Sekitar jam lima pagi, Arun terbangun. Matanya mengerjap berulang kali. Dia segera sadar saat mencium aroma tubuh Kalla yang sangat maskulin. Kalla masih memeluknya dengan sangat erat. Cukup lama Arun memperhatikan Kalla. Wajah laki-laki itu membuatnya nyaris tersenyum. Tetapi, saat Kalla melakukan sebuah pergerakan, buru-buru Arun memejamkan matanya. Dia tak mau ketahuan sudah memandangi Kalla sedari tadi.
Kalla yang masih sedikit mengantuk, melepaskan dekapannya pada Arun. Dia beranjak, lalu mengambil pakaian yang di kenakan oleh Arun semalam. Dia menghampiri Arun, lalu berbisik kecil.
"Saya tau kamu pura-pura tidur." Kalla menyentuh kening Arun dengan punggung tangannya.
"Nggak sepanas semalam. Kamu pakai baju ya, biar saya buatin serapan."
Kalla meletakkan pakaian tersebut di sebelah Arun. Cukup lama dia menatap Arun yang terlelap, sembari mengenakan kaos miliknya. Kalla melangkah pergi. Dia tau bahwa Arun belum bisa menerimanya sebagai suami. Kalla benar-benar sadar. Peluk semalam, hanya karena keadaan terpaksa.
Dengan telaten, Arun segera bangkit. Dia duduk bersandar di dinding, kemudian meraih pakaiannya. Dia menunduk melihat tubuhnya yang hanya mengenakan bra.
"Apa ini peringatan dari Tuhan, kalau gue harus nerima lo jadi suami gue, Kal?"
***
Di dapur, Kalla hanya membuatkan bubur. Dia memasak nasi dengan air yang cukup banyak, agar menghasilkan tekstur nasi yang sedikit berair. Setelah itu, laki-laki itu merebus telur ayam yang nantinya akan di campurkan ke dalam nasi.
Kalla mengerjap saat melihat Arun melangkah ke dapur. Perempuan itu, membuka kulkas dan hendak mengambil sebotol air dingin.
Buru-buru Kalla melarang. "Kamu tu baru sakit. Nggak baik minum air dari lemari es."
"Haus."
"Minum yang anget."
Arun tak mengatakan apa-apa lagi. Dia memilih untuk duduk di bangku. "Lo masak apa?" tanya dia lugas.
"Bubur. Biar cepet sembuh."
"Gue udah sembuh. Gausah makan bubur."
"Nurut aja ya, Run? Saya malas berdebat sama kamu. Apalagi baru pagi."
Arun menghela napasnya. "Nanti jangan pakai kecap. Gue gak suka."
"Iya, Runnn." Kalla duduk di hadapan istrinya itu, setelah menuangkan air hangat ke dalam gelas.
"Minum dulu, Run."
Arun menatap gelas tersebut, kemudian segera meraihnya dan meminumnya hingga habis setengah.
"Nanti gak usah ngajar dulu ya, Run?" Kalla menatap Arun dengan sedikit cemas.
"Gue udah sembuh, Kalla. Lo terlalu berlebihan." Arun kembali meneguk air tersebut hingga tandas.
"Run, dengerin suami kamu dulu susah amat." Kalla tertawa kecil. "Mungkin kamu sekarang merasa baik-baik aja. Gatau nanti, kan?"
"Yaa, tinggal minum obat doang kan?" Arun membalas tatapan Kalla.
"Obat di ancurin dulu lagi. Nggak malu di lihat siswa yang kamu ajar?" Kalla beranjak ke arah penanak nasi. Di tuangnya ke dalam mangkuk, lalu mengupas telur bulat yang sudah ia masak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ArunKalla The Best Skenario
General FictionIbarat sebuah puzzle yang tak bisa lengkap karena telah kehilangan sepotong bagiannya, Kalla menjadikan Arunika sebagai potongan tersebut. Potongan puzzle yang mati-matian Kalla usahakan, yang di cari-cari setiap saat agar puzzle nya utuh seluruhnya...