Luar Batas

21.4K 1.5K 37
                                    

Dua buah Alphard putih menepi cantik di parkiran salah satu club malam terkenal di Jakarta. Namun bukan untuk clubbing, kali ini anak-anak primus datang ke sana untuk menjalankan misi. Saat di sekolah tadi El meminta Arfa untuk bertemu, tepatnya ajakan bekerja sama untuk menyingkirkan Ratu. Meskipun awalnya laki-laki itu sempat skeptis namun ternyata ia tetap datang. Arfa kira akan mendapatkan sesuatu atau informasi penting dari El. Padahal nyatanya jelas tidak begitu.

Empat orang kini sudah mengambil posisi di dalam. Magika sebagai juru kamera, David dan Sam yang mengawasi situasi, dan Adit yang mengintai posisi target. El sendiri yang terlihat cantik dalam balutan dress satin navy sudah bersiap untuk masuk. Ia memasang earphone nirkabel di telinganya sambil mengganti sneakersnya dengan sepasang heels.

"Hati-hati ya, El." Celetuk Ratu yang kini memandanginya dari tampilan cermin.

El kemudian mengulas senyum tipis. "Of course I'll be. Gue yang terpenting. Nobody's more important than me." Tandasnya percaya diri.

(Pastilah. / Gak ada yang lebih penting dari gue.)

Setelah selesai gadis itu kemudian beranjak masuk. Langkahnya yang anggun dan elegan berhasil menguarkan aura dominan begitu melangkah. Netra hitamnya menelisik ke sekitar, mencari keberadaan orang yang menjadi alasan utamanya kemari.

"Position." Ujar El pada earphone di telinganya.

"He's in the Trophy Club." Sahut Adit yang sedari tadi bertugas memantau Arfa.

(Dia di Trophy Club.)

Gadis itu kemudian bergegas ke tempat yang di maksud. Ia menaiki lift untuk menuju meja Trophy Club yang ada di lantai atas. Meja dengan pandangan khusus untuk para konsumen VIP. Lucky her, El merupakan salah satu konsumen yang memiliki kartu member Trophy Club.

Setelah memperlihatkan kartu keanggotaannya pada penjaga El pun berlenggang masuk. Dari riuhnya pengunjung, pandangannya langsung tertuju pada salah satu opentable di sana. Arfa duduk sambil menikmati koktailnya sendirian. Tanpa berniat bergabung, gadis itu lebih memilih duduk di meja yang berseberangan. Ia memesan secangkir whiskey lalu menikmatinya dengan tenang.

Sedangkan Arfa, mereka hanya saling pandang satu sama lain. Tak ada satupun yang berniat mengalah dan menghampiri lebih dulu. Sampai kemudian cowok itu menyerah dan berjalan menuju meja tempat duduk El. Tanpa disadari El tersenyum samar sambil menyeruput whiskeynya. Sejauh ini semuanya berhasil. Arfa melakukannya dengan benar sesuai yang direncanakan.

"What you want to talk about?" Tanya Arfa begitu mendudukkan diri di depan El.

(Apa yang mau lo omongin?)

"Meet me in the restroom."

(Temuin gue di kamar mandi.)

"Pardon?" Arfa seketika mengernyit mendengar permintaan gadis itu.

"Kita butuh tempat yang lebih privat buat ngomong. I'll meet you in a five munites." Ucap El.

(Gue tunggu lo 5 menit lagi.)

Gadis itu bangkit berdiri lalu belenggang begitu saja, meninggalkan Arfa dengan segala pertanyaan dan kebingungannya. Namun laki-laki itu jelas tidak sedemikian dungu sampai mengikuti permintaan El. Ia lebih memilih kembali ke mejanya dan menikmati koktailnya seperti sedia kala. Setidaknya sampai dua puluh menit kemudian. Isi kepalanya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang ingin El katakan. Akhirnya melawan intuisi warasnya sendiri, cowok itu bangkit dari sana lalu berjalan menuju tempat yang dimaksud El. Sedangkan di sisi lain, El yang masih menunggu di ruang restroom mulai terlihat harap-harap cemas.

"What if he doesn't come?" Tanyanya pada anak-anak lain di seberang earphone sana.

(Gimana kalo dia gak dateng?)

HierarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang