"Bu Arun."
Suara panggilan itu, membuat Arun menoleh cepat. Senyumnya mengembang sempurna. "Iya, Pak?" jawabnya ramah.
Wilson melangkah semakin cepat, menuju Arun. Keduanya kini berhadapan. "Semalam saya cariin Bu Arun. Bu Arun tidak ngajar ya?"
Arun tersenyum tipis, seraya mengangguk. "Saya kurang enak badan, Pak. Mungkin karena kehujanan."
"Saya jadi merasa bersalah."
"Ngga apa-apa, Pak. Mungkin emang harinya aja, sakit."
Wilson tersenyum tipis. "Lalu bagaimana keadaan Bu Arun sekarang? Baik-baik saja?"
"Ya, Pak. Saya baik-baik aja. Tidak perlu khawatir."
"Ngomong-omong, Bu Arun masuk mengajar jam berapa?"
"Ini sebentar lagi, Pak. Kenapa ya, Pak?"
"Oh, tidak apa-apa Bu Arun. Saya tadinya mau ngajak makan di kantin."
Arun hanya berusaha tersenyum. Sejujurnya dia sedikit risih. "Kalau begitu, saya pamit ya, Bu. Permisi."
Wilson melangkah pergi, sementara Arun hanya memandang punggungnya yang semakin menjauh. Tadi, Kalla yang mengantarnya ke sekolah.
Kata Kalla, Arun tak cukup kuat jika harus membawa motor sendirian. Pada akhirnya, Arun di antar dengan menggunakan mobil. Ponselnya berdering pelan. Ada pesan dari Aya.
Ayaaaa
Bukannya hari ini, ulang tahun Kak Kalla ya?Arun mematung begitu membaca pesan tersebut. Bisa-bisanya dia lupa, sementara adiknya malah mengingat hari kelahiran suaminya. Yang jadi istri Kalla di sini, Arun atau Aya?
Ayaaaa
Kan ada di undangan pernikahan
Mkanya aku tauSial, Arun saja tak tau. Lalu, apa hal selanjutnya yang akan dia lakukan? Ish, seharusnya ia mengucapkan selamat hari ulang tahun ketika bangun tidur. Terbesit sesuatu di dalam pikirannya. "Apa gue buat kue aja ya?"
***
Selesai mengajar, buru-buru Arun pulang dengan menggunakan ojek online. Tidak mungkin juga ia meminta tolong pada Kalla yang notabene nya akan di berikan kejutan ulang tahun kan?
Sejujurnya ia tak terlalu paham membuat kue. Tapi, dia bisa belajar kan? Di rumahnya juga tersedia oven. Jadi sepertinya, Arun bisa mencobanya. Begitu melepaskan helm, lalu memberikan ongkos kepada ojek tersebut, Arun buru-buru turun dan masuk ke dalam rumah.
Dia meletakkan tasnya, kemudian mulai mengikat rambutnya. "Kira-kira gue buat kue yang gimana ya?" Di kotak katiknya ponsel. "Kalau kue kayak gini, butuh banyak margarin. Terus, keju. Kalla suka keju gak ya?"
"Kalau yang ini, butuh banyak coklat. Ntar kalau dia diabetes gimana yak?"
"Yang ini, pakai telur dua belas butir."
"Yang ini, harus ada pisangnya."
"Yang simpel yang mana ya?"
"Oh ini, cuma pakai tepung terigu, baking powder, kanji, telor, garam, gula, sama madu."
Senyumnya mengembang. "Berarti yang gue beli di warung only terigu, baking powder sama kanji."
Setelah membeli bahan-bahan pembuatan kue, Arun segera membuka aplikasi di ponselnya guna melihat tutorial.
Sekitar setengah jam Arun sibuk di dapur, kini dia sedang menanti-nanti kuenya matang dari oven. Sungguh, ini pertama kalinya dia membuat kue. Berhasil atau tidak, kue itu akan dia beri pada Kalla.
KAMU SEDANG MEMBACA
ArunKalla The Best Skenario
Ficción GeneralIbarat sebuah puzzle yang tak bisa lengkap karena telah kehilangan sepotong bagiannya, Kalla menjadikan Arunika sebagai potongan tersebut. Potongan puzzle yang mati-matian Kalla usahakan, yang di cari-cari setiap saat agar puzzle nya utuh seluruhnya...