partai mana pun, toh selama ini ia bisa mengerjakan semuanya sendiri.

"Thanks for you advice, Senja. Tapi gue gak mau. Udah ya gua capek, mau tidur!!" Ucap Dipta sarkas.

"Dip, kalau partai kuning sama merah kawin lo abis!" Bentak Raja, kesal dengan temannya itu.

"Terus gue harus ngejilat partai ijo gitu? Anjing lo, gue gak akan masuk partai mana pun." Ucap Dipta dengan wajah

"Tai, sia mah teu bisa diomongan, batu-batu." Kesal Haikal dengan wajah geram.

"Dip, gua mau jadi partisipan partai ijo." Ucap Raja dengan wajah serius.

"Anjing! Lo tau kan kalau lo jadi partisipan yang ada mereka bakal maksa lo masukin kepentingan ke proker yang nantinya bakal kita jalanin." Ucap Dipta mengeras, ia kesal dengan pola pikir Raja.

"Ini semua demi kita juga, Dip." Ucap Raja berusaha memberikan pengertian.

"Lo gak ada bedanya sama Galang." Ucap Dipta.

Lelaki itu langsung keluar dari zoom meeting, ia kesal bukan main. Dipta keluar dari kamarnya, kemudian berjalan ke dapur untuk mengambil minuman dingin. Di liriknya kamar tempat Vanya tidur sekarang, ia tersenyum tipis, mood nya sedikit naik hanya karena memikirkan Vanya.

"Gue mikir apa sih." Monolog Dipta sebelum meneguk minuman dingin yang ada di tangannya.

*****

Vanya menggerakkan tangannya, mencoba meraih ponselnya. Ia reflek duduk dari posisi tidurnya, saat melihat jam menunjukkan ke angka 7.30 membuatnya syok. Tepat pukul 8.00 kelasnya akan segera mulai.

Vanya keluar dari kamarnya dengan terburu-buru, ia melihat Dipta yang pagi-pagi sudah berhadapan dengan laptop. Entah apa yang lelaki itu sedang kerjakan.

"30 menit lagi gue kelas offline pres!" Pekiknya.

"Pras, pres, pras, pres, panggil Dipta!" Ketus Dipta tanpa mengalihkan pandangannya.

"Sorry, kak Dipta, gini..."

"Baju lo masih basahkan? Pake baju gue dulu, peralatan mandi semalem udah lo pake kan? Pake skincare gue aja, ambil di laci kemarin ya, aman buat semua jenis kulit kok." Ucap Dipta dengan memandang ke arah Vanya yang terlihat sangat kacau.

Vanya tersenyum, dibalik sikap Dipta yang ketus dan tidak ramah itu ternyata sangat peduli padanya. Ia pun mengucapkan terima kasih.

"Gue ada presentasi, belum bikin power poinnya, nanti abis mandi minjem laptop ya kak, sama boleh gak laptopnya gue bawa ke kelas? Sorry gue emang gatau diri." Ucap Vanya yang tidak lagi punya pilihan.

Presma DiptaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang