PROLOG

504 39 8
                                    


"Nak Kalla, mau sebanyak apapun badai yang menerpa rumah tangga kalian, jangan pernah meninggalkan satu sama lain ya? Jangan pernah nyebut kata cerai. Pantang kata Allah."

"Janji saya sejak menikah, engga pernah saya lupain Ayah."

"Barangkali ada sesuatu yang menggoyahkan hati kamu, Nak."

***

Kalla duduk termenung di atas sofa. Di hadapannya televisi menyala, namun pikirannya sama sekali tidak ada di sana. Dia berulang kali mengusap wajahnya. Ibaratnya begini, bagaimana bisa seseorang betah tinggal satu atap dengan orang yang mencintai orang lain? Kalla seperti tersudutkan di sini.

Bersamaan dengan helaan napas Kalla yang semakin berat, pintu depan terbuka. Kalla segera bangkit seraya menoleh. Pandangannya bertemu pada Arun.

Area mata perempuan itu sedikit membengkak. Menandakan jika dia menangis cukup lama baru-baru ini.

Keduanya masih berpandangan dalam diam. Bahkan hal tersebut terjadi hingga tiga puluh detik. Keduanya sibuk dengan pikirannya Masing-masing.

"Ma——maaf."

Rupanya Arun yang lebih dulu berujar. Perempuan itu menghela napasnya, "Maaf untuk semua yang terjadi. Tentang gue yang selalu enggan buat kabarin lo, gue yang gak pernah hargain lo, dan .... untuk kedekatan gue sama Glen. Gue minta maaf."

Kalla masih diam di tempat. Dia masih menunggu perempuan itu kembali berujar.

"Kalla, gue minta maaf."

Kalla menatap Arun, seraya berjalan mendekat. Laki-laki itu segera mendekapnya. Membawa kepala perempuan itu tenggelam di dalam dadanya. Kalla bisa mendengar jelas, bagaimana perempuan itu menangis.

"Gue——gue di pecat, Kal. Gue di pecat, hanya karena ego gue terlalu besar. Gue pergi ninggalin kerjaan gue, buat sesuatu yang nyatanya nggak pernah gue gapai. Gue tau gue tolol, gue ngorbanin kerjaan gue buat cowok yang hatinya juga udah mati sama cewek yang dia mau. Gue harusnya mikir dari awal. Glen dari dulu nggak pernah naruh gue di hati dia. Harusnya gue sadar kalau gue juga udah punya kehidupan lain, gue seharusnya move on, lupain semua perasaan gue ke dia. Gue emang bodoh, gue——"

"Sssttt, udahh. Gausah di terusin." Kalla mengusap punggung perempuan itu, "ada saya di sini. Kamu boleh menangis sekuat dan sebanyak yang kamu mau. Gapapa. Keluarin semua. Biar hati kamu lega."

"Gue minta maaf, Kal. Gue, bakal perbaiki semuanya Kal——"

"Bahkan sebelum kamu minta maaf ke saya, saya udah lebih dulu maafin kamu, Run. Saya nggak sanggup marah lama-lama ke kamu." 

***

~ArunKalla The Best Skenario~

Hallo! Terimakasih sudah meng-klik
cerita ini ke dalam perpustakaan kalian!
Jangan lupa untuk meng-klik tanda bintang di bawah👇

See youuu bro❤‍🩹

ArunKalla The Best SkenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang