Pencarian

11 1 0
                                    

           "Kamu enggak pengin ngenalin aku sama siapa gitu?" Agista mengedarkan pandang usai bertanya pada sahabatnya yang lebih senang memisahkan diri dari berbagai kenalannya di pesta ini. "Kenalanmu cakep-cakep, ih. Kali aja ada yang cocok banget sama aku."

Alan yang sedang bersandar di salah satu pilar berdecak. Gelas minumnya yang dipegang sejak tadi belum juga tandas. "Gis, kamu datang ke sini sebagai pasanganku."

"Secara teknis enggak, ya." Menghadiri pernikahan selalu menjadi kebahagian tersendiri bagi Agista. Tiap kali melihat sepasang wajah mempelai, dia kerap membayangkan akan mengalami hal serupa tak lama lagi. "Aku diundung khusus sama Joa." Agista menunjuk kliennya. Solois yang lagu-lagunya begitu digemari tampak cantik saat menggandeng lengan pasangannya. "Sayang aja kamu udah cakep begini ternyata datang sendirian. Tapi, I'm your sunshine. Khusus hari ini, aku bakal setia ngikutin ke mana kamu pergi."

Sindiran Agista sama sekali tidak berefek apa pun pada Alan. Dia agak kesal setelah tahu temannya itu memosting foto tanpa izin sama sekali. Ditambahi caption lebay lagi! Follower-nya meningkat lebih banyak karena itu. Dia, sih, yakin, pasti sebagian besarnya karena kepo.

"Gis, sebagian besar tamu lebih fokus buat bikin konten ketimbang nyari gebetan." Alan menggerakkan bahu. Isyaratnya merujuk pada tamu yang sudah berpose untuk kesekian puluh kali. "Jadi, lupain ajalah niat muliamu buat dapatin ganti Reenan secepat mungkin."

Erika Joana, penyanyi blasteran yang cukup digandrungi. Subscriber youtuber-nya gila-gilaan. Follower Ig-nya bukan main. Lingkar pertemanan pun tak usah diragukan. Tak heran jika tamu undangan semuanya berasal selebritas kalangan atas. Agista tidak menyangka jika akan mendapat Erika Joana sebagai klien. Diundang pula di acara resepsi mewah ini.

"Bukan berarti aku enggak bisa kenalan dengan beberapa orang di sini." Agista mulai beranjak. Mendekam di pojokan bukanlah gaya. Meski harus menjalani hari-hati berat pasca putus, dia enggan untuk selamanya menderita. Mimpinya menikah dalam waktu dekat masih terus bergelora.

Agista melewati kerumunan dengan hati-hati. Kakinya mulai nyeri karena pump heels hitam ini. Meski begitu, cukup sepadan untuk mengimbangi of shoulder drees hitam sebetis. Kebetulan rok model A-Line ini masih memperlihatkan kaki jenjangnya yang mulus.

Hingga detik ini, Agista belum menyentuh makanan apa pun. Dia masih terbius dengan konsep outdoor wedding yang juga menjadi impiannya ini. Tatapannya mengarah pada spot kolam yang dipilari rangkaian bunga berwarna biru. Pun dengan di beberapa sudut, terdapat air mancur buatan yang dikelilingi tanaman seperti lavendel.

Seperti kebanyakan tamu, Agista mengambil ponsel di clutch dan mengarahkannya pada spot utama. Di bagian tengah acara, sepasang sejoli itu dinaungi atap transparan penuh bintang bekerlap-kerlip. Tak ketinggalan rangkaian mawar putih di semua sisi atapnya. Erika Joana memang anga terobsesi dengan bunga.

Usai mengarahkan pada spot utama tersebut, Agista memindahkan layar ponsel kea rah kolam. Dia hanya sedang memotret keramaian di sana ketika mematung pada hasil gambarnya. Ada seseorang yang menyedot perhatiannya. Seorang cowok, tatapannya begitu tajam, tengah memandang ke kamera. Agista baru akan menengadah ketika tepukan halus mengejutkannya.

"Nena?" Agista bersorak lantas merangkul teman kuliahnya yang belakangan lebih banyak menghabiskan waktu di Korea. "Aku pangling, lho."

"Ya, ya, aku ngeliat sendiri tatapan takjubmu itu." Ucap cewek berperawakan mungil tersebut. Nena berubah drastis saat terakhir kali bertemu dengan Agista. "Kamu apa kabar, sih, Gis?"

"Baik banget, dong."

"Tambah cantik dan sukses." Nena berdecak. "Aku dengar, kamu yang ngerias Joa."

Agista menaikkan dagu. "Nanti kalau nikah, kamu enggak usah ragu pakai aku."

"Nah, itu yang pengin aku kasih tahu ke kamu." Dengan senyum yang masih mengembang, Nena menjulurkan tangan berkuteks pink. Cincin dengan satu permata besar menghiasi jari tengahnya.

"Oh, wow!" Agista memekik senang. "Siapa cowok beruntung itu, sih, Na?"

Nena menggamit tangan Agista untuk bergerak ke arah lain. "Ternyata Korea enggak hanya berhasil mengubah penampilan aku menjadi lebih baik, tapi juga mengirim seseorang untuk ini."

Sekali lagi, Agista memperhatikan cincin bertahtakan emas mengilat itu. Rasa senangnya begitu melimpah untuk teman baiknya. Akan tetapi, terselip rasa iri di hati. Andai saja Reenan berbaik hati mengabulkan permintaan mudah itu. "Omong-omong, dia ada di sini, enggak?"

"Enggak, Gis. Dia belum bisa cuti tahun ini." Nena mengamati Agista dengan saksama. "Reenan apa kabar?"

Pundak Agista terkulai. "Jangan tanyakan itu, Na."

"Kalian masih LDR," Nena menjawab prihatin. Sekarang, mereka menuju ke meja yang kosong.

"Udah enggak lagi."

Mata sipit Nena terbelalak. "Kamu serius, dong. Kok bisa, sih? Padahal kalian udah cocok banget. Reenan bucin banget lagi sama kamu."

"Ya, gitu, kalau enggak jodoh." Agista memaksakan senyum. Tidak boleh membicarakan patah hati di acara bahagia orang lain. Titik. Dia sedang ingin bersenang-senang. Kalau perlu, dia berharap bertemu si calon di sini.

"Sayang, ya."

Agista bertemu pandang dengan sepasang mata sendu. "Ayolah. Aku enggak mau sedih-sedihan di sini. Bukan tempatnya." Lebih dari itu, Agista mulai capek. Mungkin saja di sana, Reenan bersenang-senang dengan selingkuhannya.

"Trus, kamu udah ketemu gantinya?" Nena mengernyit. "Maaf. Kalian pacaran udah lama, pasti susah buat move on."

Enak saja! Agista memelotot. Dia sulit membantah karena kunyahannya. Usai mengelap sisi mulut, dia pun bersuara, "Sembarangan aja. Aku bisa ketemu gantinya lebih cepat, kalau mau."

"Oke. Oke." Nena tertawa. "Aku enggak akan ungkit-ungkit soal Reenan lagi. Jadi, apa rencanamu dalam waktu dekat ini?"

Tentu saja mencari calon suami. Agista tidak ingin kalah dari Nena. Bukan berarti dia tidak senang dengan pencapaian temannya. Hanya saja, dia pasti minder jika muncul dalam acara nikahan tanpa gandengan. Masih mending jika teman-temannya belum tahu tentang status jomlonya.

"Nikah kali."

"Rencana pernikahan kami masih ada lima bulan lagi, kok." Nena berseru dengan antusias. "Kamu enggak usah buru-buru cari penggantinya."

"Sebenarnya, kalau aku enggak menemukan orang yang tepat, Papi akan melibatkan diri." Agista tahu Papi akan begitu senang menyodorkan banyak calon. Dia tidak ingin Papi ikut campur. Tidak ketika Agista masih mampu menggunakan pesonanya.

"Lho, itu lebih bagus lagi, kan?"

"Enggak, ah." Tepat ketika Agista mengedarkan pandang, musik pun mengalun lembut di sekitarnya. Ya ampun, akhir-akhir ini, dia paling sebal dengan lagu romantis. "Aku kadang enggak cocok aja dengan selera Papi."

"Santai aja, sih, Gis." Nela memangku dagu dengan kedua tangan. Cincin di jemarinya begitu menyilaukan. "Jodoh enggak akan ke mana."

"Aku paham, Nena." Agista melihat tatapan bahagia Joa. Dia pernah merasakan kebahagiaan seperti itu. "Tapi, aku udah muak ditanyain melulu kapan nikahnya."

"Ya, jawab aja kamu belum siap." Nena menegaskan pertanyaannya. "Toh kamu memang belum siap nikah, kan?"

Jawaban atas pertanyaan itu sudah ada di mulutnya. Akan tetapi, Agista tidak bisa melontarkan satu kata pun.

***


Love, Rara
Pinrang, 11 Juli 2023

Cinta Kali Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang