"Hidup itu seperti permainan, ada kalanya bahagia saat menang. Ada pula kesedihan ketika kalah."_Arul.
Hari ini, Arul lebih banyak diam. Tidak biasanya, lelaki itu hanya mengamati teman-temannya yang sibuk dengan aktivitas mereka.
Diki yang menaruh curiga pada Arul sejak mereka masih di sekolah. Lelaki itu pun menghampirinya. Ia sangat penasaran, ada apa dengan Arul? Tidak biasanya anak itu seperti ini.
"Woi, bengong aja. Gue liatin dari pagi tadi juga, lo kenapa banyak diam? Biasanya ember pecah lo itu berisik." Diki mengejutkan Arul yang termenung.
Arul ini sangat pintar menutupi lukanya, ia membuat orang lain bahagia. Tapi, dirinya malah terdiam tanpa bahasa. Ketika masalah datang menghampirinya.
"Gue biasa aja tuh Dik," serapih mungkin ia menyembunyikan dukanya.
Diki ikut duduk disamping Arul, merangkul pundak lelaki itu, memujuknya agar lelaki itu ingin bercerita.
"Gak usah nyembunyiin sesuatu Rul, gue tau lo orangnya gimana," lontar Diki. Kata-kata Diki membuat Arul menatap lelaki disampingnya dengan lekat.
Arul menghelai napas panjang, tidak ada gunanya lagi berbohong. "Gue emang gak bisa bohong ya," ucapnya.
"Lo gak punya bakat itu. Jadi lo cerita aja, biar apa lo nyembunyiin semuanya dari kita? Biar lo dibilang kuat? Gak Rul, lo gak bisa sendiri bangun rumah mewah, sekuat-kuatnya lo bikin kerangka rumah, lo butuh tukang untuk buatin rumah impian lo itu. Sama kayak hidup lo, semandiri apapun lo. Lo butuh teman yang ngedukung lo, ngedengerin semua keluh kesah lo. Lo yang bilang kalau Ema gak sendiri, sekarang apa? Lo yang bikin diri lo sendirian."
Mendengar nasehat yang Diki lontarkan, menciptakan tawa Arul. "Dik, gue gak nyangka orang secool lo ngomong panjang lebar, berasa dengar ceramah gue."
"Yey, diomongin malah ngelawak nih bocah," respon Diki membuat Arul tertawa.
"Abisnya, lo lucu banget kalau lagi jadi penasehat gini." Tawa Arul mengema, membuat Diki kesal. Bukan tanpa alasan, ia ingin Arul membagi kisahnya.
Diki menyengkal, apa yang Arul ucapkan tidak benar. "Mata lo tuh lucu, lo bisa serius dikit gak sih Rul?"
Seketika Arul diam, wajah cerianya pun tiba-tiba sendu. "Gue gak tau Dik, gue bingung, gue gak bisa milih," ungkapnya.
Ketiga temannya yang tadi sibuk tertawa, mereka menghampiri Diki dan Arul. Karena suara kedua lelaki itu terdengar berisik.
"Eh, ada apa nih? Kalian berantem?" Ema bertanya-tanya.
"Gak ada yang berantem, Arul cuman lagi ada masalah. Tapi, dia gak mau cerita," Diki menjelaskan tentang Arul.
"Kenapa gak bilang? Emangnya kita semua gak bisa bantu lo Rul? Se-enggaknya lo gak usah nyimpen masalah lo sendiri. Kayak gini lo seolah-olah gak ngangep kita semua Rul," kini Giliran Galen yang membuka pembicaraan. Lelaki itu sedikit kesal dengan sikap Arul. Dia yang menjadi pondasi untuk teman-temannya, merasa gagal jika salah satu dari mereka menyimpan rahasia seorang diri.
Roby merangkul Galen, mengusap bahunya. Agar lelaki itu tenang. "Kan udah gue bilang, kalau ada masalah diantara kita, saling memahami, cerita, jangan bawa emosi. Belum tau jelas kan tentang masalahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Kita Season 1 (End) Segera Terbit
Teen FictionMemiliki trauma yang berat, lalu disembuhkan dengan rasa kasih sayang. Bukan soal percintaan saja, tapi tentang persahabatan juga. Mereka yang memiliki mimpi, bekerja sama untuk meraihnya. Saling menompah satu sama lain, saling memahami dan menyayan...