Chapter 23 : Epilog

29 6 0
                                    

Disclamire
Nor Even Wish
Masashi Kishimoto-Sama
Alternative Universe

X-MEN : THE OMEGA

©LONGLIVE AUTHOR

Malam itu,mereka semua mati berdampingan. Bendungan Konoha yang kokoh hancur. Dalam waktu beberapa menit sebuah bom menghancurkan seluruh kota. Atas nama keadilan dan perdamaian, malam itu kami kehilangan saudara-saudara kami, kehilangan teman, kehilangan prajurit-prjurit terbaik kami, kehilangan kota kami, dan kami kehilangan Sakura.

Setelah malam itu, Sasuke tidak bilang apapun pada kami. Ia hanya meminta maaf. Hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya sebelum ia kembali menghilang. Namun kuyakikan dirinya kalau kami akan selalu menjadi rumah untuknya sampai kapanpun.

Tiga buah monumen didirikan setelahnya. Tiga pahlawan yang sangat berjasa untuk kelangsungan umat manusia dan mutan. Profesor Sarutobi, Itachi Uchiha, dan Sakura Haruno

Kami semua belajar. Kami belajar dari mereka yang meninggal. Kami belajar dari Profesor Sarutobi, selama masih ada rasa percaya dan cinta di hati kami. Maka masalah sebesar apapun akan selalu bisa dihadapi. Selama masih bersama dan saling menghargai. Menurutnya cinta adalah dasar dari sebuah perdamaian.

Kami belajar dari Itachi Uchiha. Kami belajar sebuah bakti. Bakti kepada keluarganya dan juga negaranya. Ia mencegah orang tuanya melakukan kesalahan yang besar, meski ia tahu jalan yang ia tempuh sangatlah salah. Namun bakti pada negaranya membuat orang lain tersenyum bahagia tanpa tahu apa yang telah ia alami. Rasa cinta pada adiknya, membuat pria itu menjadi sesosok malaikat. Mungkin hatinya terbuat dari cahaya. Ia memberitahu kami kalau sebuah pengorbanan tidak pernah berakhir sia-sia. Bagi kami Itachi adalah sebuah benteng yang kokoh dibawah naungan langit yang cerah.

Dan kami berlajar dari Sakura. Gadis yang hatinya pernah hancur, yang pernah merasakan pahitnya kehidupan diusia belia. Bahwa tak ada yang paling mulia selain memaafkan, dia belajar untuk percaya, dia belajar untuk mengerti rasa sakit orang lain, hingga ia bisa menghormati orang lain dan memang seharusnya seperti itulah manusia. Terus belajar dan terus belajar untuk mengerti. Sebuah pencapaian untuk orang yang besar bukan kedudukanya melainkan kerendahan hati dan bagaimana ia membimbing.

"Tuan, anda mau kemana?" tanya sang pengawal.

"Aku ingin berjalan-jalan sebentar. Kejadian akhir-akhir ini benar-benar membuat kepalaku penat." Ujarnya.

Tak lama kemudian pemuda berambut merah itu keluar dari ruangannya. Ia keluar dari gedung bertingkat itu lalu menaiki mobilnya. Mobil itu melaju selama beberapa menit lalu berhenti di sebuah sungai. Sudah sejak lama sungai ini menjadi salah satu sumber mata air untuk negeri yang ia pijak ini. Sungai ini sudah ada bahkan sebelum negeri ini terbentuk. Sungai ini terhubung dengan samudra dan juga beberapa negera terdekat. Tapi bukan itu intinya. Pemuda itu hanya sedang ingin menikmati pemandangan.

Angin yang sedikit kencang membuat rambut merahnya bergoyang. Lalu ia menegadahkan kepalanya ke langit. Mendung. Sangat jarang sekali ia melihat langit mendung seperti ini. Di negerinya yang sangat panas pemandangan ini adalah pemandangan yang sangat langka. Ia bersyukur karena bisa keluar disaat seperti ini. Kemudian ia melihat sungai itu kembali.

Tiba-tiba sesuatu membuat ia memfokuskan matanya. Ia melihat sesuatu berwarna putih mengambang dan terbawa arus ketepian. Pemuda itu berlari ketepi sungai untuk mencari tahu benda apa itu. Ketika ia dekati ia sangat kaget bahwa benda itu adalah sebuah tumpukan tulang belulang yang terbentuk seperti sebuah kepompong. Sangat kokoh dan rapat. Pemuda itu merasa kalau ada sesuatu di dalam peti tulang belulang itu. Lalu sang pemuda mengangkat tangan kananya. Tak lama kemudian sebuah pusaran pasir yang cukup besar muncul membentuk seperti palu dan begitu pemuda itu menggerakkan tangannya palu yang terbuat dari pasir menghantam peti itu sampai bagian atasnya hancur.

Hujan. Tiba-tiba saja hujan.

Ia sangat kaget ketika ia menemukan seorang gadis yang hampir telanjang berada di dalam peti tulang belulang itu. Ia tak sadarkan diri dan dia bukanlah gadis biasa.

"Tidak mungkin!"

Sang pemuda dengan tergesa-gesa mencari ponselnya namun sebuah tangan dingin menahan lengannya.

'Jangan beritahu siapapun.'

-Fin-

X MEN: THE OMEGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang