Heaven terengah-engah ketika sudah berhasil masuk ke dalam elevator khusus tenaga kesehatan. Sedikit membungkuk dengan kedua tangan yang memegangi lututnya, menahan supaya berhenti bergetar. Orang-orang yang berada di dalam menatap ke arahnya dengan raut ekspresi bertanya-tanya. Sementara Heaven masih sibuk mengambil napas panjang, demi menetralkan denyut jantungnya yang kini seperti habis menuntaskan perlombaan lari maraton.
Sedikit lagi, hanya tersisa 6 inchi sampai kedua pintu elevator itu menutup sempurna. Namun, sayangnya indra penglihatannya menangkap sebuah jas berwarna tak asing yang terlempar masuk dan menyelip diantara celah daun pintu hingga sensor elevator tersebut mendeteksi pergerakkan dan kembali membuka lebar.
Ada sekitar delapan orang yang memekik terkejut, tak terkecuali Heaven, ketika melihat sesosok pria berdiri menjulang dengan satu tangan tersembunyi di saku celana dan tangan lainnya memegang sebuah jas yang sudah menjuntai ke lantai. Sorot mata elang pria itu hanya terfokus pada satu orang yang berdiri di tengah.
"Selain Dokter Bintz, semua keluar." Desisan yang terdengar kelam dengan titah mutlak membuat beberapa dokter dan perawat satu per satu keluar dengan terburu-buru. Hawa tidak menyenangkan menguar jelas. Memperoleh kesempatan untuk menjauh dari marabahaya, tentu saja akan mereka manfaatkan sebaik mungkin.
Tepat saat elavator sudah terlihat lenggang, Venezio melangkah masuk lalu menekan tombol yang membuat pintu elevator tertutup rapat.
"Caramu menyambut kepulangan suamimu sangat berkesan, honey." Seperti anak rusa yang diterkam harimau kelaparan. Heaven semakin beringsut mundur ke sudut, saat pria di depannya mulai mempersempit jarak mereka.
YOU ARE READING
Strict Doctor
RomanceRated: M [VRENE ZONE] Jujur saja, selama 23 tahun Heaven hidup dan bernapas, tidak pernah sekalipun ia merasa putus asa dan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Mau seberat apapun ujian dalam meraih gelar kedokterannya, ia tidak pernah mengeluh. S...