Undangan

9 0 0
                                    

            Agista berniat mengambil minuman ketika seseorang membawanya menjauh. Ternyata Nena. Sepanjang acara, dia belum memiliki kesempatan untuk mengobrol dengan teman lamanya ini.

"Kamu ngajakin aku ke mana?"

Nena menunjuk di sudut ruangan yang agak tersembunyi. Dengan dua pilar yang mengapit area sempit yang tidak berpenghuni itu, dia yakin menjadi tempat aman baginya untuk bergosip. "Jadi, benar kalau kamu lagi dekat sama cowok itu, Gis?"

"Cowok yang mana?" dia celingukan. Dari tempatnya berdiri dengan hidangan penuh minum agak berjarak. Agista harus menahan haus untuk beberapa waktu.

"Siapa lagi? Cowok yang sekarang jadi BA dari produk yang sedang kita hadiri inilah." Nena menyipitkan mata. "Semuanya udah jelas, kok. Tadi aja aku sering mergokin kalian saling lirik gitu."

Segera, Agista menyambut dengan kekehan. Dia menemukan dinding kaca yang menampilkan penampilannya. Masih terlihat cantik tanpa cacat sedikit pun. Dia menyisir bagian samping helaian rambutnya yang bergelombang. "Aku mesti ngomong apa, ya?"

"Jawab aja, ih!" Nena tampaknya begitu geregetan. Dia melirik ke tengah acara. Di sana, Thomas sedang mengobrol dengan General Manager dari brand asal Korea ini. "Kayaknya kalian udah jadian."

"Belum." Agista menjawab tegas. Dia dan Nena memperhatikan petinggi brand yang mengundang mereka terlibat percakapan intenst dengan beberapa orang lagi. Dia dan Thomas memiliki janji temu usai acara ini. Namun, sepertinya itu akan lama.

"Kalau Thomas nembak kamu dalam waktu dekat ini, bakal kamu terima, dong."

"Tergantung." Agista sudah memikirkannya matang-matang beberapa hari ini. Terlebih ketika dua malam dipergoki oleh mantan calon ibu mertua. Tante Hana tidak bisa menyembunyikan wajah syok yang menjadikan Agista begitu bersalah. "Kalau dia sekadar pengin main-main, aku mending stop di sini aja."

Nena mengernyit. Tatapannya menjadi bingung ketika bertanya, "Memang ada cowok yang pengin main-main sama kamu?"

"Hubunganku dengan Reenan sebelumnya bikin aku sadar sesuatu, Na." Agista memainkan jemari dan menahan diri untuk tak melihat apa yang Thomas lakukan sekarang. "Aku enggak ingin mengambil risiko, pacaran sama cowok dalam waktu lama. Aku kudu pastiin, Thomas pengin jadiin aku pacar yang kayak gimana. Pacar yang diseriusinya untuk beberapa lama atau berniat menjadikanku masa depannya."

Nena tidak bersuara untuk beberapa saat. Dia terus menatap wajah bahagia cowok yang belakangan ini sering disebut-sebut sebagai aktor pendatang baru berbakat. "Aku bukan penggemar aktor jangkung itu." Nena mengakui. Waktu luangnya lebih banyak dihabiskan dengan membaca. "Tapi, aku melihat serial yang baru kelar tayang baru-baru ini. Aktingnya bagus. Tolong koreksi, namanya dinominakasikan dalam event film tahunan di Jakarta bulan depan."

Informasi itu sudah didapatkan Agista dari fansite yang diikutinya. Namun, dia belum mengonfirmasinya pada Thomas. "Betul sekali. Kariernya sedang bagus." Mungkin saja sudah banyak sutradara yang mengincar cowok tersebut. "Bisa jadi, Thomas hanya mikirin kerjaan tanpa sekali pun berencana menikah dalam waktu dekat." Agista menepuk lembut lengan sahabatnya. "Kalau dia enggak seserius itu, aku enggak bakal patah hati, kok. Gimana pun, aku belum sampai yang bucin banget sama dia."

Cewek yang mengenakan heels berwarna beige hingga posisinya nyaris setara dengan Agista, mengembuskan napas. "Mungkin, aku agak keterlaluan, ya, Gis?"

"Enggak sama sekali, kok." Agista mengumbar senyum senang. Komunikasi di antara mereka sempat terputus akibat program diet dan kecantikan yang dilakukan Nena. Namun, Nena masihlah yang sama. Teman perhatian yang tidak sok. "Justru aneh kalau kamu enggak khawatir sedikit pun sama aku."

"Aku masih pengin mengobrol banyak," Nena menampilkan wajah cerita. Namun, itu jelas keluhan. "Tapi, cowok itu datang mendekat."

Usai menunggu beberapa detik, Agista menoleh. Thomas memang bergerak ke arahnya. Hanya saja, langkah cowok tegap itu dihentikan oleh beberapa tamu lainnya. Dia dan Nena sepakat untuk meninggalkan area ini.

"Aku pengin nanya satu hal dan janji, setelah ini enggak akan kepo lagi." Nena sengaja melambatkan langkah. "Tentang kamu dan Reenan. Itu beneran udah selesai? Enggak ada lagi kesempatan bagi kalian untuk memperbaiki?"

Pertanyaan itu mengingatkannya pada wajah Tante Hana. Beliau menggenggam erat tangan Agista malam itu. Tak ada kemarahan hanya rasa sedih. Dia sempat membayangkan tuduhan yang tidak-tidak.

Tentu saja, Tante Hana bukanlah pribadi seperti itu. Alih-alih mencurigai Agista, wanita yang begitu penyayang itu justru menyalahkan anaknya. Meskipun sakit hati atas sikap Reenan, Agista tak mungkin mengatakan alasan hubungan itu harus berakhir. Dia tidak bisa mengatakan apa pun saat Tante Hana agak memohon agar memberikan Reenan kesempatan kedua.

"Kayaknya udah enggak bisa lagi, deh, Na." Agista mengatakannya dengan nada sedih. Pada Nena maupun orang terdekat lainnya, dia tidak bisa menyembunyikan jika luka itu belumlah kering. "Reenan udah berubah."

"Berarti bukan jodoh." Nena menggenggam tangan Agista. Dia pun mengangkat kepala dan memandang ke depan. "Si calon pacar udah deket, tuh."

Tepat ketika Agista menoleh, Thomas sudah ada di depan. Dia melihat cowok itu mengulas senyum cemerlang saat menyapa. Di sampingnya, Nena membalas uluran tangan Thomas.

"Aku keliling kalau gitu." Nena menatap hanya pada Thomas. "Aku enggak kepengin mengganggu rencana apa pun yang udah kalian bikin."

Sebelum menjauh, Agista membalas sapaan Nena yang bergerak lincah ke arah kerumunan di dekat panggung. Pada Thomas, dia hanya bilang, "Kamu sama sekali enggak bilang bakalan ada kerja bareng dengan brand ini."

"Biar jadi kejutan buat kamu."

"Kejutan yang menyenangkan." Agista terkesiap pada uluran tangan Thomas. Cowok itu menyerahkan gelas minumnya. "Hm?"

"Sebenarnya, aku kepengin bawain kamu ini. Eh, aku malah terjebak." Thomas meringis. "Belum lagi, kamu ditarik jauh banget sama temanmu itu."

Detik itu juga, Agista tertawa. Setelahnya, dia menunjuk kursi kosong. Keduanya langsung ke sana sebelum diisi oleh tamu lain. "Aku agak tersentuh dengan perhatian kecilmu." Agista tidak membual. Dia memang tidak menyangka bahwa Thomas sedetail itu. Pujian-pujian dari fansite-nya kemungkinan besar terbukti. "Sekali lagi, selamat, ya."

Brand skincare asal Perancis ini mendapuk Thomas sebagai satu-satunya brand ambassador dari Indonesia. Sejauh ini, aktor senior pun belum ada yang mendapatkan kehormatan seperti itu. Cowok berkulit cokelat itu sama sekali tidak menunjukkan wajah puas. Hanya senyum cerah semenjak dia dan Thomas bertemu.

"Semestinya aku ditraktir, dong."

Agista tampak berpikir. "Ditraktir seblak?" dia menyesap kembali minumannya. Setelah itu, dia menelengkan kepala, "Eh, kamu udah makan banyak martabak. Gimana kalau–"

"Makan malam di tempatku?" Thomas langsung mengusulkan ide lain.

Ide yang agak membuat was-was. Namun, Agista pura-pura berpikir. "Ah, kamu pengin nunjukkin kalau bisa masak?"

Thomas tergelak. Dia menggeleng lalu meringis. "Aku enggak bisa masak, Agista. Tapi, aku bisa menghidangkan makan malam paling lezat."

Sejujurnya, Agista tidak terlalu menyukai ide mengunjungi apartemen Thomas. Akan tetapi, dia tetap memberikan persetujuan dengan anggukan singkat.

***

Love, Rara
Pinrang, 18 Juli 2023

Cinta Kali Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang