▪︎20▪︎ The Inception

1K 130 94
                                    

Getaran yang berasal dari atas nakas, membuat Venezio terbangun. Insting tajamnya bekerja walau hanya menangkap gelombang kecil yang bergema masuk ke indra pendengarannya. Ia mengeluh pelan sebelum meraba ke arah samping ranjang untuk meraih ponselnya. Sementara tangan lainnya, masih setia menjadi alas bantal dalam lelap tidurnya sang istri.

Decakan pelan ia berikan ketika melihat nama yang tercantum pada layar ponsel. Venezio sedikit menyampingkan tubuh bagian atasnya saat mengangkat panggilan tersebut.

"Kuharap alasan kau menelponku sama pentingnya dengan arti nyawamu." Venezio menyerobot dengan suara parau dan dalam.

"Easy, man. Apakah aku menganggu waktu tidurmu bersama dengan junior cantikku?"

"Kau sedikit cukup sadar diri rupanya." Balasan menohok yang keluar dari mulut bengis Venezio membuat pria yang ada di seberang sana gantian berdecak malas.

"Ck. Sudahi basa-basi memuakan ini. Datanglah ke markas Blade Armor. Kami semua menunggumu."

Venezio menjauhkan ponselnya, sekadar untuk memastikan kembali waktu yang tertera pada ponselnya. Pukul 02.45 AM, ini masih dini hari untuk berpergian. "Aku akan datang setelah Eve bangun." Balasnya malas sembari melirik ke arah istrinya yang masih terpejam.

"Oh, Tuhan! Masih ada 3 jam lagi sampai matahari terbit. Dia tidak akan bangun secepat itu setelah malam panjang kalian." Keluh pria di sebrang sana kesal.

Perkataan sahabatnya yang memiliki inteligensi di atas normal memang tidak sepenuhnya salah. Venezio dan Heaven baru saja menuntaskan pekerjaan rumah sepasang suami-istri tepat satu jam yang lalu. Kemudian, jatuh terbang ke alam mimpi seusai menghabiskan malam panas bersama.

"Nelson, kau—"

"Cepat datang bajingan. Sebelum tahananmu hanya tinggal nama di tangan Eleon."

Tut.

Venezio menghela napas panjang seusai panggilan teputus. Ucapan terakhir Nelson, membuat dirinya bertanya-tanya alasan gila apa yang disampaikan oleh pengecut Gallian hingga mampu memancing kemarahan seorang Bezrukova. Jika amarah Venezio selalu diibaratkan dengan arus tenang yang membinasakan, maka amarah Eleonardo adalah ombak ganas yang menewaskan. Kedua orang tersebut merupakan orang yang perlu dihindari di antara kumpulan pria berbahaya lainnya.

"Honey, ada yang harus aku selesaikan di markas. Aku berjanji saat kau membuka kedua matamu nanti, aku sudah berada di sampingmu kembali." Venezio berbisik nyaris tidak ada suara. Ia tetap meminta izin, walaupun ia tahu bahwa sang istri tidak akan menanggapinya sebab sedang tertidur pulas.

Satu ciuman hangat diberikannya pada kening sang istri, sebelum beranjak bangun dengan hati-hati. Butuh waktu 15 menit untuk membasuh diri dan berpakaian. Venezio keluar dari walk in closet  lengkap dengan turtle neck  berwarna mocha  yang dipadukan dengan celana cargo  cokelat, ditambah jaket charcoal grey, lalu sentuhan terakhir ialah, Lavin loafers brown  yang membuatnya semakin terlihat tampan dan berkelas.

 Venezio keluar dari walk in closet  lengkap dengan turtle neck  berwarna mocha  yang dipadukan dengan celana cargo  cokelat, ditambah jaket charcoal grey, lalu sentuhan terakhir ialah, Lavin loafers brown  yang membuatnya semakin terlihat tampan ...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Strict DoctorWhere stories live. Discover now