9. Perubahan Ema

57 8 21
                                    

"Definisi bahagia itu apa? Jika rumah yang dulu menjadi tempat bercanda tawa, kini malah menjadi tempat untuk mengukir luka."_Ema.

Sudah dua hari, Ema tidak ikut berkumpul dengan pacar dan teman-temannya. Tawa gadis itu sudah tidak terdengar lagi. Suara debatnya yang tak mau kalah pun sudah tak ada. Ke mana tawa itu? Semuanya berubah dengan begitu cepat.

Pagi ini, Ema sengaja tidak meminta Galen untuk menjemputnya, ia ingin pergi ke sekolah mengunakan buswey, ingin menikmati riuhnya jalanan. Kemacetan di kota Bandung. Kabut putih bertebaran, netranya menatap ke arah luar bus.

"Kenapa ketika suasana hati gue yang lagi gak baik-baik aja kayak gini. Semester selalu mendukung? Seolah-olah dia tau kapan gue sedih," gumamnya pelan.

Perjalanan cukup lama, Ema memakai erphonenya menikmati lagu yang ada di play musiknya. Setiap alaunan lagu yang ia dengar, menggembalikan momen bahagia waktu ia kecil dulu, kenangan itu seperti direply ulang di dalam ingatannya. Tanpa sadar cairan bening membasahi pipinya. Ema pun tidak tahu kapan air itu datang.

"Apaan sih, kok nangis. Lebay banget jadi cewek," ucapnya pada dirinya sendiri.

Setelah melewati kemacetan, akhirnya Ema sampai di depan gerbang sekolah. Dirinya benar-benar tidak menyangka. Beberapa hari ia memutuskan untuk tidak bergabung dengan teman dan pacarnya. Mereka datang menunggu Ema, keberadaan mereka terlihat saat pertama kali Ema memasuki perkarangan sekolah.

"Ema," sapa Arul. Lelaki itu menghampiri Ema yang sedang berjalan.

Ema hanya tersenyum, ia sangat malas untuk bicara. Entah apa yang telah mengubah dirinya sekarang.

"Ma, kok lo cuek banget. Sumpah, ini bukan Ema yang kita kenal banget," ujar Arul. Arul terus memaksa Ema untuk bicara.

Sampai akhirnya, Ema tidak tega mengabaikan teman-temannya. "Maaf, gue gak bermaksud diamin kalian kayak gini. Gue benar-benar butuh waktu untuk sendiri," ungkapnya. Setelah mengucapkan itu, Ema pergi dan meninggalkan seulas senyum pada mereka.

Arul kembali kepada teman-temannya. "Gal, Ema kenapa? Dia ada masalah?" Arul bertanya.

Galen menghelai napas panjang, dirinya pun tidak tahu. Gadisnya berubah tanpa bicara, meskipun selama ini Galen tahu tentang Ema dan keluarganya. Tapi, hari ini Ema tidak berbagi duka padanya.

"Gue juga gak ngerti Rul, biasanya dia selalu cerita ke gue, apapun masalahnya. Tapi, akhir-akhir ini, anak itu nyembunyiin semuanya dari gue, bukan cuman ke gue, tapi kalian juga," tuturnya.

"Menurut gue, Ema bukan gak mau berbagi cerita sama kita. Mungkin, dia gak mau kalau kita tahu, dia takut ngebebanin kita," imbuh Roby.

"Benar apa kata Roby, kita tanya baik-baik, jangan maksa dia buat cerita. Gue yakin kok, lambat laun Ema pasti terbuka sama kita semua, tentang masalahnya. Kita ini sahabatan kan? Kita harus saling mendukung satu sama lain," papar Diki.

Keempatnya saling merangkul bahu satu sama lain. Mereka berjalan menuju kelas, jika telat masuk kelas, bisa-bisa mereka berurusan dengan Bu Dikta.

***

Ema baru saja ingin memasuki kelasnya, tapi cibiran tidak enak dari Tika membuatnya emosi.

"Cie, sendiri aja. Ke mana teman-temannya? Oh apa jangan-jangan kalian bubar ya? Gara-gara ada satu cewek yang menurut gue gak berguna banget ada dikelompok mereka. Secara mereka berempat itu famous banget ya di sekolah," Tika kembali berulah.

"Maksud lo apa?!" terka Ema, ketika dirinya sedang lelah karena kehidupannya yang tidak baik-baik saja. Seseorang yang membenci dirinya kini malah membuatnya emosi.

Semesta Kita Season 1 (End) Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang