Helaan nafas Vanya terdengar sangat frustasi, Dipta sangatlah menyebalkan, gadis itu berjalan keluar dari kantin dengan langkah cepat. Dipta mengekor di belakang, langkah Vanya terhenti saat seseorang memanggilnya.
"Vanya!" Panggil Galang.
Galang terlihat sedang berkumpul dengan anak-anak organisasi eksternal atau partai kampusnya. Terlihat beberapa dari mereka yang memegang PDH organisasi berwarna maroon. Terdapat tiga buah partai kampus yang ada di sini yaitu Gerakan Merdeka Mahasiswa (GMM) yang identik dengan warna merah maroon, kemudian Persekutuan Keislaman Mahasiswa (PKM) yang identik dengan warna hijau, dan terakhir adalah Himpunan Mahasiswa Merdeka (HMM) yang identik dengan warna kuning.
Nama organisasi mereka hampir sama namun memiliki kepentingan yang berbeda. Namun Dipta hanya berbicara dengan anak organisasi eksternal PKM, menurutnya itu adalah partai politik kampus yang netral.
"Eh, Galang." Ucap Vanya seraya melambaikan tangannya.
"Ngopi yuk?" Tanya Galang seraya berjalan ke arah Vanya.
"Ngopi birokrasi? Basi!" Sahut Dipta dengan nada sinis.
"Maksud lo apa?" Tanya salah satu teman Galang bernama Frans.
"Kuping lo masih berfungsi kan?" Tanya Dipta meremehkan.
Lelaki itu menarik tangan Vanya untuk cepat pergi dari Galang. Ia membawa Vanya untuk masuk ke dalam mobilnya yang ada di parkiran.
"Pres, malam ini rapat pesta maba ya?" Tanya Vanya yang wajahnya terlihat lelah.
"Iya, kenapa?" Tanya Dipta dengan menatap wajah Vanya.
"Oh, enggak." Ucap Vanya dengn wajah lesunya, ia sudah sangat capek karena kegiatan hari ini cukup padat.
Vanya pun diantar pulang oleh Dipta, lelaki itu tersenyum sebelum menutup kaca jendela mobilnya. Gadis itu menatap mobil Dipta yang menjauh dari pekarangan kost miliknya. Semakin hari, Vanya merasa jika perbedaan antara dirinya dan Dipta begitu jelas. Mereka tidak akan pernah setara dalam hal apapun.
*****
Rapat program kerja pertemuan maba sedang dilakukan. Vanya memerhatikan Galang yang sedang menanyakan perihal layout acara pada divisi acara.
"Jadi layoutnya udah fiks kayak gitu?" Tanya Galang.
Haikal yang kebetulan divisi acara pun mengangguk. "Muhun, lang."
"Oke, cukup." Kata Galang.
"Oke, karena pembahasan layout acara sudah selesai. Selanjutnya ke pembahasan penampilan, band yang sudah regist itu dari band Dani. Kemudian kita kurang satu penampilan lagi." Ucap Senja dengan serius.
"Izin bertanya, penampilan kayak gimana, Sen?" Tanya Meylina bingung.
"Ini buat seru-seruan aja buat ngisi ice breaking. Jadi divisi acara itu punya rencana menampilkan pertunjukan lagu love is an open the door." Ucap Senja dengan tersenyum.
"Oh, siapa yang bersedia?" Tanya Meylina.
"Gue sih, milih Dipta sama Vanya, lucu mereka kayaknya. Kapan lagi kan liat Ketua BEM nyanyi lagu lucu gitu." Ucap Senja yang disetujui oleh Haikal.
"Urang mah setuju pisan, geus cocoklah!" Ucap Haikal dengan cengirannya.
Vanya melotot, ia tidak pernah bernyanyi di atas panggung. Terakhir kali ia naik ke atas panggung saat perpisahan SMA, saat itu pun ia menampilkan dance bukan bernyanyi. Ini tidak benar, maka dengan cepat Vanya menolak dengan tegas.
"Ehhhh, enggak mau! Gue gak pernah nyanyi-nyanyi!" Tegas Vanya seraya menggelengkan kepalanya.
"Dih, naon sih! No protes nya!" Ucap Haikal dengan menggelengkan tangannya.
"Pres? Setuju gitu?" Tanya Vanya ke arah Dipta, dengan cepat lelaki itu mengangguk.
"Kenapa, enggak? Seru-seruan doang kan?" Tanya Dipta kembali yang membuat gadis itu kesal.
"Kalau kamu gak mau, aku bisa gantiin kok." Sahut Meylina.
"No, Mey! Gue pengennya mereka." Ucap Senja.
Perdebatan berakhir dengan Vanya dan Dipta yang harus menampilkan pertunjukan itu, sepertinya akan lucu sekali melihat presma dan Vanya yang akan bernyanyi di acara pesta maba nanti.
****
Rapat pun selesai Dara yang melihat temannya kesal pun hanya bisa memberikan semangat. Gadis itu tidak bisa membantu banyak, ia pun tidak berani membantah Dipta."Yaudah nanti gue temenin lo latihan deh ya." Ucap Dara yang hanya mendapatkan anggukan dari Vanya.
Tak lama Dipta keluar dari ruangan rapat, ia menghampiri Vanya yang terlihat kesal. Vanya melirik Dipta sekilas, ia tidak mau menyapa Dipta sama sekali.
Tak lama ponsel Vanya bergetar, Vanya melihat nama kakaknya Vanilla tertera di layar ponselnya. Gadis itu pun segera menjawab telepon dari Vanilla.
"Halo, kak?"
"Halo, kamu udah makan belum? Kakak sama kak Matcha mau makan malem, nanti kamu di jemput kak Matcha, abis itu kalian jemput aku di stasiun ya!"
"Kakak kesini? Asik!"
Wajah Vanya yang tadinya muram diganti kegembiraan, Vanilla datang ke kota Karawang yang panas ini untuk menemuinya. Ah, sebenarnya Vanilla menemui sang pacar.
"Iya, kangen kalian."
"Kak Matcha jemput kapan?"
Ucapan Vanya membuat Dipta menatap ke arah gadis itu. Entah mengapa Dipta merasa kesal dan tidak rela Vanya akan jalan berdua dengan lelaki lain. Dipta tidak mau membiarkan ini terjadi. Tapi lelaki itu bingung harus bagaimana.
Vanya selesai menelepon, ia melirik Dipta yang sedang menatap ke arahnya. Wajahnya mengeras, raut wajahnya seperti tidak senang.
"Mau kemana?" Tanya Dipta.
"Kenapa emang, pres?" Tanya Vanya.
"Gue ikut!" Ucap Dipta yang membuat Dara ikut melongo.
"Enggak!" Tegas Vanya.
Jika Dipta ikut, akan ada banyak sekali pertanyaan yang akan diajukan oleh Vanilla. Kebetulan sekali Matcha datang, lelaki itu memakai mobil Honda Brio berwarna hitam. Matcha tersenyum saat keluar dari mobil.
"Hai, Vanya!" Ucap Matcha seraya tersenyum ke arah Vanya.
Gadis itu membalas lambaian tangannya, kemudian berpamitan pada Dara. "Ra, gue pulang duluan ya. Pres mending lo anter Dara pulang aja, see ya!"
Vanya dan Matcha masuk ke dalam mobil hitam itu, Dipta yang siap mengejar ditahan oleh Jendral. Katanya tidak suka, tapi tingkahnya bertolak belakang dengan ucapannya.
"Cewek risih kalo lo begitu, Dip." Ucap Jendral, Dipta hanya bisa berdecak kemudian kembali masuk ke dalam ruangan rapat.
"Fiks, Dipta suka sama Vanya!" Ucap Dara.
****
Vanya, Vanilla, dan Matcha sudah berada di sebuah restoran. Walaupun restoran ini sederhana, namun makanannya sangat enak. Vanya seakan menjadi nyamuk, namun ia juga senang bisa bertemu dengan kakaknya.
"Lo kesini kalau ada kak Matcha aja, dulu kak Matcha belum ngajar di sini lo jarang nengokin gue." Rajuk Vanya dengan bibir bebeknya.
"Ih, lo jealous sama Matcha?" Tanya Vanilla.
"Iya! Lo lebih sayang kak Matcha." Rajuk Vanya.
"Kalau gue lebih sayang Matcha, gue gak akan tuh kirim uang bulanan rutin buat lo." Ucap Vanilla dengan walah meledek.
"Gak usah ngirim lagi, gue pengen nyoba kerja part time deh kak." Ucap Vanya.
"Fokus sama belajar aja, Van. Kalau kurang uang saku kamu, nanti aku tambahin." Ucap Matcha memperingati.
Mereka pun berbincang-bincang, Vanya izin ke toilet karena ingin pipis. Ketika Vanya pergi ke toilet, terdapat paparazi yang menangkap momen Vanilla dan Matcha diam-diam, itu adalah salah satu mahasiswi kampus mereka.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Presma Dipta
FanfictionBanyak orang yang berpikir Dipta itu diktaktor, menyebalkan, sok pintar, dan si paling bener aja. Padahal yang Dipta lakukan semuanya untuk Universitas tercintanya yaitu Universitas Sanggabuana. Dipta itu seenaknya, tapi apa yang dilakukan selalu be...