Dating

11 0 0
                                    

Thomas Zavian : Cuman memastikan kembali, kita ketemuan aja di resto, kan?

Nayanika Agista : Yup, kita ketemuannya di sana aja. Anyway, thank you udah nanya.

Thomas Zavian : Bukan masalah besar, Gis.

Sepanjang waktu, Agista ingin bersiul sekencang-kencangnya. Tempo hari, aktor yang naik daun itu tiba-tiba menghubunginya beberapa jam usai pertemuan mereka di klinik kecantikan Mami. Dirinya sudah diperhatikan sejak di pesta Joa. Usai perkenalan singkat kemarin membuat Thomas yakin untuk memulai pendekatan.

Dilemanya beberapa hari ini agak terobati. Meski statusnya masih jomlo, setidaknya Agista mendapatkan bakal calon pacar. Dia tidak ingin buru-buru mengharapkan sesuatu yang besar. Bagaiman pun juga, dia belum mengenal Thomas.

Nanti malam menjadi pertemuan ketiga sekaligus langkah awal untuk mengenal sedikit demi sedikit pribadi cowok yang baru saja membintangi serial drama remaja. Serial itu tayang di salah satu platform. Kalau ada waktu senggang, dia ingin menontonnya.

"Mbak kayaknya lagi happy, deh."

Agista langsung menatap cermin. Pantulan benda besar tersebut menampilkan wajah terkejutnya. Saat menoleh, dia memandang aktris muda di sebelahnya. "Aku senang terlibat dalam proyek ini, terlebih kamu sebagai klienku."

Event pagelaran busana kerja sama dari tiga desainer terkenal di Indonesia, memilihnya sebagai MUA model-model mereka. Satu dari model terpilih itu yakni Gabby Andina. Ini kali keempat mereka bekerja sama. Agista sudah hafal dengan keinginan Gabby saat dirias, tidak ingin berlebihan.

Gabby tertawa. "Tapi aku rasa bukan karena itu." Dia memejam sewaktu Agista mengaplikasikan eyeshadow. "Kalau boleh kepo, karena si penulis naskah itu, kan, Mbak?"

Lekas, Agista merespons dengan decakan panjang. Dia masih keki kalau sebagian orang mengaitkan kehidupan pribadinya dengan Alan. Bukan salah mereka memang, tetapi Alan. Sahabat super menyebalkannya itu masih memasang segala foto dan caption memalukan, membuat sebagian orang masih salah paham.

"Aduh, bukan Alan, kok." Agista menepuk halus lengan Gabby. Isyarat agar kliennya membuka mata. "Gimana?" Agista menguakkan senyum ketika Gabby menaikkan dua jempol.

Sejam berikutnya, Agista menyudahi rutinitasnya. Karena masih memiliki agenda lain, dia melewatkan event pagelaran busana ini. Dia langsung ke apartemen demi memilih pakaian untuk pertemuan nanti malam.

Agista tidak sabar untuk sekadar memberitahu Alan maupun Binar tentang janji temu malam nanti. Namun, dia menahannya. Binar pasti tidak akan melewatkan kesempatan untuk bergosip ria selama beberapa waktu lamanya sementara dia perlu berdandan.

Blus krem berbahan sifon menjadi pilihan Agista. Terdapat pita di bagian lehernya yang berbentuk V serta lengan bermodel plisket. Motif kembangnya begitu manis. Atasan tersebut dipadukan dengan jin gelap ketat. Sempurna.

Masih tersisa dua jam saat Agista melirik pada penanda waktu di tembok. Meski begitu, Agista tidak memiliki banyak kesempatan untuk bersantai. Dia perlu mengecek lagi jadwal keesokan hari. Ketika kelar, dia memeriksa isi kulkas. Stok apel di lemari pendinganya masih ada. Dia mengambil salah satu kemudian mengunyahnya. Terakhir, dia perlu menata ulang rambut lebatnya.

Sesampainya di restoran tujuan, seorang pelayan dengan seragam khusus tempat ini, menyilakan dan menuntun Agista ke area balkon. Dia melewai lantai marmer yang mendentangkan ketukan heels-nya saat mengirimkan chat pada Alan. Cowok itu perlu tahu. Kalau peka dan semestinya Alan peka untuk segera menghapus postingannya.

Tamu restoran sudah mengisi beberapa meja di lantai ini. Untuk sesaat, Agista mengamati lampu besar di tengah ruangan. Seingatnya, itu masih lampu kristal yang sama saat terakhir kali ke sini. Dia mengingat-ingat. Tentu saja bukan bersama keluarga besar melainkan dia datang bersama Reenan. Stop it, Agista! Kenangan apa pun itu bersama si koki berengsek tidak boleh muncul lagi di permukaan.

Si pelayan mengantarkan Agista tepat di sebelah Thomas yang sudah menunggu. Ketika pelayan tadi beranjak pergi, cowok berkemeja abu-abu tersebut berdiri. "Hai."

Agista mengulum senyum saat Thomas menarikkannya kursi. "Coba bilang, aku terlambat berapa lama?"

"Kamu enggak telat sama sekali, kok." Thomas mengerling pada jam di pergelangan tangan.

Dugaan Agista, benda tersebut berasal dari brand police. Reenan sangat menggemari... Aduh, Agista, kamu lagi makan bareng Thomas. Jangan kepikiran cowok lain, dong, terlebih mantan. "Tadi habis syuting?"

Wajah cowok di depannya seketika menjadi cerah. "Lebih tepatnya habis diskusi panjang dengan salah satu PH buat proyek baru mereka."

"Ada bocoran, enggak, nih." Agista menerima buku menu dari Thomas.

"Mereka lagi berencana melanjutkan sekuel dari film horor tahun lalu. Aku enggak mendapatkan peran utama di sini. Tapi, bisa bekerja sama dengan aktor hebat dan senior itu pastilah keren sekali."

Genre horor, sayangnya, bukanlah kesukaan Agista. Dia tipe parnoan. Mendengar suara latarnya yang mengejutkan saja sudah membuatnya menutup wajah. Binar kerap sekali meledek jika mereka menonton bersama. Agista sedang mengingat-ingat beberapa film horor yang rilis tahun lalu. Memang ada dua film yang menarik perhatian banyak penonton karena pengemasan ceritanya amat bagus. "Kayaknya aku kebayang, deh. Spill judulnya, dong."

"Itu masih rahasia, Agista. Omong-omong, aku belum memesan makanan karena enggak yakin dengan seleramu." Tepat setelahnya, seorang pelayan berbadan jangkung mendekat dan siap untuk mencatat pesanan.

Sembari menunggu pesanan, Agista kembali mengajukan pertanyaan. "Kamu pasti enggak sabar buat deal kontrak?"

Thomas mengetukkan telunjuk di meja. Dia berujar setelah memilih ucapannya dengan hati-hati. "Khusus untuk proyek ini, perasaanku campur aduk. Tentu saja, aku berharap segera bisa belajar dan beradu akting dengan aktor-aktor hebat. Di sisi lain, aku khawatir kalau kualitas aktingku enggak cukup mengesankan di film berikutnya. Sebagian orang beranggapan, ya, aku hanya bermodalkan tampang doang. Karenanya, aku berusaha keras agar benar-benar layak untuk bekerja sama dengan rumah produksi di dunia hiburan ini."

Sentimen yang jahat. Profesi apa pun yang tengah digeluti, selalu saja ada anggapan meremehkan begitu. Agista cukup memahami perasaan Thomas. "Apa rencana jangka panjangmu?"

"Untuk sekarang belum ada, sih." Thomas meringis. "Seorang teman menyarankan untuk membuat konten-konten sederhana untuk menjangkau banyak penggemar. Kurasa lebih baik mengasah kemampuanku dulu."

"Kamu bisa melakukan keduanya." Agista menambahkan, "Dan menerima semua tawaran podcast yang masuk."

Pelayan datang. Thomas menggumamkan ucapan terima kasih usai semua pesanan ada di meja. Diam-diam, Agista mengagumi sopan santu cowok yang ternyata senyumnya manis banget itu. "Masa? Sebulanan ini, aku menolak tiga tawaran."

"Kenapa?"

"Aku enggak menghakimi, tapi aku kurang cocok aja dengan isi konten mereka yang lebih mengulik kehidupan pribadi ketimbang pencapaian bintang tamu."

Kedua tangan Agista menggeming. Dia urung memotong steak. "Tapi, itu, kan, yang disukai banyak orang."

"Banyak aktor yang enggak suka tebar sensasi dan terbukti hebat di bidangnya. Aku ingin menjadi salah satu di antaranya."

Pertemuan ini sama sekali tidak mengecewakan. Hanya dalam obrolan ringan begini, Agista sudah terpana pada Thomas. 

***

Love, Rara
Pinrang, 14 Juli 2023

Cinta Kali Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang