Gila

22.1K 1.6K 21
                                    

Sesuai ucapan Sean, 2 jam kemudian tepat pukul 10 acara ekspo selesai. Di lobi hotel sudah ada Pak Anton yang menunggu, ia menyerahkan satu kunci pada Sean sebelum mempersilahkan El dan Ratu masuk.

Sean terlihat memasuki sebuah mobil yang terparkir di depan mereka lalu melaju lebih dulu. Sedangkan Ratu yang membawa banyak paper bag cinderamata bergegas memasukkan barang-barang itu ke bagasi mobil di bantu Pak Anton.

"Pak nanti semuanya taro ke kamar saya aja dulu ya, besok saya beresin. Saya ada urusan dulu bentar," ucap Ratu terburu-buru, tak mau kehilangan jejak Sean yang sepertinya belum jauh.

Seolah keadaan saat itu mendukung, sebuah taksi berhenti tepat di depan Ratu yang baru keluar meninggalkan hotel. Ia bergegas naik lalu meminta sopir untuk mengejar mobil Sean di depannya.

15 menit kemudian mereka berhenti tepat di depan sebuah gedung kios terbengkalai. Ratu bersembunyi tak jauh dari sana, melihat Sean yang kini memasukkan pin di akses kontrol pintu hingga pintu itu terbuka.

Setelah Sean masuk, Ratu buru-buru berlari untuk menahan pintu agar tidak tertutup kembali. Di dalam sana terdapat sebuah lift, tanpa pikir panjang Ratu segera masuk lalu menekan satu-satunya tombol lantai yang ada di sana.

Begitu pintu lift terbuka, Ratu sempat tertegun di tempatnya berdiri. Pandangannya menyapu dengan kilau gemerlap di sekitar. Ia tak mengira kalau dibawah bangunan tua tadi terdapat sebuah club malam yang cukup megah. Tempat itu dipenuhi oleh orang-orang yang asik meliuk-liukkan tubuh menikmati dentuman musik dari DJ.

Saat mengingat kembali alasannya berada di sana, pandangannya dengan cepat menyapu mencari keberadaan Sean. Laki-laki itu terlihat sedang mengobrol dengan seseorang sebelum berjalan menuju koridor.

Ratu buru-buru mengekor di belakangnya, mengikuti mereka yang kini masuk ke arena pertandingan. Di sana sudah terdapat banyak orang yang memenuhi seluruh tempat penonton.

"Dia bisa berantem?" Tanya Sean pada pria di sampingnya⎯pemilik sekaligus pemimpin di tempat itu.

"Ya, sesuai permintaan lo, bos."

Sean kemudian diantar menuju belakang arena pertandingan. Ia hanya melepas tuxedonya, masih dengan kemeja dan celana bahan cowok itu kini naik ke atas ring. Di atas sana terdapat seorang laki-laki bertubuh tegap, siap untuk menjadi lawan Sean malam itu. Ratu lantas berbaur bersama penonton lain. Begitu pertandingan dimulai ia segera membuka handphonenya untuk merekam. Entah ini akan berguna atau tidak, tapi Ratu rasa ia perlu mengabadikannya.

15 menit pertama pertandingan berjalan sengit. Meskipun Sean mengikuti kelas khusus untuk muaythai, namun kemampuan lawan mainnya yang seorang street fighter cukup bisa mengimbangi. Tapi meski begitu Sean mampu membabatnya habis dengan tinjuan keras dan teknik kaki yang menyakitkan. Hingga di babak ke 4, ia berhasil melumpuhkan lawannya dengan pukulan lurus tepat di ulu hati. Seketika sorak riuh penonton terdengar bergemuruh. Ratu pikir ini sudah berakhir, namun ternyata tidak.

Sean berjalan ke sisi arena pertandingan lalu kembali sambil memantik rokok di mulutnya. Dengan satu pukulan siku ia menghantam wajah lawannya sekuat tenaga. Ratu meringis ngeri saat melihat wajah pria malang itu yang sudah bonyok di penuhi darah.

Seolah belum cukup, Sean menjambak rambut pria itu supaya bangkit lalu memukuli wajahnya secara membabi buta. Sontak Ratu memekik kaget. Kedua matanya seketika membola melihat pria itu nyaris mati di tangan Sean⎯atau mungkin ia sudah mati sekarang.

Setelah Amaris, kini Sean bahkan membunuh orang yang tidak ia kenal. Sungguh psikopat gila, dan mungkin lebih gila lagi saat tak ada satu orangpun yang mencoba menghentikannya. Bahkan para penonton di sana asik bersorak heboh, bukan karena terkejut tapi karena antusias. Itu cukup mengartikan kalau hal seperti ini sudah biasa bagi mereka.

HierarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang