Fucked Up

22.1K 1.6K 176
                                    

Ratu mengeratkan jas yang menutupi tubuhnya begitu ia turun dari mobil. Sepanjang perjalanan dari Palace Djiwandanu, ia dan Sean sama-sama diam tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Begitu juga saat keduanya berjalan memasuki lift. Sebenarnya Ratu tidak ingin merusak keheningan tersebut, namun pada akhirnya ia terpaksa membuka pembicaraan untuk mengucapkan terimakasih.

"Thanks, Sean." Ucapnya singkat. Nyaris tak terdengar, seperti sebuah cicitan.

Sean yang sedang asik memeriksa handphonenya pun menoleh sekilas sebelum kembali menatap layar pipih di tangannya tersebut.

"Gak usah berlebihan. Gue cuman gak mau lo mati karena adik gue ada di tempat kejadian." Ujar Sean tak acuh.

Ratu mendengus dalam hati. Ia juga tahu mana mungkin Sean tulus menolongnya. Tapi tetap saja Ratu berterimakasih. Tanpa bantuan Sean, mungkin sekarang ia sedang dicincang habis oleh El dan teman-temannya.

Setelahnya tak ada perbincangan lagi hingga dentingan pintu lift terdengar. Begitu kotak besi itu terbuka, Sean berjalan lurus menuju bangunan utama sedangkan Ratu menuju arah berlawanan ke bangunan barat.

Sesampainya di kamar Ratu langsung menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Ia menghela nafas panjang sambil menatap langit-langit kamar.

Perlahan mata Ratu terpejam. Ia mengeratkan jas yang menutupi tubuhnya sambil menghirup aroma khas dari sana. Parfum bercampur aroma tubuh yang manis sekaligus maskulin. Khas sekali seperti wangi tubuh Sean. Ah, aroma pria itu memang sungguh memabukkan.

Begitu menyadari apa yang baru saja ia pikirkan, Ratu sontak membuka matanya. Ia beranjak bangun lalu melempar tuxedo di tangannya ke sembarang arah. Gadis itu lantas menggeleng cepat lalu beranjak dari ranjang. Sepertinya ia perlu berendam untuk membersihkan isi kepalanya.

Setelah menghabiskan setengah jam untuk ritual mandi Ratu pun keluar dengan handuk yang melilit tubuhnya. Ia berjalan menuju walk in closet lalu memakai setelan kaos Goofy dengan bawahan celana cargo hitam.

Ratu mematut diri di depan cermin sambil memakai kembali kalung pemberian dari Diana. Senyumnya sempat merekah memandangi liontin berlian dari kalung tersebut.

Setelah selesai dengan semua aktifitasnya, Ratu kembali merebahkan diri di atas ranjang sambil memeriksa handphone. Masih pukul 9 lebih 45 menit, ia bisa menunggu 15 menit lagi sebelum pulang ke apartemen.

Begitu memejamkan mata, tak butuh waktu lama hingga kesadarannya berpindah ke alam mimpi. Namun diluar rencana, niatnya yang hanya akan tinggal beberapa menit lagi bablas hingga beberapa jam saat ia ketiduran.

Ratu terkesiap begitu bangun sambil memeriksa jam di handphonenya. Rasanya ia baru tidur 5 menit, namun entah bagaimana sekarang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Gadis itu lantas buru-buru meraih jaketnya lalu berjalan keluar.

Ia tidak bisa tidur di sini, masalahnya besok ada kelas pagi ditambah seragam dan bukunya juga belum di siapkan di apartemen.

Begitu berjalan menuju lift, display elevator terlihat memberi tanda bahwa kotak besi itu sedang naik ke atas. Tepat setelah suara dentingan terdengar, pintu lift terbuka lebar. Di dalam sana terdapat Bu Tami, seorang kepala pelayan di rumah ini yang kesusahan membawa anak majikannya.

El, gadis itu meracau tidak jelas dengan mata sayu⎯khas seperti seorang yang sedang mabuk. Wanita paruh baya yang membawanya terlihat cukup kesulitan untuk menggiring El karena ia tidak mau diam. Ratu hanya mengernyit miris menatap keduanya, sedikit iba juga melihat wanita tua itu kesusahan.

"Sini Bu, biar saya aja yang bawa," Ucap Ratu sambil beralih memegangi El. "Bu Tami kebawah aja, El biar saya yang anter."

"Seriusan, Mbak? Emang Mbak Ratu bisa bawa dia sendirian?" Tanya Bu Tami memastikan.

Ratu kemudian mengangguk. "Iya gak apa-apa,"

"Yowes, Ibu tinggal ke bawah ya. Makasih banyak, Mbak Ratu."

Kepala pelayan itu kemudian berlalu masuk ke dalam lift. Meski kesulitan, Ratu dengan sekuat tenaga memapah tubuh El yang jauh lebih tinggi darinya. Ia juga harus menebalkan telinga saat mendengarkan ocehan berisik dari gadis itu.

"Ughh, I don't wanna go home."

(Ughh, gue gak mau pulang.)

"Take me back to the club,"

(Bawa lagi gue ke club,)

"Hiks hiks. Are you deaf? Why is everyone so sucks?"

(Hiks hiks. Lo tuli ya? Kenapa semua orang bikin gue muak?)

Ocehan El berhenti saat mereka berada tepat di depan pintu kamarnya. Namun di luar dugaan, gadis itu justru menarik wajah Ratu lalu menciumnya tanpa aba-aba. Ratu sontak terkesiap.

Ia mematung dengan bola mata membesar, terlalu terkejut untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Namun sesaat kemudian dengan sekuat tenaga ia mencoba memberontak. Sayangnya cengkraman El di tengkuknya cukup kuat. Ratu hanya bisa memejam jijik saat El melumat bibirnya dengan rakus.

Ah brengsek, ciuman pertamanya.

Begitu cengkraman El merenggang, dengan cepat Ratu mendorong tubuhnya hingga menjauh. Ia lalu menyeka kasar bibirnya dengan punggung tangan sambil menghunuskan tatapan tajam.

"Ewwhhh! Lo apa-apaan, sialan?!" Bentaknya.

El justru malah tertawa geli melihat Ratu yang tersulut emosi. "Ughh, you're so sexy. You wanna be mine?" Racaunya sambil mengusap lembut pipi Ratu.

(Ughh, lo menggoda banget. Mau jadi pacar gue?)

Sedangkan Ratu hanya menghela nafas kasar sambil menghempaskan tangan El. "Berhenti, El! Lo mabuk!" Ucapnya.

"No, sweety, I'm not drunk," oceh El sambil melebarkan kelopak matanya dengan kedua tangan.

(Gak, sayang, gue gak mabuk,)

"Or maybe I am. Tapi itu semua karena lo! Ugh, I really hate you." El memukul-mukul lemah dada Ratu sebelum menarik lehernya supaya mendekat.

(Tapi mungkin gue lagi mabuk. / Ugh, gue benci sama lo.)

"I hate you cause why you made me so obsessed?" Lirihnya berbisik pelan. Namun belum sempat Ratu menangkap apa yang ia ucapkan, El justru lebih dulu melumat bibirnya tanpa aba-aba.

(Gue benci sama lo karena kenapa lo bikin gue terobsesi?)

Sontak Ratu memejam erat sambil mendorong tubuh El supaya menjauh. "Bangsatt! Lo udah gila, ya?!" Tandasnya semakin emosi. Sedangkan El justru malah tertawa kegirangan.

"You're sweet little innocent. That's why I like you so much." El mengusap bibir bawah Ratu dengan tatapan berbinar.

(Lo polos banget sih. Gak heran gue bisa suka sama lo.)

"Lo pikir kenapa selama ini gue rela ngabisin waktu buat orang kaya lo? Don't you realize about that? Semakin lo ngelawan, semakin menarik lo di mata gue, Ratu." Racau El diakhiri kekehan kecil.

(Emangnya lo gak sadar ya?)

"Gue bahkan gak nyangka lo bakal bikin gue sama Sean jadi saingan." Lanjutnya. Ia mendesah sedih dengan mata yang terpejam sayu.

Untuk sesaat Ratu masih mematung di tempatnya, memaku dengan isi kepala yang kosong seketika. Namun sesaat kemudian ribuan pertanyaan memenuhi otaknya hingga serasa akan meledak.

Ia tahu kehilangan kesadaran tidak akan membuat seseorang jadi pembohong. Sebaliknya, mabuk justru membuat mereka lebih membuka diri. Dan itu artinya ucapan El adalah sebuah kebenaran.

Ia seseorang homoseksual dan diam-diam menyimpan perasaan kepada Ratu.

Oke, ini terlalu mengejutkan sampai-sampai terasa seperti mimpi konyol di siang bolong. Ia perlu menarik mundur hanya untuk mencernanya dengan cara yang masuk akal. Saat Ratu masih kebingungan seperti orang idiot, El justru malah sibuk meracau dengan tubuh limbung yang hampir jatuh.

Seolah disadarkan, Ratu buru-buru membawa El ke kamarnya lalu pergi dari sana sesegera mungkin.

Demi tuhan, sekarang ini Ratu sama sekali tidak bisa berpikir jernih untuk mencerna semua omong kosong itu.

HierarkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang