Pesta

27.2K 1.9K 60
                                    

Atensi Ratu teralihkan saat notifikasi masuk ke handphonenya. Ia yang sedang asik menonton pun menjeda filmnya untuk sesaat. Gadis itu melirik bar notifikasi sebelum membuka satu pesan masuk yang dikirim El beberapa detik yang lalu.

Eleanor

Lo dimana?
Ke rumah gue sekarang

Ratu menghela nafas pelan sambil melirik jam di bar handphonenya. Pukul 9 lebih 20 menit, entah apa yang setan itu inginkan di jam segini. Biasanya El meminta Ratu ke rumahnya untuk mengerjakan tugas atau dijadikan babu saat teman-temannya berkumpul.

Ia bisa saja tidak datang. Iya, kalau siap untuk mendapat amukan El dan disiksa habis-habisan besok. Entah itu dengan menyuruhnya tanpa henti, memintanya melakukan hal-hal yang berat atau bahkan melukainya secata fisik. Dan itu tidak sehari saja, melainkan bisa bertahan sampai seminggu.

Entahlah, mungkin sebegitu tidak menariknya hidup El hingga tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain merisak orang. Kalau saja Ratu jadi El, ia pasti akan memanfaatkan keuntungan nasibnya untuk hal yang normal-normal saja.

Jalan-jalan ke luar negeri, misalnya, ngevlog, belanja, menghabiskan uang yang tidak akan habis. Tidak seperti El yang malah mencari-cari masalah. Yah, gadis itu memang terlalu tolol untuk jadi orang kaya.

Dengan malas Ratu beranjak dari tempat tidurnya. Ia mengambil jaket varsity, menyampirkan tas selempang dan memakai sneakers lalu berjalan keluar apartemen. Tanpa memoles make-up ataupun menyemprotkan parfum, ia segera memesan taksi menuju rumah El.

Sesampainya di sana, salah seorang pelayan mengantarnya menuju bangunan timur. Sebelumnya tempat itu belum pernah Ratu datangi. Setiap kali berkunjung ia hanya pernah ke kamar El yang letaknya ada di bangunan utama.

Dan seperti pertama kali kesini, Ratu lagi-lagi terkagum begitu melewati sebagian rumah Adiwijaya yang didesain dengan sentuhan Eropa modern itu.

Pelayan tersebut mengantarkan Ratu menuju sebuah ruangan yang terletak di bangunan sayap timur paling ujung. Begitu dibuka, suara bising musik terdengar menusuk telinga diikuti kerlap-kerlip lampu yang menyakitkan mata.

"Me las vo'a llevar a toa' pa un VIP un VIP. Ey!"

"Saluden a tití, vamo a tirarno un selfi. Say cheese!"

"Que sonrían las que ya se olvidaron de mí!"

"Me gustan mucho las Gabriela. Las Patricia, las Nicolle, las Sofía."

Untuk beberapa detik Ratu terpaku, memandangi kumpulan anak-anak Primus yang memenuhi ruangan megah itu. Semua anak Primus sekolah ada di sana, termasuk para seniornya yang tidak begitu Ratu kenali. Jumlah mereka mungkin sekitar 13 atau 14 orang.

Mereka semua asik meliukkan tubuh, berteriak dengan lantang menyanyikan lagu yang diputar DJ di atas sana. Oke, tak bisa Ratu tampik kalau mereka sungguh terlihat keren. Menyanyikan lagu berbahasa Spanyol dengan sangat fasih sambil memegang gelas sloki di tangan.

Mereka terlihat seperti orang dewasa yang liar dan bebas, berbeda dengan Ratu yang malah terlihat culun berada di sana dengan kaos tidur Star Wars.

"Lo udah dateng Rat?" El sedikit berteriak menyamai suara musik. Ia berjalan menjauh dari kerumunan teman-temannya untuk menghampiri Ratu.

"Tolong kerjain tugas literatur gue, laptop sama bukunya udah gue taro di balkon." Ucap El tanpa menunggu jawaban dari gadis itu.

"Lo mau minum?" Tawarnya tiba-tiba.

Ratu lantas menggeleng sebagai jawaban. Ia tahu minum yang dimaksud El itu sejenis peralkoholan. "Gue islam." Tandasnya sembari mengulas senyum yang dipaksakan.

HierarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang