Rumah

6.1K 164 42
                                    

Matahari bersinar lebih terik pagi itu. Ratu terlihat bersemangat melangkahkan kakinya keluar apartment menuju halte TransJ terdekat. Hari ini ia ada kelas pagi, siap bergumul dengan para budak kapitalis lain yang juga akan memulai hari mereka. Namun saat baru saja akan menuruni tangga lobi, langkahnya terhenti begitu ada satu panggilan FaceTime dari Sean.

Senyum Ratu seketika merekah sempurna melihat afeksi sang kekasih di seberang sana. "Hey, how's it going?" Sapanya antusias.

(Hei, apa kabar?)

"Umm... good. Are you busy right now?"

(Umm... baik. Kamu lagi sibuk gak?)

Gadis itu sempat menjeda sesaat, menyadari perbedaan kentara dari nada bicara Sean. "Nope, not really. What's going on?"

(Enggak, gak terlalu sih. Kenapa emang?)

Sean terlihat menipiskan bibirnya sambil mengalihkan pandangan ke arah lain. Entahlah, mungkin bimbang harus mengatakannya pada Ratu.

"Aku lagi di bandara sekarang. Can you pick me up, babe?"

(Kamu bisa jemput gak, babe?)

Ratu seketika mengerutkan kening. Bukannya tidak senang, tapi ia tahu kalau jadwal kepulangan Sean masih 5 bulan lagi. Namun alih-alih menanyakan, Ratu memilih untuk menyanggupi permintaan cowoknya itu. Ia tahu kalau Sean pasti tidak sedang baik-baik saja sekarang.

"Sure. Aku jemput sekarang, kamu tunggu ya. Love you."

Begitu mematikan sambungan telepon Ratu lantas bergegas memesan taksi menuju bandara. 20 menit kemudian ia pun sampai di terminal tempat kedatangan Sean. Laki-laki itu terlihat melambai sambil mengulas senyum. Namun di balik senyumannya itu, ada sesuatu yang terasa kosong di mata Ratu. Tatapan yang membuatnya semakin yakin kalau ada sesuatu yang terjadi.

"Hey.., what's going on?" Ratu bergegas menghampiri Sean lalu menangkup kedua rahang pria itu.

(Hei.., ada apa?)

Dalam sekejap matanya langsung berkaca-kaca. Hanya dengan melihat Ratu membuat Sean tak kuasa lagi menahan kesedihan yang sejak tadi menyesakkan dadanya.

"Maaf ya aku ngabarinya mendadak begini, by. Aku berantem sama Ayah soal rencana perjodohan sama Allisya yang tiba-tiba. Aku udah nolak dan dia marah besar bahkan bicara omong kosong dan bahas-bahas soal kematian Bunda," Sean menjeda sesaat. Ia menipiskan bibirnya saat matanya semakin memanas menahan ledakan air mata. "I lost control then I said something that I shouldn't. He threw me out and I don't know where to go so I call you—"

(Aku kehilangan kendali dan bilang sesuatu yang gak seharusnya aku omongin. Ayah usir aku dan aku gak tau harus kemana jadi aku hubungin kamu—)

Ocehan Sean terpotong saat Ratu berjinjit lalu berhambur memeluknya. Satu langkah yang membuat pertahanan Sean luruh lalu tangisannya melebur begitu saja. Ia terisak keras saat Ratu mendekapnya di ceruk leher gadis itu. Layaknya pengembara yang mendapatkan rumah, semua tangisannya tumpah dalam pelukan hangat tersebut.

"It's okay baby, I'm here for you." Ratu memejam, menahan air mata saat dadanya ikut terasa sesak.

***

Ratu yang tengah mengetik makalah refleks mendongak begitu melihat afeksi seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi. Namun ia langsung membuang muka dengan wajah memerah melihat Sean yang hanya memakai handuk saja. Sean yang menyadari hal tersebut pun buru-buru mengambil bajunya dengan canggung.

"Maaf bikin kamu gak nyaman gini, by." ujarnya tak enak. "Aku udah booking hotel. Besok pagi aku check in—"

"It's okay, kamu boleh tinggal di sini buat sementara waktu. Seenggaknya sampe kamu dapet kerja. Tabungan kamu bisa abis kalo dipake buat pengeluaran di hotel by, lebih baik dipake buat yang lebih penting." Jelas Ratu sambil mengulas senyum.

HierarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang