12. Solusi

44 7 1
                                    

"Lo harus bisa mandiri, suatu saat nanti semuanya akan pergi. Hanya waktu yang bisa menjawab semuanya."_Arul. 

Hari ini, Diki memutuskan ikut pulang ke rumah Arul. Sedangkan Roby, Galen, dan Ema. Memilih untuk pulang, tidak sopan rasanya jika datang beramai-ramai hanya meminta  izin kepada orang tua Arul.

"Dik, kita pulang duluan ya. Nanti kalau ada apa-apa lo langsung kabarin kita aja." Roby berpamitan. Setelah berucap laki-laki itu berjalan ke arah kendaraannya.

"Iya, kalian hati-hati dijalan ya," pesan Diki.

Ema dan Galen sudah berada di atas motor Galen. Posisi yang sangat soswit, bikin yang lain iri rasanya.

"Andai gue punya pacar, bisa kali gue pamerin ke kalian semua," suara Arul terdengar begitu saja. Ketika yang lainnya sibuk mengobrol.

"Fakboy kok jomblo sih," sindir Ema.

"Diam lo Pentok korek, lo tuh gak diajak," ujarnya.

"Alay banget sih lo kayak bocah," sungut Diki.

"Sibuk aja Abang-abang ini."

Tidak ada lagi pertengkaran diantara mereka, beriringan dengan waktu. Satu persatu kendaraan beroda dua itu masing-masing berjalan ke arah yang berbeda.

"Kalau semuanya udah selesai, jangan lupa malam ini ke rumah Ema. Kita rancang bisnis kita." Teriak Galen sebelum menjauh.
Diki mengeluarkan ibu jarinya, menyetujui apa yang Galen katakan.

Sejuknya kota Bandung tak dapat mengalahkan hangatnya kasih sayang seorang Ema. Gadis itu terus bersenandung saat diperjalanan, tiba-tiba Galen menghentikan motornya.

"Kenapa Ay?" Ema bertanya.

"Lapar aku, kayaknya makan somay enak deh," ujar Galen. Lelaki itu langsung turun dari motornya.

"Seblak aja gak sih, enak. Udah lama juga aku gak makan itu," pinta Ema. Galen pun tak bisa menolaknya, apapun akan ia lakukan untuk membahagiakan Ema. Sekalipun rintangan yang ia lewati itu berat, sebisa mungkin akan ia jalani, walaupun perlahan.

"Gas lah Ay." Galen kembali menghidupkan motornya. Ema tersenyum penuh kebahagiaan, dirinya sangat beruntung mendapatkan sosok laki-laki sebaik Galen.

"Ay, aku harap kita terus kayak gini ya, kamu jangan pernah berubah dari aku," suara Ema menambahkan efek samping untuk Galen. Lelaki itu tersenyum, menatap wajah sang kekasih dari kaca spion motor.

"Kamu gak usah khawatir, aku gak akan pergi kemana-mana. Kalaupun aku pergi, aku akan ajak kamu. Aku gak akan pernah mau ninggalin kamu," Ema dibuat yakin dengan ucapan yang Galen lontarkan. Sedikit pun ia tidak menaruh curiga pada sang kekasih. Overthingking itu pasti, tapi Ema selalu melawannya dengan pikiran positif. Membuang jauh-jauh pikiran yang tidak akan pernah terjadi itu.

"Aku pegang omongan kamu, aku tagih suatu saat nanti."

Tak ada lagi pembicaraan diantara keduanya. Mereka terdiam menikmati hembusan angin yang sejuk, menikmati setiap riuhnya jalanan. Asap polusi bertebaran dimana-mana.

Sampai akhirnya mereka tiba di depan warung seblak, yang terkenal enak di Bandung. Semua makanan Bandung itu enak-enak, tapi yang lebih terkenal diera zaman sekarang. Yaitu; seblak.

"Kamu mau pesan yang pedas atau gak?" tawar Ema.

"Jangan pedas-pedas, nanti gue sakit perut lagi, kayak makan bumbu petis lo."

Galen tidak bisa diajak romantis, ia kembali berulah. Padahal momen mereka berdua itu sudah sangat jarang. Sekarang ada peluang, ia tidak memanfaatkan dengan baik.

Semesta Kita Season 1 (End) Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang