10.

29 1 0
                                    

Aku siap konflik guys, aku mulai konflik di part ini atau selanjutnya ya? Hehe.

---

"Hahhh, capek banget, nyari barang kek gini sendiri," keluh Gasha mendudukkan dirinya di bawah salah satu pohon yang terletak di taman mall.

"Sorry, harusnya gue bantuin lo," ujar Alen pelan sembari menunduk menatap ujung sepatunya, ia bimbang satu sisi ia merasa tidak enak satu sisi lagi ia khawatir tentang pendapat orang-orang yang melihat kondisinya sekarang, bahkan sembabnya terlihat dengan cukup jelas--walau sudah sedikit berkurang.

Gasha menolehkan kepalanya, menatap Alen yang sekarang menunduk. Sebuah senyuman tipis terpatri di wajahnya. Satu tangannya ia letakkan di bahu Alen dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengangkat dagu remaja di hadapannya. Perlahan ia membawa dagu tersebut untuk mendongak, sejajar dengan wajahnya. Seketika terjerumus kedalam tatapan dalam milik Alen yang kini memancarkan aura sendu--mata indah tersebut menolak terlihat lemah. Netra tersebut tetap terlihat kuat meski dengan tatapan mata sendu dan nampak lelah.

Tangannya yang berada di bahu ia angkat lalu meletakkannya di belakang telinga, masih dengan tatapan yang sama kepada sang empu yang ia berikan perlakuan seperti berikut. "Sayangnya gue gak bisa maafin lo, dan emang seharusnya lo bantuin gue--" ia menjeda pernyataannya, menunggu perubahan ekspresi dari sosok di depannya. Benar saja, ekspresi dari Alen semakin terlihat sendu, "--tapi gue lebih gak bisa maafin diri gue sendiri kalau gak bisa bikin lo seneng kali ini. Gue tau lo lagi banyak masalah, gue gak punya hak buat ikut campur. Tapi gue punya hak buat bikin lo seneng, kali ini." Terjeda sejenak tangannya yang berada di dagu Alen--tangan kanannya ia gerakkan untuk membuat garis senyum pada bibir berwarna peach tersebut. "Gue, bakal bikin lo seneng, apapun caranya," ujarnya ikut menunjukkan senyum tulus dari lubuk hati terdalamnya.

Perlakuan Gasha tersebut tentu membuat hati Alen acak-acakan, jantungnya berdebar. Alasannya, pertama tentu saja dirinya salting, siapa yang tidak akan salting diperlakukan seperti itu. Kedua, ia bisa merasakan dengan jelas bahwa mereka berdua menjadi tontonan beberapa--pengunjung yang lewat tepatnya. Terlalu banyak untuk disebut beberapa.

"Senyum dong, apa perlu gue teriak di sini kalau lo lagi sedih biar banyak yang ngehibur?" Ujar Gasha yang kini beralih meletakkan kedua tangannya di kedua sisi rahang Alen. "Senyum, senyum ga bakal bikin lo mati. Paling gue yang terbang," ujar Gasha melanjutkan ucapannya di dalam hati. Ia hampir saja mencubit kedua pipi Alen saat anak tersebut benar-benar tersenyum dengan tulus.

"Gitu dong," ujar Gasha mengusak rambut Alen lalu mengajak sang empu untuk pulang.

Di tengah perjalanan ia memberitahu Alen untuk berhenti sejenak di pinggir sungai, tak lupa ia mengajak Alen untuk menuju bibir sungai. Ia menyuruh Alen untuk duduk terlebih dahulu--sementara dirinya pamit untuk membeli sesuatu yang ditawarkan oleh beberapa penjual yang terletak tak jauh dari sana.

Tak lama setelahnya ia mendudukkan dirinya di samping Alen yang dengan tenang menatap matahari yang mulai condong kearah barat, seolah sudah mulai mempersiapkan diri untuk menghilang di balik garis langit dari tanah yang mereka pijak. Ia masih betah menatap wajah Alen yang ia lihat dari samping hingga sang empu menolehkan kepalanya--tersadar dari lamunannya setelah beberapa saat kedatangan Gasha. Ia sempat mengerjab saat menemukan sosok Gasha di sampingnya, ia bahkan tidak tahu kapan Gasha sampai di sampingnya.

Ia menerima sodoran es krim rasa coklat dan mulai memakannya sebelum mencair.

Ia makan sembari menatap kearah gedung-gedung dengan matahari yang berada di atasnya--yang terpantul pada sungai di depan mereka. Ia juga menyaksikan beberapa pengunjung yang nampak menaiki perahu kecil untuk mengelilingi sungai--sesekali melirik es krim di genggamannya, tidak lucu bukan jika es krim tersebut leleh hingga terjatuh ke tanah.

Im Yours.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang