10. Kamu Istimewa

50 8 1
                                    

"Gak perlu takut sendiri, masih banyak rumah yang sedia nerima keadaan lo, disaat diri lo rapuh."_Arul.  

Ema kembali tertawa bersama teman-temannya, Ema pun baru menyadari, jika berbagi cerita dengan orang lain. Membuat pikirannya terasa tenang, ternyata semua itu tidak seburuk yang ia  pikirkan.

"Gue pikir, berbagi luka itu bikin gue gak tenang, ternyata malah sebaliknya," curah Ema. Mimik wajahnya kembali bersinar. Ema kembali menjadi gadis yang ceria, seperti Ema yang dikenal banyak orang.

"Ma, gak semua yang lo takutin itu benar, lo sih jadi orang overthingking banget," ujar Arul. 

"Yey, gue  kan dari dulu gak pernah ngomong kesiapa-siapa kecuali Galen, karena sebelum gue kenal sama kalian. Cuman dia yang jadi teman sekaligus pacar buat gue. Gak pengen berharap, tapi gue ingin Galen jadi teman hidup gue suatu saat nanti," angannya.

"Semoga ya Ma, gue juga berharap itu sama kalian berdua, kalian juga dijauhkan dari PHO ya," lontar Arul.

Meskipun Arul suka membuat Ema marah, tapi Arul tidak ingin sahabatnya terluka atau dilukai.

"Makasih ya Arul, gue gak nyangka, walaupun lo ngeselin orangnya. Kadang bikin gue nangis, tapi lo tetap gak mau gue terluka," Ema terharu saat mendengar tuturan dari Arul.

"Iya, karena gak ada yang boleh nangisin lo, selain kita berempat, haha," tawa Arul  membuat Ema menatapnya sinis.

"Gue kira beneran dukung, eh taunya ada batu dibalik udang," sungutnya kesal.

"Udang dibalik batu ogeb," Diki membenarkan ucapan Ema.

"Sengaja Dik, biar Arul binggung," ujarnya.

"Bukan binggung, yang ada Arul ketemu lo udah kayak orang bego. Plise lah, sudahi kebobrokan kalian yang unfaedah itu," pinta Diki terang-terangan.

"Gak bisa Dik, karena konsep Argde Geng didirikan karena kebobrokan kita. Kita harus menghibur banyak orang, dan buat mereka bahagia," sahut Arul.

Diki mengusap wajahnya, meluapkan segala emosinya pada dirinya sendiri. Karena kesal melihat kelakuan temannya.

"Astagfirullah, kenapa gue dapat teman kayak Arul sih?" keluhnya. Lelaki itu menatap kedua temannya dengan lelah.

Roby mengelus pundak Diki. "Gimana Dik, bahagia kan lo ngadepin mereka," tutur Roby. Sontak Diki menatap Roby, merangkul pundak Roby, menangisi kelakuan teman-temannya.

"Emang gak semudah itu By, kayak ngelupain dia. Butuh waktu," lontarnya tiba-tiba.

Ingin tenang, tapi Galen kembali membuat kegaduhan. "Wah, ternyata Diki bisa bucin juga ya, gue pikir dia cowok yang sibuk sama bisnis aja, terus gak peduli soal percintaan. Ternyata dia sadboy, haha," tawa Galen disambut dengan tatapan tajam dari sang empu.

"Jangan natap gitu Dik, takut mata lo copot," tuturnya.

Diki tak mengherankan teman-temannya lagi, lelaki itu kembali ke bangkunya.

***

Waktu terus berjalan, bel istirahat pun sudah berbunyi. Banyak siswa-siswi berlarian ke kantin. Terkecuali Argde Geng, mereka memilih untuk diam di dalam kelas, mereka sangat memahami keadaan Ema. Meskipun tidak seperti hari biasanya, Diki dan Ema membawa bekal. Namun, hari ini Arul membawa banyak camilan, hal yang sangat jarang anak itu lakukan.

"Tumben," Diki melirih.

"Sekali-kali Dik, dan ada satu hal yang pengen gue kasih tau ke kelian." Arul menundukan kepalanya, mendonga menatap teman-temannya satu persatu.

Semesta Kita Season 1 (End) Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang