Chapter 2

4.5K 373 17
                                    

Waktu tak akan peduli bagaimana perasaan khawatir itu menyelimuti pikiran tentang masa depan, maka bebaskanlah dan hiduplah untuk masa sekarang. -F

°

Awan gelap yang menutup kota New York pagi ini bukan menjadi alasan untuk orang-orang menghentikan geraknya. Dengan kopi di tangan, mereka berjalan dengan cepat untuk memulai hari, bekerja. Semua terlihat sibuk, bahkan jarang ada yang saling berteguran. Mungkin, mereka tak saling mengenal atau memang selalu mengabaikan. Selalu seperti ini, padatnya New York tak pernah berubah.

Dia menginjak pedal rem untuk beberapa saat ketika melewati kerumunan. Bugaty Veyron tampak dengan sabar untuk terbebas dari situasi itu. Setelah agak jauh, kerumunan sudah dilewati, dia dengan ligat mengubah kecepatan dan melaju cepat di jalanan midtown Manhattan. Mobil sport silver itu dengan senang hati membawa pengemudinya menelusuri jalan dengan kecepatan di atas rata-rata. Suara musik terdengar sayup, tampaknya dia menghidupkan musik bukan untuk di dengarkan. Matanya berkedip dengan pelan seolah yang dia lakukan sekarang bukanlah hal yang menantang, juga, tangannya dengan rileks mengemudi mobil itu dan melaju seperti kilat. Sangat cepat.

Freen Sarocha, dua puluh enam tahun. Convey Bar adalah tujuannya kali ini. Sebuah Bar terletak di Upper East, sebuah tempat minum dua puluh empat jam yang dia buka beberapa bulan yang lalu. Nam, pengatur keuangan Bar itu, menghubunginya saat Freen ingin melanjutkan tidur paginya, dia berkata bahwa seseorang mencarinya dan harus menemui Freen saat itu juga. Sebelumnya Freen menolak karena masih ngantuk, namun ternyata Nam mengatakan wanita itu akan membuat kehebohan jika Freen tidak menemuinya, Nam juga menambahkan bahwa wanita itu sedang menangis sekarang.

Freen menduga-duga siapa yang datang pagi-pagi seperti ini sambil menangis, dia ingat belakangan ini dirinya tak mempermainkan wanita lagi. Dia sudah jera karena terakhir kali wanita yang dia kencani menamparnya di depan umum karena katanya Freen mencintai mobilnya dari pada dirinya sendiri. Dan memang, Freen lebih memperhatikan mobilnya dari pada wanita-wanita itu.

Beberapa saat kemudian, Freen akhirnya tiba di Bar tersebut, dia keluar dari mobilnya dengan harapan bahwa wanita yang ingin menemuinya ini bukanlah salah satu mantannya. Freen tak mau terlibat dalam pembicaraan maafkan aku Freen, aku ingin kembali lagi padamu. Memikirkan ini saja, rasanya Freen ingin masuk lagi ke mobil dan tidak ingin menemui wanita itu. Namun jika benar wanita itu mantannya, Freen akan berlari ke mobil dan kembali ke apartemennya. Freen tak ingin mengulang cerita, baginya mantan adalah masa lalu, sedangkan Freen hanya ingin hidup di masa sekarang.

Freen membuka pintu Bar itu dengan pelan, suasana hangat terasa saat melangkah tempat minum itu. Freen sengaja mendesainnya dengan sedemikian rupa agar pengunjung nyaman untuk minum kapanpun mereka datang. Nam sudah tampak menunggu Freen di sana, wajahnya sedikit panik. Dia menghampiri Freen dan berkata hampir berbisik, "Kamu apain anak orang, Freen?" Suara Nam sangat pelan, dia tidak ingin orang-orang mendengar percakapannya.

Freen melihat sekeliling, dia mencari wanita yang Nam maksud, lalu akhirnya Freen bertanya, "Di mana dia?" Freen melihat Nam sekarang, dia tak menemui tanda-tanda wanita itu di Bar.

Nam melirik ke arah pintu ruangan Freen, lalu dia melihat Freen dan berkata, "Karena dia nangis, akhirnya aku minta dia tunggu diruanganmu, aku tak mau orang lain terganggu dengan tangisannya." Jelas Nam.

Freen menghela napas, dia merasa sedikit cemas. Freen bertanya, "Siapa namanya?"

Nam menggeleng tidak tau, dia berkata, "Aku sudah tanya, tapi tak ada jawaban." Nam akhirnya mendorong Freen sedikit, "Sudahlah, temui dia. Selesaikan urusanmu dulu."

̶̶N̶o̶t Love ?  [FREENBECKY] GLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang