SH 22

35.7K 1.7K 30
                                    


Pandanglah langit sebagai langit
Tanpa harus ada rasa ingin memilikinya

{Author Widyaarrahma}



























Selesai makan, Manaf langsung membawanya ke bawah untuk mencucinya namun langsung dicegah oleh Ndalem Gus Faris, alhasil Manaf langsung naik lagi ke lantai 2

Disana terlihat istrinya masih duduk diatas kasur dengan masih memakai mukenahnya sama seperti saat dia makan tadi

Mukenah yg ada dikamar ini memang banyak jadi wajar Fatimah sering berganti

Manaf duduk disamping istrinya, memandang jendela yg tertutup hordeng putih menerawang

Manaf duduk disamping istrinya, memandang jendela yg tertutup hordeng putih menerawang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perlahan, Manaf mengambil tangan istrinya, digenggamnya erat, seakan memberikan kehangatan

"Pulang yah, ikut Mas lagi yah sayang" ucap Mabaf benar benar dari hatinya

Sementara Fatimah hanya menunduk menatap tangan kanannya yg di genggam suaminya

Dia pun bingung harus kemana lagi, pulang ke Haura gak mungkin, disana ada lelaki bukan mahromnya dan gak sepantasnya

Tetap disinipun memalukkan karna ini rumah kakaknya yg sudah menikah

Pulang ke Ndalem Al Munawar pasti dia akan habis dimarahin abahnya juga mungkin masih ada Nadif dan Ahnaf disana

"Rumahmu sekarang di Al Furqon sayang, rumah yg ada disini hanya singgahan, rumahmu sekarang dirumah yg Abah Hasan berikan" ucap Manaf kembali

Namun Fatimah masih bungkam, dia masih belum percaya 100% suaminya sudah benar benar melupakan Navisha dan menyesal akan pertengkaran kemarin

"Izinin Fatim disini beberapa waktu mas"

Manaf melepas genggamannya, beralih memegang kedua pundak Fatimah.

Kedua Netra beda cara pandang itu saling menatap, antara Netra Tegas Manaf dan Netra teduh Fatim saling memandang seakan mencari sebuah Fakta

"Mas ndak bisa ninggalin Fatimah disini, bukan mas ingin memisahkan Fatimah dengan keluarga Fatimah, ndak sama sekali. Fatimah boleh kesini kapanpun Fatimah mau, asal sama mas, Fatimah liatkan gimana sikap Mas Nadif dan mas Ahnaf tadi siang, mas gak mau Fatimah dapat perlakuan seperti itu lagi sayang" ucap Manaf dengan kedua tangan masih di lengan istrinya

"Fatimah takut kalau mas masih belum bisa lupakan dia"

"Bantu mas sayang, kalau kamu pergi Mas akan semakin sulit memang, makanya mas butuh kamu, butuh Fatimah ada disamping mas, butuh Fatimah yg selalu mengingatkan mas, apalagi sekarang ada anak yg harus kita jaga sayang, mas gak ridho kalau Fatimah jauh dari mas"

"Mas udah tau ?"

Manaf mengangguk lalu mencium kening Fatimah, Lama

Setelah dilepas, Fatimah langsung menubrukkan badannya ke pelukan suaminya

"Bukan mas menjadikan dia umpan agar kamu mau bertahan di pernikahan ini, mas pun gak mau kamu bertahan menjadi istri mas karna anak kita, tapi kita akan sama sama berjuang untuk anak ini, juga adik adiknya nanti. Dia butuh kita, butuh kita untuk membimbingnya, merawatnya, mengajarinya tentang dunia, dia butuh kita bersama sayang" ucap Manaf dengan air mata yg sudah tak bisa terbendung

"Janji gak ulangin yg kemarin yah mas"

"InsyaAllah sayang, Temani mas yah, Bantu mas yah"

Fatimah mengangguk dalam pelukan hangat suaminya


*******************************

Malam harinya sebelum santri selesai ngaji isya, Manaf membawa pulang Fatimah setelah berpamitan dengan Faris

Banyak nasehat yg Faris berikan untuk kebaikkan keduanya, juga Faris tak mengizinkan untuk berpamittan ke Ndalem karna Nadif dan Ahnaf masih ada disana. Mungkin untuk kembali akur bagi Gus Faris dengan adik lelakinya itu mudah tapi ndak dg Fatimah

Jadi demi kebaikkan Fatimah dan kandungannya, Faris mengatakan tak perlu pamit kesana, nanti disalamkam saja

Sepanjang perjalanan, Manaf tak henti hentinya tersenyum, sesekali menanyakan pada istrinya "ingin apa ?"

Namun Fatimah hanya menggeleng, dia sudah di beri bekal oleh Khalwa yaitu roti maryam coklat buatan iparnga itu

"Itu ada bakso sayang, mau ndak ?"

"Mas mau ?"

"Ndak, takutnya Fatimah laper"

"Ndak mas"

"Ya sudah"

Dijam 11 malam Fatimah sudah mulai mengantuk, namun rasanya tak enak jika harus tidur meninggalkan suaminya yg tengah menyetir

Manaf masih terjaga menyetir namun saat melihat rest area dia langsung membelokkan dan parkir didekar musholah

"Mas pengin buang air sayang, mau ikut apa disini saja ?"

"Disini aja tapi dikunci semua yah mas"

"Iya sayang"

Fatimah membuka Hpnya, banyak Chat permintaan maaf dari istri kakak kakaknya yg tadi siang memarahinya. Dia heran, setebal apa kesabaran para Ning pilihan Abah itu

Ini bukan kali pertamanya para Ning itu meminta maaf atas kesalahan suaminya pada Fatimah namun kakak2nya yang 2 itu sama sekali tak pernah mengatakan maaf atas dirinya.

Lama Fatimah menunggu suaminya, berkali kali dia menahan nguap agar kantuknya tak semakin menjadi

Beberapa menit kemudian suaminya datang membawa 2 cup minuman hangat dan sekantong jajanan

Setelah sudah masuk mobil, Manaf memberikkan kopi susu kesukaan istrinya itu dan juga dirinya meminum miliknya sendiri

"Fatimah ndak ngantuk ?"

"Ndak mas" bohongnya

"Ya udah ini mas belikan jajan buat cemilan yah, perjalanannya masih jauh mungkin sampai Al Furqon subuh sayang"

"Nggeh mas"

Fatimah menyeruput kopi itu berharap bisa menambah kekuatan meleknya agar bisa menemani suaminya menyetir

"Mas, Fatimah izin naikkin kaki ke jok yah"

"Iyah sayang, bosen yah"

"Lumayan mas"

Fatimah menyilangkan kakinya duduk dengan posisi ternyamannya

Namun pertahanannya gugur, dia malah terlelap tanpa dia sadari, Manaf yg melihatnya pun langsung menepikkan mobilnya di pinggir jalan yg sudah sepi, mengambil selimut di kursi penumpang belakang, menurunkan kaki istrinya agar tak kram pas bangun nanti dan menyelimuti tubuh istrinya itu

Tak lupa dia mencium kening dan perut Fatimah

"Jaga Umi yah sayang" ucapnya sembari menciumi perut Fatimah





























**************************

Bentar lagi tamat yah guys

Segaris HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang